Salin Artikel

Daan Mogot, Prajurit Muda yang Gugur dalam Pertempuran Lengkong

JAKARTA, KOMPAS.com - Daan Mogot mungkin lebih banyak dikenal orang sebagai nama jalan.

Jalan sepanjang 27,5 km ini membentang dari Grogol, Jakarta Barat hingga Sukarasa, Tangerang.

Namun, tahukah Anda? Di balik nama jalan ini ada sosok seorang pejuang prajurit yang gugur dalam sebuah pertempuran.

Ya, Mayor Daan Mogot namanya. Memiliki nama asli Elias Daniel Mogot dan lahir di Manado pada 28 Desember 1928.

Di usianya yang baru 18 tahun, Daan harus kehilangan nyawanya karena sebuah pertempuran.

Misi melucuti senjata

Pertempuran Lengkong begitulah nama peristiwa tersebut dikenang sesuai lokasi terjadinya pertempuran, yakni di Desa Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang.

Di lokasi inilah sekarang berdiri kompleks perumahan yang cukup berkembang Bumi Serpong Damai (BSD).

Pertempuran berdarah di hari Jumat tanggal 25 Januari 1946 itu awalnya adalah misi melucuti senjata tentara Jepang.

Dipimpin oleh Mayor Daan Mogot yang masih sangat muda, taruna Militer Akademi Tangerang atau Militaire Academie Tangerang (MAT) datang secara damai ke Lengkong.

Dikutip dari arsip Harian Kompas 26 Januari 1996, misi melucuti senjata yang dilakukan Mayor Daan Mogot dan pasukannya karena tak ingin didahului oleh serdadu NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang dikabarkan mulai menguasai Parung pada 24 Januari 1946 dan bergerak ke utara untuk menduduk Lengkong.

Mereka katanya ingin melucuti tentara Jepang. Dan jika ini terjadi, kedudukan Resimen IV di Tangerang dan MAT dikhawatirkan bakal terancam.

Dalam keadaan tak menentu, tanpa menunggu lagi Komandan Resimen IV Letkol Singgih memutuskan akan mendahului tentara NICA melucuti senjata Jepang.

Pelaksana pelucutan ini diserahkan kepada para taruna MAT yang langsung dipimpin Mayor Daan Mogot yang adalah seorang Direktur MAT.

Pertempuran dadakan

Perintah ini tergolong mendadak dan tergesa-gesa, para taruna MAT lalu yang kebetulan berada di tempat dikumpulkan untuk melaksanakan aksi pelucutan.

Ketika itu hanya dua seksi taruna, masing-masing berjumlah 30 orang, yang terkumpul dan ikut berangkat ke markas tentara Jepang.

Mereka berangkat dengan persenjataan seadanya, hanya beberapa karabin terni dan karabin organik yang memiliki daya tembak tidak sebesar senjata laras panjang, beserta beberapa butir peluru.

Selain mereka, Mayor Wibowo dari Kantor Penghubung Tentara di Jakarta, serta Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo dan Lettu Soetopo dari Polisi Tentara ikut dalam rombongan itu.

Mereka membawa pula empat serdadu Inggris berkebangsaan India lengkap dengan seragamnya (versi lain mengatakan delapan serdadu).

Mereka adalah tentara Inggris yang melakukan desersi dan bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat, sekarang TNI).

Sekitar pukul 16.00 WIB, pasukan tiba di markas Jepang yang berada di tengah kebun karet. Rombongan kemudian memasuki kompleks militer tanpa kesulitan.

Kehadiran empat serdadu India meyakinkan Jepang bahwa rombongan ini gabungan TKR dengan Sekutu.

Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan Taruna Alex Sajoeti bersama beberapa tentara memasuki kantor Kapten Abe. Di dalam markas, Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya.

Sementara itu di luar, para taruna di bawah pimpinan Soebianto dan Soetopo tanpa menunggu hasil perundingan langsung melucuti tentara Jepang. Tanpa kesulitan berarti, senjata-senjata Jepang berhasil dikumpulkan dan ditumpuk di sebuah lapangan.

Truk-truk pengangkut senjata sedang memasuki kompleks, namun tiba-tiba terdengar letusan senjata. Salah seorang serdadu India sebelumnya mengambil sebuah senjata dari tumpukan di lapangan.

Dia katanya belum pernah melihat jenis senjata yang dipakai tentara Jepang ini sehingga Ia mengamatinya sambil mengutak-utiknya. Entah mengapa, tiba-tiba saja senjata itu meletus.

Semua menjadi panik. Tentara Jepang menduga mereka terjebak, lalu dengan sigap mulai menembaki para taruna MAT.

Beberapa tentara Jepang lainnya cepat pula mengambil senjata-senjata di lapangan.

Para taruna yang tidak menyangka bakal mengalami kejadian begini berhamburan masuk ke dalam kebun karet di depan lapangan. Mereka mencoba melawan dan melepaskan tembakan pula dengan senjata yang dibawanya.

Akan tetapi mereka mengalami kesulitan menggunakan senjata karabinnya, sebab selama pendidikan yang baru berjalan dua bulan, mereka belum sempat menembakkannya sendiri.

Pertempuran berakhir ketika hari mulai gelap. Mereka yang masih hidup ditawan Jepang. Sementara beberapa di antaranya berhasil melarikan diri.

Mayor Daan Mogot, Subianto Djojohadikusumo, Sudjono Djojohadikusumo, dan dua perwira dari Polisi Tentara serta 33 prajurit tewas dalam pertempuran yang tidak seimbang itu.

Setelah peristiwa Lengkong terjadi, komunikasi dilakukan pihak Indonesia dengan Jepang, dan menghasilkan beberapa kesepakatan.

Kesepakatan itu di antaranya jenazah yang sudah dimakamkan bersama di Lengkong dipindahkan dan dimakamkan dengan upacara resmi di Taman Makam Pahlawan Taruna Tangerang.

Tawanan dibebaskan dan dipulangkan ke Tangerang. Sementara semua persenjataan dan amunisi dikembalikan kepada pihak Indonesia.

Untuk mengenang peristiwa itu, dibangunlah Monumen Palagan Lengkong di Jalan Bukit Golf Utara, BSD City. Letaknya tepat di pinggir jalan sebelah kiri arah menuju Damai Indah Golf.

Sayangnya, monumen ini tersembunyi dan tak ada petunjuk apa pun. Dari luar hanya terlihat tulisan ”Taman Daan Mogot” di depan rumah bekas markas Jepang.

Monumen dibangun membelakangi jalan sehingga tidak tampak dari jalan. Di dinding monumen tercantum sejarah singkat peristiwa Lengkong, juga nama tiga perwira dan 34 taruna Akmil Tangerang yang gugur dalam peristiwa itu.

Pada dinding itu juga diukir lagu ”Pahlawan Lengkong” yang diciptakan pada Maret 1946.

Mengapa senjata Jepang perlu dilucuti?

Mungkin ada yang masih bertanya-tanya mengapa saat itu senjata tentara Jepang perlu dilucuti. Hal ini dilakukan karena Jepamg telah kalah perang.

Tentara yang saat itu masih bertahan di Lengkong sedang menanti pemulangan ke negara asalnya.

Bulan November 1945, Republik Indonesia telah bersepakat dengan Sekutu untuk bersama-sama melucuti senjata tentara Jepang. Tadinya Sekutu berniat melucuti senjata Jepang sendirian.

Tetapi ternyata mereka mengalami kesulitan, karena tentara Jepang banyak yang masih berada di daerah yang dikuasai RI.

Di Lengkong, markas tentara Jepang juga berada di wilayah RI. Resimen IV Tangerang telah beberapa kali meminta senjata-senjata di markas itu untuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat Indonesia, sekarang TNI).

Jepang menolak, karena menurut mereka Sekutu melarangnya, lagipula senjata-senjata itu sudah terdaftar pada pihak Sekutu.

Keadaan menjadi tidak menentu. Pihak Jepang terus bertahan tidak memberikan senjatanya, sementara TKR bersikeras ingin memilikinya sesuai dengan perjanjian RI dengan Sekutu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/29/12563871/daan-mogot-prajurit-muda-yang-gugur-dalam-pertempuran-lengkong

Terkini Lainnya

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke