Salin Artikel

Komunitas Jomblo Katolik, Tempatnya Para Single Mencari Kebahagiaan

Secara matematis, peluang seorang beragama Katolik di Jakarta untuk menemukan pasangan hidup yang cocok telah dipersempit dari segi populasi.

Peluang tersebut, di atas kertas, tentu tak sebesar saudara-saudara muslim, misalnya. Itu fakta.

Masalahnya, standar masyarakat seolah memaksa seseorang kawin tak lebih dari usia 30 tahun.

Dengan struktur sosial yang bagai tak berpihak pada mereka, wajar rasanya bila beberapa orang Katolik di Jakarta melajang hingga usia yang dipandang tak lazim oleh masyarakat.

“Member Jakarta itu rentang usianya rata-rata 30-40 tahun. Itu rentang usia galau," ujar Agatha Garcia, Ketua Komunitas Jomblo Katolik Regional Jakarta kepada Kompas.com, Sabtu (27/7/2019).

Agatha menuturkan di rentang usia itu, banyak laki-laki dan perempuan merasakan tekanan mendapati situasi di mana teman-teman hingga sudara sudah menikah dan memiliki anak. 

Komunitas Jomblo Katolik (KJK) lahir di Salatiga, Jawa Tengah medio 2009. Alexander Bayu, sang pendiri, saat itu resah dengan keadaan umat Katolik yang pilih menikah dengan pasangan berbeda keyakinan.

Akhirnya, dia dan beberapa kolega membidani lahirnya komunitas yang kini telah tersebar di berbagai kota besar di Jawa dan Sumatera ini.

KJK regional Jakarta, dengan jumlah anggota sekitar 200-an orang hingga sekarang, lahir pada 2010.

“Tekanan-tekanan seperti itu sering membuat seseorang merasa terburu-buru menikah. Kadang, ketergesaan itu enggak bisa disikapi dengan baik," ungkap Agatha.

Istilahnya, sebut dia, "siapa saja yang mau menikahi gue, hantam saja".

"Begitu pikir mereka. Enggak lagi memperhatikan lagi soal dasar iman. Besar kemungkinan jadi masalah buat mereka sendiri setelah menikah,” ucap Agatha di Taman Suropati, Jakarta Pusat, saat diwawancarai Kompas.com.

Saat mendaftar, calon anggota mesti berusia 23-50 tahun, suatu rentang usia yang ditaksir merupakan usia kerja.

Hal ini disengaja, karena, berbeda dengan sekolah atau kampus, tak ada perusahaan atau kantor yang khusus mempekerjakan seseorang beragama tertentu.

Tanpa wadah macam KJK, orang-orang Katolik yang tengah meniti karier dinilai kesulitan menemukan calon pendamping seiman, lantaran ruang gerak yang sempit sebagai kelompok minoritas.

Sulit disangkal, dasar iman yang sama memang hampir selalu jadi prioritas seseorang ketika hendak memilih pendamping hidup.

“Anak beragama Katolik, umumnya saat sekolah, orangtuanya menyekolahkan di sekolah Katolik. Mayoritas muridnya Katolik juga. Perlu difasilitasi KJK? Enggak, peluang mendapatkan teman atau calon yang sama-sama Katolik masih banyak,” kata Agatha.

Sementara itu, setelah seorang Katolik menekuni karier, lingkaran-lingkaran sosial berlatar belakang kesamaan iman seperti tadi semakin kabur.

“Mau ikut di mana? Acara gereja? Gabung OMK (Orang Muda Katolik) ketuaan. Ikut acara gereja di lingkungan masing-masing, yang datang emak-emak, bapak-bapak, nenek-nenek. Jarang yang usia dewasa muda ikut aktif,” Agatha memaparkan.

“Di situ jadinya, usia kerja yang kami fasilitasi. Peluang mereka kecil di luar sana untuk menemukan teman atau calon seiman, tapi masih gede di sini,” sambungnya.

Perjodohan terselubung

Bisa dibilang, aktivitas KJK bermula dari dunia maya dengan memanfaatkan sejumlah akun media sosial, terutama Facebook.

Namun, Agatha mengakui KJK regional Jakarta sedang agak seret untuk urusan pengelolaan konten media sosial. Itu kendala yang tengah ia hadapi sekarang.

Namun, selain dapat dibaca sebagai masalah, tak optimalnya pengelolaan media sosial tadi juga dapat dipahami sebagai suatu resistensi terhadap arus zaman.

Di tengah arus digitalisasi yang serbacanggih, sampai-sampai urusan jodoh bisa diutak-atik melalui aplikasi kencan, KJK justru melakukan perjodohan dengan cara yang diklaim lebih otentik dan manjur.

Agatha menyebut, KJK mengutamakan perjumpaan sebagai pintu masuk perkenalan sejoli.

“Kalau saya secara pribadi, KJK masih perlu dan relevan. Dunia maya oke. Tapi, filter di sana kan bisa ngarang yang bagus-bagus. Kalau perjumpaan riil, kecuali pencitraannya canggih, ketika datang ketemu body language enggak bisa disimpan,” ujar Agatha.

Kadang-kadang, kata Agatha, upaya penjodohan pada sejumlah anggota pun dilakukan oleh para pengurus KJK, terutama regional Jakarta. Sebab, 50 persen anggota KJK regional Jakarta merupakan perantau.

Ada yang lingkup pertemanan, hingga perjodohannya, bergantung pada KJK. Berbagai trik pun disiapkan pengurus untuk proyek penjodohan “terselubung”.

“Kadang ada cowok yang pemalu. Dia suka sama si A, tapi pemalu banget, padahal si A fine-fine aja. Kita dorong deh, kita jadi mak comblang. Kita bikin acara barengan biar bisa ketemu,” kata Agatha.

Dalam lingkup paling luas, KJK rutin menggelar jambore nasional saban tahun yang diikuti anggota-anggota KJK regional.

Jambore nasional inilah yang jadi ladang bersemainya cinta para anggota.

Agatha bercerita di jambore nasional itu, ada sekitar 300 anggota KJK dari berbagai daerah berkumpul. Tak hanya membahas soal komunitas, tapi para anggota yang hadir juga sudah berniat mencari jodoh. 

"Begitu datang, dia sudah screening tuh. Ingetin namanya. Nanti, mereka yang cari jodoh bisa kasih nama ke panitia. Bisa tulis beberapa nama sekaligus. Nanti, panitia bakal tarik mereka gantian, dua-dua ngobrol pakai lilin di alam terbuka, privately,” ia menjelaskan.

Agatha mengklaim, hampir 50 anggota KJK saling berjodoh dalam kesempatan jambore nasional sejak pertama kali dihelat.

Nyaris tiap tahun, ada saja anggota yang jadian dalam jambore.

Dari sana, tak sedikit pula yang melanjutkan hubungan hingga pelaminan. Meskipun melepas status lajang, mereka tak ditendang dari komunitas.

Mereka malah dijuluki “alumni” KJK dan berperan sebagai inspirasi bagi anggota lainnya agar mampu menemukan pendamping seiman.

Di samping urusan jodoh-menjodohkan, para pengurus pun akan berupaya menjaga urusan jodoh ini dalam kondisi sehat, dalam artian monogamis sebagaimana doktrin Gereja Katolik.

“Kalau ada acara, anggota yang berpasangan harus datang dua-duanya, enggak boleh sebelah, menghindari rebutan," ucap Agatha.

Jika ada pasangannya yang tak bisa hadir, maka pengurus KJK akan mengumumkan kalau orang itu sebenarnya sudah "sold out".

"Harus transparan, jangan ada yang jadi hot item, ada yang rebutan. Yang sudah punya pacar atau belum pasti ketahuan,” kata dia.

It’s okay being single

Walaupun mengakui bahwa para pengurus KJK merancang praktik penjodohan secara implisit, namun Agatha membantah bila komunitas yang telah ia geluti sejak 2012 itu merupakan biro jodoh.

Jauh di luar urusan-urusan roman picisan, ada pesan yang hendak disampaikan oleh para jomlo Katolik berusia dewasa ini: jomlo bukan akhir kehidupan, jomlo bukan tragedi.

“Itu kenapa kita memfasilitasi mereka yang sudah kerja, menuju kemapanan. Bayangkan jadi dia dengan tekanan-tekanan tadi. Dia akan berpikir, ‘Kok gue jomlo sendiri? Suwe (sial) banget’. Sekali dia masuk KJK, dia bisa lihat, ‘yang jomlo bukan gue doang, kok’," tutur Agatha.

"Banyak yang jomlo, tetapi mereka happy with their life. Bukan sesuatu yang harus dipersalahkan ketika di usianya, dia masih jomlo. Yang harus diperhatikan kan kualitas hidup. Jomlo, tapi mandiri, itu justru penting,” kata Agatha panjang-lebar.

Agatha memastikan, inti keberadaan KJK tak sekadar mendorong orang-orang Katolik menemukan pendamping hidup seiman, tetapi juga mendampingi mereka yang belum memperoleh pendamping.

Itu dia sebabnya, komunitas ini bernama “komunitas jomblo”, bukan “komunitas jodoh”.

“Kita berharap, para jomlo enggak usah merasa alone dengan minoritas mereka. Kalau bisa dapat pasangan, itu benar-benar bonus. Kita tidak janjikan mereka dapat jodoh di sini. Dikiranya kita biro jodoh, banyak orang salah ngerti,” tutup Agatha.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/28/06350001/komunitas-jomblo-katolik-tempatnya-para-single-mencari-kebahagiaan

Terkini Lainnya

Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Megapolitan
Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Megapolitan
Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Megapolitan
Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Megapolitan
Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Megapolitan
Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi 'Online'

Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi "Online"

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Megapolitan
Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Megapolitan
Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Megapolitan
Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke