JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat 4 tahun lalu, 14 Januari 2016, suasana riuh terjadi di Jalan MH Thamrin sekitar pusat perbelanjaan Sarinah.
Tak ada yang menyangka bahwa bom akan meledak di Jalan MH Thamrin tepatnya depan gedung Sarinah, Jakarta Pusat.
Padahal, saat itu, semua orang tengah beraktivitas seperti biasa.
Akibat ledakan bom tersebut, delapan orang dinyatakan tewas dan 26 orang lainnya mengalami cidera.
Empat tahun berlalu, aktivitas di kawasan Sarinah sudah mulai berjalan normal kembali.
Jalan MH Thamrin telah dilalui mobil-mobil pribadi, taksi, bus transjakarta, pengendara ojek online, hingga bajaj.
Tak hanya itu, Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia juga dibangun tak jauh dari pusat perbelanjaan Sarinah.
Pusat perbelanjaan Sarinah, restoran cepat saji, hingga kedai kopi Starbucks yang turut terdampak ledakan bom thamrin juga ramai didatangi pengunjung.
Tersangka bom thamrin
Polisi mendeteksi 5 tersangka bom Thamrin, yakni Muhammad Ali, Sugiyo, Dian Juni, Afif alias Sunakin, dan Ahmad Muhazan.
Ahmad Muhazan diduga merupakan tersangka bom bunuh diri yang diledakan di kedai kopi Starbucks tepatnya seberang pusat perbelanjaan Sarinah.
Afif dan Muhammad Ali tewas ditembak polisi di halaman parkir Starbucks.
Sedangkan, Sugito dan Dian Juni ditemukan tewas di dekat pos polisi lalu lintas di depan gedung Sarinah. Keduanya diduga tewas terkena ledakan bom.
Sementara itu, terdakwa kasus terorisme bom thamrin lainnya yakni Aman Abdurrahman telah divonis hukuman mati dalam sidang persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 22 Juni 2018.
Aman diketahui bukan pertama kali terlibat kasus terorisme. Dia pernah terlibat dua kali dalam kasus terorisme.
Pertama, Aman ditangkap setelah bom meledak di rumah kontrakannya di kawasan Cimanggis, Depok pada 21 Maret 2004.
Dalam kasus tersebut, Aman divonis 7 tahun penjara. Setelah mendekam di penjara selama 5 tahun, Aman kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus terorisme.
Aman ditetapkan sebagai tersangka kasus terorisme terkait pendanaan pelatihan militer di perbukitan Jalin Jantho, Aceh. Dia pun divonis 9 tahun penjara. Namun, Aman mendapatkan remisi bebas pada Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2017.
Sehari setelah menghirup udara bebas, Aman kembali ditangkap karena diduga merupakan penggerak ledakan bom di Jalan MH Thamrin. Serangan bom itu disebut terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris, Perancis pada tahun 2015.
Terkait bom Thamrin, Aman divonis hukuman mati pada 22 Juni 2018 karena dia terbukti menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme.
Kesaksian korban bom thamrin
Peristiwa bom Thamrin juga menyisakan luka fisik dan psikis kepada para korban. Salah satunya anggota polisi yang turut menjadi korban ledakan bom Thamrin, yakni Ipda Denny Mahieu.
Saat persidangan Aman Abdurrahman, Denny juga dihadirkan sebagai saksi. Kala itu, pada Februari 2019, Denny mengaku telinga kanannya sudah tidak dapat lagi mendengar.
Bahkan, paha dan tangan kanannya juga mengalami luka parah.
Sementara itu, korban lainnya yang juga turut menjadi korban ledakan yakni John Hansen juga mengalami luka infeksi pada bagian telinga.
Empat tahun berlalu, para korban mulai menerima kenyataan terkait ledakan bom Thamrin. Mereka mulai beraktivitas secara normal dan memaafkan para tersangka bom Thamrin.
"Kami maafkan, cuma hati saya masih tidak menerima. Karena apa? Saya ini tidak berbuat jahat kepada mereka (pelaku)," ujar Denny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
"Orang ditempeleng aja dituntut kok. Saya kena bom, saya maafin orang. Tapi ya sudahlah, namanya sudah terjadi," lanjut dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/14/12502441/hari-ini-empat-tahun-lalu-bom-meledak-di-jalan-mh-thamrin