Sebagai informasi, sedikitnya 1.000 orang ditahan Polda Metro Jaya dalam demonstrasi tolak UU Cipta Kerja yang berujung bentrok antara demonstran dengan aparat.
"Ombudsman meminta polisi tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada oknum pengunjuk rasa atau tersangka tanpa didampingi oleh penasihat hukum yang ditunjuk, sebagaimana hak tersangka yang diatur dalam KUHAP," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho melalui keterangan resminya, Jumat (9/10/2020).
"Kemudian, menghindari penahanan dengan mempertimbangkan situasi pandemi dan pertimbangkan obyektif penyidik, khususnya terkait dengan pasal yang disangkakan," lanjutnya.
Sorotan Ombudsman berbanding terbalik dengan fakta di lapangan, di mana laporan kekerasan dan penangkapan tanpa surat oleh aparat muncul di berbagai tempat, termasuk saat demonstrasi di Jakarta.
Bahkan, sejumlah jurnalis yang tengah meliput aksi demonstrasi turut ditangkap sepihak dan dianiaya, selain juga beberapa demonstran lain.
Hingga kemarin, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut telah menerima sedikitnya 1.500 aduan kekerasan oleh aparat.
KontraS, juga beberapa pengacara publik yang bernaung di bawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengaku dihalangi saat hendak memberi akses pendampingan terhadap korban penangkapan sepihak oleh polisi.
Di luar itu, Ombudsman menyoroti soal pendekatan represif yang kerap dipakai aparat dalam menangani demonstran.
"Dalam hal terjadi chaos, Ombudsman Jakarta Raya meminta untuk dirumuskan cara bertindak yang sesuai dengan prinsip proporsional dengan tetap memberikan jaminan tidak adanya kekerasan," ujar Teguh.
"Pelaksanaan tugas tetap mengaju kepada penerapan prinsip dan standar HAM bagi kepolisian," tambahnya.
Ombudsman Jakarta Raya membuka laporan dugaan maladministrasi terkait dengan penanganan pengaduan demonstrasi melalui WhatsApp Center 0811-985-3737.
"Seluruh elemen masyarakat dapat menyampaikan laporan kepada Ombudsman RI Jakarta Raya jika mengetahui adanya penyimpangan, pelanggaran, dan atau bentuk maladministrasi selama pengamanan dan penanganan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja saat ini di wilayah hukum Polda Metro Jaya," tambahnya.
Kepolisian mengamankan sebanyak 1.192 orang yang terlibat dalam kericuhan saat unjuk rasa tolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Jakarta, Kamis kemarin.
Polisi menyebut sejumlah orang yang diamankan itu umumnya merupakan pelajar STM.
"Bukan buruh yang ingin menyuarakan pendapat. Tapi, ada kelompok-kelompok sendiri yang datang untuk rusuh, didominasi oleh anak-anak STM," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Polisi telah memeriksa ponsel dari mereka yang diamankan dan mendapatkan adanya isi pesan undangan untuk ikut unjuk rasa.
Bahkan, mereka difasilitasi untuk penyewaan bus hingga tiket kereta untuk mengikuti unjuk rasa di sekitar Gedung DPR hingga Istana Merdeka, Jakarta.
"Mereka tidak tahu UU Cipta Kerja. Mereka tahu ada undangan untuk datang, disiapkan tiket kereta api, disiapkan truk, disiapkan bus, kemudian akan ada uang makan untuk mereka semua. Ini yang dia tahu," kata Yusri.
Saat ini polisi masih mendalami keterangan mereka untuk mengetahui siapa orang yang membuat dan mengirimkan undangan aksi unjuk rasa itu.
"Ini yang kita dalami semuanya. Tentunya kita lakukan pemeriksaan dengan protokol kesehatan," kata Yusri.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/10/07372691/ombudsman-minta-polisi-tak-tahan-pedemo-yang-ditangkap-karena-pandemi