Kepada Kompas.com, AM cerita mengenai insiden yang menimpanya sepulang kerja dari Stasiun Gondangdia, Jakarta itu.
Berikut rangkuman faktanya:
1. Modus pelaku
AM bercerita, kereta yang ia tumpangi terdiri dari 10 gerbong, begitu padat ketika jam pulang kerja. Jarak antarpenumpang demikian rapat.
"Posisi dia (pelaku) ada di belakang saya sejak di Stasiun Manggarai karena memang penuh banget, jam pulang kantor," jelas AM ketika dihubungi Kompas.com, Senin (28/10/2019) pagi.
"Keretanya itu sempat ketahan di antara Stasiun Manggarai ke Jatinegara dan itu posisi kereta agak miring ke kanan. Itu jadi kesempatan dia agak maju ke arah saya, mungkin dia ngerasa ada kesempatan di situ," imbuhnya.
AM mulai merasa dilecehkan ketika posisi kereta kembali stabil. Logikanya, pelaku menjauh dan tubuhnya tak lagi menempel pada tubuh AM.
Namun, yang terjadi sebaliknya. Tanpa pikir panjang, AM langsung bersuara.
"Badannya masih tetep condong ke saya dan maaf ya, bagian bawahnya kaya agak maju belakang maju belakang gitu. Jadi saya makin curiga, ini orang kenapa gesek-gesekin itunya (kemaluan)," kata dia.
2. Ciri-ciri pelaku
AM mengaku masih ingat perawakan pelaku pelecehan seksual kepadanya. Ia bahkan menjamin masih mampu mengenali orang tersebut andai berpapasan di suatu momen.
Sayang, ia tak sempat mengambil gambar tampang pelaku sebagai barang bukti.
"Enggak muda. Dia sudah bapak-bapak," ujar AM.
"Sebenarnya agak kurang jelas saya lihat mukanya, karena saya kan di depan dia (pelaku). Saya cuma bisa lihat dari pantulan layar ponsel saja," ia menambahkan.
Mulanya, AM tak begitu menaruh curiga bahwa pria ini akan melecehkannya. AM menduga, pelaku akan mencuri ponselnya karena sedari mula kerap memperhatikan ponselnya.
Gusar, AM memasukkan ponsel ke dalam tas.
Namun, ketika KRL tertahan di antara Stasiun Manggarai-Jatinegara, ia baru menyadari bahwa ia dilecehkan dari belakang. Ia berbalik arah dan menghardik pelaku.
"Yang jelas dia itu pakai topi hitam, hampir nutupin matanya, (topinya) agak turun gitu. Dia pakai kemeja kuning lengan pendek sama tas kecil selempang depan," jelas AM.
3. Tak takut
AM hanya segelintir dari deretan korban pelecehan seksual di ruang publik yang berani melawan balik.
Dalam beberapa keadaan, korban pelecehan seksual seperti tak sanggup melawan karena begitu terguncang.
Keberanian tersebut timbul setelah ia, menurut pengakuannya, acapkali mendapatkan pelecehan seksual secara verbal di ruang-ruang publik.
"Saya tuh enggak sekali atau dua kali di-catcalling. Awal-awal saya takut kalau di-catcall atau dipanggil yang aneh-aneh. Tapi, makin hari makin ngerasa, ngapain gue takut? Kalau misalkan takut, dia (pelaku) makin menjadi-jadi, terpuaskan, (berpikir) 'oh, korbannya malah takut'," anggap dia.
Beberapa kali dilecehkan secara verbal bahkan sampai membuat AM seperti tak mempersoalkannya, kendati tindakan seperti itu tak layak dijadikan lazim.
Maka, ketika pelecehan seksual menimpa dirinya melalui kontak fisik, AM melawan.
Ia menghardik pelaku, memintanya balik badan, menuduhnya penjahat kelamin, dan tanpa takut mengancam akan memfoto tampangnya.
Baginya, perlawanan ini sama besarnya dengan perlawanan kalangan perempuan mendobrak hegemoni budaya patriarki di Indonesia yang kerap meminggirkan kalangan perempuan dan menjadikannya objek semata.
"Ya enggak bisa, gue harus berani. Enggak mau tahu, gue harus ngomong kalau ini enggak benar. Bodo amat orang-orang melihat gue aneh. Ini kan sudah ranah privasi gue banget," ujar AM
Ke depan, AM mengaku belum akan menyiapkan peralatan guna menyerang pelaku pelecehan seksual.
"Lebih aware saja, benda-benda memang diperlukan. Tali, kalau masih bisa diverbalin, masih mempan, ya diverbalin saja," tutupnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/29/05394581/3-fakta-pelecehan-seksual-terhadap-perempuan-di-krl-tujuan-bekasi