Salin Artikel

Pelajar Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, KPAI Minta Pemda Tak Hilangkan Hak Pendidikannya

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta dinas pendidikan di daerah tak menghilangkan hak pendidikan anak yang ikut demo penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.

Pernyataan KPAI merespons adanya laporan aduan ancaman dari Depok dan Palembang terkait pemberian sanksi oleh Dinas Pendidikan pada anak-anak yang melakukan aksi demo UU Cipta Kerja, seperti akan di-drop out (DO) atau dikeluarkan, mutasi ke pendidikan paket C, dan mutasi ke sekolah pinggiran kota.

"KPAI menyayangkan narasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan yang dimuat salah satu media yang mengancam anak-anak peserta aksi untuk dikeluarkan dari sekolah dan sebagai gantinya mengikuti pendidikan kesetaraan atau paket C dan diminta sekolah di pinggiran Sumatera Selatan, artinya ada ancaman hak atas pendidikan formal terutama di sekolah negeri,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (14/10/2020) malam.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Riza Fahlevi kepada awak media juga mengatakan, seluruh aktivitas belajar saat ini masih tetap dilakukan di rumah karena pandemi Covid-19.

Namun, para pelajar tersebut memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar rumah dan ikut dalam rombongan massa aksi demo.

Sementara itu, Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi juga mengatakan kepada awak media, akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah jika ada pelajar yang ikut aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law, apalagi anarkistis.

"Padahal anak-anak yang tidak melakukan tindak pidana saat demo, apalagi bagi anak-anak yang diamankan sebelum mengikuti aksi demo, tidak seharusnya diancam sanksi atau dihukum oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan, hak atas pendidikan anak-anak tersebut tetap harus dipenuhi pemerintah daerah dan Negara wajib memenuhinya sesuai dengan amanat Konstitusi RI,” ujar Retno.

KPAI memahami Dinas Pendidikan yang mengeluarkan larangan demo bagi para pelajar bermaksud baik, yaitu mencegah anak menjadi korban jika demo berlangsung ricuh sementara mereka berada dalam kerumunan massa.

Retno menyebutkan, niat baik tersebut tentu perlu diapresiasi, namun bentuknya seharusnya imbauan kepada seluruh guru.

Guru bisa diimbau untuk berkoordinasi dengan para orangtua peserta didiknya agar bisa bekerjasama memberikan pengertian anak-anaknya tentang potensi bahaya ketika anak-anak mengikuti aksi demo.

“Karena kerumunan massa yang berpotensi adanya provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” kata Retno.

Pelibatan orangtua

Menurut Retno, pelibatan orangtua dan guru dalam memberikan pemahaman melalui dialog sehat sangat penting.

Pelibatan penting karena mengingat saat ini anak-anak masih belajar dari rumah, jadi peran keluarga sangat kuat.

“Mengimbau agar anak-anak tidak aksi demo atas nama keamanan dan keselatan anak-anak bisa dilakukan sebagai pencegahan, namun melarang dengan menyertakan hukuman jika dilanggar akan diberi sanksi bukan kebijakan yang tepat dan berpotensi melanggar peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,” tambah Retno.

Retno menambahkan, hak mengeluarkan pendapat bagi seluruh warga Negara, termasuk anak-anak di jamin oleh konstitusi RI dan hak anak untuk berpartisipasi juga dilindungi UU Perlindungan Anak.

“Jika Sekolah dan Dinas Pendidikan hendak melakukan pembinaan terhadap anak-anak yang mengikuti aksi demo, maka lakukan koordinasi dengan melibatkan orangtua, wali kelas dan guru Bimbingan Konseling, bukan dengan hukuman di keluarkan dari sekolah sehingga anak kehilangan hak atas pendidikan karena tidak ada sekolah lain yang bersedia menerima anak-anak tersebut. Padahal Hak Atas Pendidikan adalah hak asasi dasar yang harus dipenuhi Negara dalam keadaan apa pun,” urai Retno.

Seperti diketahui, demonstrasi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja juga diikuti oleh para pelajar.

Pelajar yang ikut berasal dari tingkat SD hingga menengah atas baik maupun SMK.

Dalam catatan Kompas.com, polisi beberapa kali menangkap pelajar-pelajar STM saat menggelar razia demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Sebanyak 1.377 orang ditangkap polisi imbas dari demo tolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang berujung ricuh di Jakarta, Selasa (13/10/2020).

"Dari 1.377 (anak), dievaluasi 75-80 persen adalah anak-anak sekolah. Bahkan ada 5 anak SD yang umurnya sekitar 10 tahun," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Rabu (14/10/2020).

Yusri menjelaskan, jumlah pelajar yang diamankan setidaknya ada 900 orang.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/14/22491671/pelajar-ikut-demo-tolak-uu-cipta-kerja-kpai-minta-pemda-tak-hilangkan-hak

Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke