TPST Bantargebang diperkirakan tidak lagi mampu menampung sampah Jakarta tahun 2021.
Pemprov DKI harus memperpanjang masa pakai TPST itu sebelum fasilitas pengolah sampah dalam kota atau intermediate treatment facility (ITF) di Jakarta rampung dibangun.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni mengurangi sampah dari sumbernya. Ini merupakan salah satu kegiatan strategis daerah (KSD) Pemprov DKI untuk mengatasi permasalahan sampah Jakarta.
Berikut beberapa upaya Pemprov DKI untuk mengurangi sampah di sumbernya:
Minta warga kurangi sampah
Pemprov DKI meminta warga mengurangi produksi sampah. Cara yang bisa dilakukan warga di antaranya bijak menggunakan kantong plastik, membawa tumbler, membawa tempat makan, dan menggunakan tas ramah lingkungan.
"Kami minta masyarakat dan kami mulai sosialisasikan secara masif bagaimana caranya supaya masyarakat itu mau mengurangi memproduksi sampah," ujar Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, Rabu (31/7/2019).
Minta warga pilah sampah
Selain itu, Pemprov DKI meminta warga mulai sadar memilah jenis sampah untuk didaur ulang. Saat ini, kebanyakan warga menggabungkan semua jenis sampah yang mereka hasilkan.
"Masalah sampah di Indonesia adalah sampah itu tidak dipilah, akhirnya kayak plastik-plastik yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh industri daur ulang, itu tidak bisa dimanfaatkan," kata Asep.
Perbanyak TPS 3R
Upaya lain yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk menekan sampah dari sumber adalah memperbanyak tempat pengolahan sampah (TPS) reduce, reuse, recycle (3R).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, Pemprov DKI Jakarta saat ini baru memiliki empat TPS 3R yang memadai.
"Kami memang sekarang yang disebut TPS 3R itu baru ada empat yang bagus ya. Salah satunya di Rawasari," ujar Andono, Kamis.
Pemprov DKI ingin setiap kecamatan di Jakarta memiliki TPS 3R. Dengan begitu, jenis-jenis sampah yang sudah dipilah bisa didaur ulang di TPS 3R tersebut.
"Kami inginnya membuat lagi, inginnya sih satu kecamatan, (ada) dua (TPS 3R). Tentu ini perlu biaya yang tidak sedikit. Jadi, nanti ada pentahapan," kata Andono.
Budaya hidup praktis sulitkan kurangi produksi sampah
Menurut Andono, budaya masyarakat yang ingin hidup serba praktis menyulitkan Pemprov DKI mengurangi sampah. Budaya hidup serba praktis selalu menghasilkan banyak sampah.
"Kita selama ini sudah dininabobokan dengan budaya praktis. Pola pikir seperti itu menyebabkan kita kesulitan untuk mengurangi sampah," ucapnya.
Kesulitan lainnya, yakni perilaku warga yang masih enggan memilah jenis sampah. Padahal, pemilahan jenis sampah untuk didaur ulang berkontribusi mengurangi volume sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang.
Perilaku-perilaku tersebut, kata Andono, harus diubah.
Siapkan pergub untuk paksa warga kurangi sampah
Untuk memaksa masyarakat mengurangi produksi sampah, Pemprov DKI memulainya dengan menyiapkan peraturan gubernur (pergub) tentang penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Melalui pergub itu, pengelola pusat perbelanjaan, toko modern, dan pasar tradisional di Jakarta yang tenant-nya menyediakan kantong plastik sekali pakai akan didenda maksimal Rp 25 juta.
Sebaliknya, pengelola pusat perbelanjaan yang tenant-nya tidak menyediakan kantong plastik sekali pakai dan mendukung kebijakan Pemprov DKI dalam rangka mengurangi sampah plastik, akan diberi insentif.
Dengan adanya aturan tersebut, tenant di pusat perbelanjaan diharapkan tidak menyediakan plastik sekali pakai, sehingga masyarakat mau tak mau membawa kantong belanja sendiri.
"Nanti itu termasuk (di dalam pergub). Itu harus kami lihat stick and carrot (sanksi dan insentif)-nya itu," ucap Andono.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/02/08173911/upaya-pemprov-dki-tekan-sampah-di-sumbernya