Salin Artikel

Bekasi Terseok-seok Kejar Target Pendapatan 2019 yang Gagal Tercapai

BEKASI, KOMPAS.com –  Menjelang tutup buku 2019, Pemerintah Kota Bekasi kemungkinan besar gagal mencapai target pendapatan asli daerah (PAD) 2019.

Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairoman Juwono Putro menyatakan, peluang realistis Pemkot Bekasi di sisa 2019 ialah mencapai realisasi pendapatan Rp 2,44 triliun dari target Rp 3,3 triliun.

Selisih hampir Rp 1 triliun itu setara dengan realisasi pendapatan hanya 74 persen.

Jika benar pada 31 Desember 2019 Pemkot Bekasi hanya berhasil meraup 74 persen pendapatan, torehan ini jadi rekor terburuk selama empat tahun terakhir.

Tahun 2016, Pemkot Bekasi gagal mencapai target PAD, meskipun sukses meraup 95 persen dari target. Mereka sanggup meraup Rp 1,6 triliun dari target Rp 1,68 triliun.

Tahun 2017, torehan itu jeblok ke angka 76 persen. Pemkot Bekasi cuma mendapatkan Rp 1,79 triliun, padahal target PAD 2017 sebesar Rp 2,35 triliun.

Tahun 2018, realisasi PAD Kota Bekasi sempat merangkak naik ke angka 86 persen. Pemkot Bekasi menerima Rp 4,64 triliun dari target Rp 5,38 triliun.

Tahun 2015 dan 2014, Pemkot Bekasi sempat mencicipi manisnya melampaui target PAD.

Kewalahan

Bercermin dari pengalaman 2018, PAD dari sektor reklame banyak mengalami kebocoran.

Saat itu, pendapatan dari sektor reklame tak sampai 50 persen. Pemkot Bekasi hanya berhasil mengumpulkan Rp 38 miliar dari target Rp 90 miliar.

Tahun ini, target PAD dari sektor reklame bertambah jadi Rp 91 miliar. Namun, hingga pertengahan tahun ini, Widayat menyebut, baru sekitar Rp 21 miliar yang disetor ke kas pemerintah kota.

Kepala Bidang Bina Marga Kota Bekasi, Widayat Subroto mengklaim, alasan terbesar kebocoran PAD dari sektor reklame ada di reklame-reklame ilegal.

Reklame ilegal ini bisa berupa pendirian ruang reklame tanpa izin maupun pemasangan reklame yang izinnya telah kedaluwarsa.

Widayat menyebut, saat ini kira-kira terdapat 2.000 reklame ilegal yang bertebaran di Bekasi, dari total keseluruhan sekitar 12.000 reklame.

Menurut dia, pihaknya bakal gencar menyisir lokasi-lokasi yang dicurigai dipenuhi reklame ilegal, dari yang berukuran kecil hingga besar.

Namun, ada tantangan merazia reklame-reklame ilegal yang berukuran kecil.

"Yang kecil-kecil banyak antara ukuran 1x2 atau 2x3 meter. Yang gede mah sedikit, kedata semua, begitu muncul kan ketahuan, artinya langsung kita adakan penindakan. Kalau yang kecil memang jarang ketemu kita cari, kadang sulit," tutur Widayat kepada Kompas.com, 2 Juli 2019.

Birokrasi perizinan yang berbelit diduga jadi sumber kenakalan pengusaha, sehingga memunculkan reklame-reklame ilegal. Widayat mengaku ingin menyederhanakan regulasi dan birokrasi guna menekan angka reklame ilegal.

"Kita perbaiki proses terhadap perizinan sendiri. Kalau dulu masih banyak yang berbelit, kita simpelkan lah, kita cepatkan," ujar Widayat.

"Artinya bukan mereka (pengusaha reklame) enggak mau ngurus, tapi prosesnya memang agak lama. Ke depan mereka datang ke sini dengan mudah, mereka tinggal ikuti, terus keluar izinnya dalam waktu yang singkat," imbuh dia.

Pungutan parkir jadi jalan pintas

Pemkot Bekasi pun terpaksa memutar otak untuk mencari jalan pintas menggenjot PAD yang tak kunjung menjanjikan.

Satu kaki Pemkot Bekasi akhirnya berlabuh pada pilihan ekstensifikasi pajak atau perluasan objek pajak. Pajak parkir jadi salah satu sektor yang dianggap menggiurkan.

Pilihan ini masuk akal, karena Kota Bekasi merupakan salah satu kota dengan jumlah pemilik kendaraan pribadi terbesar di Jawa Barat.

Dalam setahun, sekitar Rp 1,5-2 triliun potensi pendapatan daerah dari pajak kendaraan bermotor-bea balik nama kendaraan bermotor (PKB-BBNKB).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018 saja, jumlah kendaraan bermotor di Bekasi mencapai hampir 1,6 juta unit.

Sebanyak 1,25 juta di antaranya merupakan sepeda motor.

"Ini (pungutan parkir) atas instruksi Pak Wali Kota atas potensi pendapatan dari sektor parkir. Kategorinya parkir onstreet, tidak pakai palang pintu,"  ujar Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Deded Kusmayadi pada 23 Juli 2019.

Deded mengklaim, selama ini warga juga perlu merogoh kocek untuk membayar biaya parkir kendaraan, namun setoran tersebut tak mengalir ke kas pemerintah.

"Sekarang, ditarik atau enggak oleh pemerintah, pengunjung jugamembayar parkir, kepada ormas, RT dan lainnya. Daripada begitu mendingan dimasukkan ke pendapatan (pemerintah)," tutupnya.

Namun, langkah ini bukan tanpa masalah.

Hanya berbekal instruksi Wali Kota, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda menerbitkan surat tugas kepada anggota ormas di Bekasi untuk mengelola dan menarik pungutan parkir dari lahan parkir milik minimarket.

Penunjukan anggota ormas itu tanpa transparansi. Tidak ada proses lelang sama sekali. Itu berarti, anggota ormas yang dimaksud tak punya legitimasi dalam penunjukannya.

“Harus transparan, ada lelang. Enggak bisa (tinggal tunjuk). Itu sudah ada keberpihakan pemkot terhadap pihak-pihak tertentu. Kalau tidak, nanti pemkot bisa dituding korup, karena potensi pendapatan ternyata diberikan kepada pihak lain dengan menguntungkan pihak tertentu," ungkap pakar kebijakan publik dan ekonomi, Ichsanuddin Noorsy kepada Kompas.com, 7 November 2019.

Penunjukan ini pada akhirnya memang bermasalah. Antara Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, perwakilan ormas pengelola parkir, Aan Suhanda, dan pengacara Aan banyak memberikan keterangan yang berbeda versi soal surat tugas penunjukan itu.

Di sisi lain, anggota ormas dan pengusaha minimarket terlibat konflik mengenai “jatah” parkir itu dalam sebuah unjuk rasa di Rawalumbu, 23 Oktober 2019.

Video cekcok ini viral, menampilkan Aan Suhanda bertindak permisif terhadap intimidasi anggota ormas agar pengusaha minimarket sepakat “bekerja sama” dengan mereka perihal jatah parkir itu.

Pada gilirannya, Aan Suhanda dipanggil Polres Metro Bekasi Kota atas dugaan tindak pidana korupsi, 7 November 2019.

Polisi seringkali irit bicara ketika dimintai keterangan mengenai progres pemeriksaan Aan Suhanda dan jajaran.

Penugasan anggota ormas untuk mengelola parkir pun dihentikan mulai November 2019, menyusul konflik tadi yang meresahkan dunia usaha.

Bermasalah dan menimbulkan keresahan dunia usaha, rupanya pendapatan dari sektor pakir on street yang rupanya telah digalakkan sejak awal 2019 itu tak terlalu ignifikan, hanya Rp 1,2 miliar atau 0,03 persen dari target PAD 2019.

Ketua Komisi III Bidang Keuangan DPRD Kota Bekasi, Abdul Muin Hafidz bahkan sampai berencana memanggil pengusaha minimarket guna memperoleh keterangan yang jelas mengenai aliran dana pungutan parkir itu.

Sebab, Aan tak mampu menunjukkan data secara transparan.

"Kami tadi minta data semua, semua yang selama ini dia keluarkan surat penugasan, ada berapa sih kurang lebih minimarketnya? Karena kami ingin mengkalkulasi, kalau Rp 1,2 miliar satu tahun, berapa nih sesungguhnya potensinya? Apakah itu riil atau tidak?" ?" ujar Muin selepas rapat dengan Aan, 20 November 2019.

"Dia (Aan) enggak bisa menyampaikan. Saya bilang, 'kan pasti surat penugasan itu ada kopiannya semua, Pak'. Enggak mungkin mengeluarkan surat penugasan, enggak ada kopiannya," ujar Muin.

Pendapatan dan APBD 2020 diproyeksi melorot

Berangkat dari lemahnya kerja Pemkot Bekasi meraup PAD 2019, anggaran 2020 pun mau tak mau kena imbas. DPRD Kota Bekasi kemungkinan besar bakal mengendurkan target pendapatan pada 2020 nanti.

"Kalau pendapatan daerah kami setting di angka Rp 3 triliun. Kami setting kenaikan dari realisasi pendapatan tahun ini sebesar 20 persen atau sekitar Rp 500 miliar lebih," kata Ketua DRPD Kota Bekasi Chairoman Juwono Putro ditemui wartawan di kantornya, Rabu (27/11/2019).

Juga tahun depan, APBD 2020 Kota Bekasi diproyeksikan hanya Rp 5,8 triliun, melorot Rp 600 miliar dari Rp 6,4 triliun saat disahkan pada 2019.

Angka ini jauh meleset dari perkiraaan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang meyakini bahwa APBD 2020 Kota Bekasi bakal tembus Rp 7 triliun.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengklaim ada banyak alasan PAD 2019 melorot jauh dari target. Salah satunya, kata dia, dari faktor nasional.

"Banyak persolan. Pengaruh juga pertumbuhan ekonomi nasional yang cuma 5 persen.  Kemudian ada beberapa proyek nasional yang menyebabkan, misalnya tiang-tiang reklame yang ada di jalan tol banyak yang hilang," ungkap Tri ditemui wartawan di DPRD Kota Bekasi, Selasa (26/11/2019)

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/28/05582761/bekasi-terseok-seok-kejar-target-pendapatan-2019-yang-gagal-tercapai

Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke