Salin Artikel

Tahun Lalu Ditolak, Raperda Depok Kota Religius Kini Lolos Masuk Propemperda secara Kontroversial

Kesepakatan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (29/6/2020) itu dikonfirmasi oleh Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Kota Depok, Ikravany Hilman.

"Akhirnya masuk dalam rancangan propemperda (2021)," ujar pria yang akrab disapa Ikra itu saat dihubungi Kompas.com, Rabu kemarin.

Raperda Kota Religius yang dianggap memberi ruang bagi pemerintah mencampuri urusan privat warganya itu sudah diusulkan Pemerintah Kota Depok tahun 2019. Akan tetapi, usulan tersebut mentah sehingga gagal masuk ke tahap pembahasan di DPRD.

Tahun ini, Pemkot Depok menempuh upaya berbeda demi meloloskan raperda kontroversial itu ke parlemen.

Mereka tak lagi mengusulkannya lewat badan musyawarah dewan tetapi melalui disposisi langsung Ketua DPRD Depok, Yusufsyah Putra, pada menit jelang rapat pembahasan semua raperda di Bapemperda, Kamis lalu.

Pimpinan DPRD Kota Depok sejak 2019 adalah kader PKS, partai yang juga menguasai eksekutif di Kota Depok.

Ikravany tak menampik dugaan bahwa mekanisme via disposisi Ketua DPRD Kota Depok itu dilakukan agar Raperda Kota Religius tak mentah untuk kali kedua.

"Nampaknya memang begitu. Mereka mau colong-colongan saja," ujar Ikravany.

Voting dua kali

Ikravany menceritakan proses Raperda Kota Religius itu lolos ke tahap pembahasan di parlemen.

Bapemperda membahas naskah Raperda Kota Religius bersama dengan presenter dari perwakilan Sekretariat Daerah Kota Depok.

Dari hasil paparan dan tanya jawab, sejumlah aspek dalam raperda itu dianggap masih lemah oleh sebagian perwakilan fraksi di Bapemperda.

Akibatnya, pada rapat pengambilan keputusan, Bapemperda pun terpecah dalam hal menyepakati raperda itu dibawa ke Rapat Paripurna.

Gagal musyawarah mufakat, pengambilan keputusan pun dilakukan secara voting.

Dalam voting, skor berkedudukan imbang (6 vs 6) antara perwakilan fraksi yang menyetujui dan menolak Raperda Kota Religius dibawa ke rapat paripurna. Satu perwakilan fraksi absen hari itu.

"Menurut tata tertib DPRD, maka harus voting kedua dalam waktu 1x24 jam," kata Ikravany.

Hari Minggu lalu, voting kedua dilaksanakan dengan perwakilan fraksi lengkap, 13 orang.

Pada voting kedua, 7 perwakilan fraksi, yakni PKS (3), Golkar, PAN, Demokrat-PKB, dan PKB-PSI setuju pembahasan Raperda Kota Depok diboyong ke paripurna.

Enam lainnya, yakni perwakilan fraksi Gerindra (3) dan PDI-P (3) menolak. Skor akhir 7 melawan 6. Dari hasil itu, maka Raperda Kota Religius dibawa ke Paripurna keesokan harinya.

PKB-PSI ubah sikap tapi tak diakomodasi

Menurut Ikravany, kontroversi berawal ketika Fraksi PKB-PSI menganulir persetujuan yang mereka berikan dalam voting hari Minggu.

"Masalah muncul akhirnya di internal mereka sehingga malamnya mereka melakukan konsolidasi internal," ujar dia.

Senin, sebelum paripurna dihelat, badan musyawarah dewan menggelar rapat.

"Dalam rapat itu, anggota fraksi PKB-PSI menyampaikan surat resmi yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris fraksi. Isinya mencabut atau menganulir keputusan voting mereka sendiri yang hari Minggu, dari mendukung jadi menolak," kata Ikravany.

Ia berujar, perdebatan sengit di rapat badan musyawarah, tetapi buntu. Badan musyawarah memutuskan untuk membawa Raperda Kota Religius ke paripurna, termasuk surat dari fraksi PKB-PSI untuk diputuskan.

Di Paripurna, lanjut Ikravany, kontroversi mencuat.

"Ada upaya yang dimulai dan diamini pimpinan DPRD, bahwa surat itu dibacakan tetapi tidak bisa mengubah hasil. Ini problematik, artinya tidak diakui hak Fraksi PKB-PSI untuk mengubah keputusan politiknya sendiri," ujar dia.

"Padahal kan yang dia (Fraksi PKB-PSI) tarik bukan keputusan 13 orang, tapi keputusannya dia sendiri. Itu kan haknya PKB-PSI. Kedua, tidak ada satupun produk alat kelengkapan dewan yang bersifat final sebelum masuk ke paripurna. Sebelum diputuskan oleh paripurna, ya apapun bisa terjadi karena masih bersifat rancangan," tambah Ikravany.

Ia mempertanyakan langkah pimpinan DPRD tak mengakomodasi perubahan sikap Fraksi PKB-PSI yang telah dilayangkan melalui surat resmi.

Padahal, perubahan sikap itu sangat menentukan nasib Raperda Kota Religius. Jika sikap Fraksi PKB-PSI diakomodasi, di atas kertas Raperda Kota Religius gagal lolos ke parlemen.

Pasalnya, apabila dilakukan rekapitulasi ulang, maka lebih banyak perwakilan fraksi yang menolak (7) dibandingkan yang setuju (6) raperda itu dibahas di DPRD.

Ikravany menduga ada muatan politis di balik insiden itu dari partai-partai yang setuju meloloskan raperda tersebut.

"Bahkan kemudian tendensi terakhir itu mau voting. Lho bagaimana? Hak Fraksi PKB-PSI untuk menentukan nasibnya sendiri, kok divoting sama orang lain? Kan lucu," ujarnya.

"Mereka sudah tahu kalau ini direkapitulasi ulang, ya mereka akan kalah. Tapi kan memang begitu prosesnya seharusnya. Akhirnya proses di paripurna bukan lagi proses perdebatan dan diskusi berdasarkan aturan dan tata tertib, melainkan, saya kira, menang-menangan," tambah Ikravany.

Dengan lolosnya Raperda Kota Religius ke tingkat pembahasan, maka pemerintah akan menggelontorkan dana untuk menggodok raperda kontroversial itu tahun depan, mulai dari mempersiapkan naskah akademik, membentuk panitia khusus, dan sebagainya.

Kompas.com mencoba menghubungi Ketua DPRD Kota Depok Yusufsyah Putra untuk meminta konfirmasi sejak kemarin. Namun belum ada tanggapan dari yang bersangkutan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/02/06020321/tahun-lalu-ditolak-raperda-depok-kota-religius-kini-lolos-masuk

Terkini Lainnya

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke