Direktur Utama RSUD Cengkareng Bambang Suheri menjelaskan, pasien Tn. M masuk ke RSUD Cengkareng pada 17 Oktober 2020, dengan status suspect Covid-19.
Ia merupakan pasien rujukan dari RS Tugu Koja, Jakarta Utara. Tn M dirujuk karena membutuhkan ruang ICU yang tersedia di RSUD Cengkareng.
Ketika itu, hasil swab test Tn. M belum keluar, namun bergejala Covid-19.
"Tanggal 21 Oktober 2020, hasil swab keluar positif," ujar Bambang Suheri dalam pesan singkat, Kamis (22/10/2020).
Pada Selasa (20/10/2020), keluarga meminta agar pasien dapat dibawa pulang. Namun, pihak rumah sakit tidak mengizinkan sebab pasien sedang dirawat di ICU dengan kondisi sesak.
Kemudian pada Rabu (21/10/2020), keluarga pasien datang dengan membawa massa ormas ke rumah sakit.
Bahkan, massa juga membawa satu ambulans untuk menjemput pasien.
Massa itu datang atas permintaan keluarga pasien, yang tidak terima kerabatnya dirawat di ruang perawatan Covid-19.
Mereka meminta RSUD Cengkareng memulangkan pasien tersebut.
"Keluarga pasien datang kembali dengan membawa massa ormas yang cukup banyak dan membawa ambulance untuk menjemput pasien," ujar Bambang.
Pihak RSUD Cengkareng segera berkoordinasi dengan Polsek Cengkareng terkait masalah ini.
Meski telah menjelaskan risiko bila pasien dipulangkan, keluarga tetap bersikeras.
Akhirnya, pihak rumah sakit mengizinkan pasien untuk dibawa pulang sebab mempertimbangkan faktor ketertiban dan keamanan.
Penjelasan polisi
Polsek Cengkareng sebelumnya menengahi masalah tersebut. Kapolsek Cengkareng Kompol Fery Hutagaol meminta agar massa tenang dan tidak bertindak anarkistis di rumah sakit yang khusus menangani pasien Covid-19.
"Kami melakukan mediasi bersama pihak rumah sakit dan keluarga pasien untuk mencapai kesepakatan," ujar Fery.
Dia mengatakan, pasien kemudian dipulangkan ke rumah berdasarkan surat pernyataan yang disepakati kedua belah pihak.
Salah satu perwakilan keluarga pasien, Rozak, mengatakan, pasien yang merupakan kakaknya itu diharuskan untuk dirawat di RSUD Cengkareng.
Namun pasien itu non-reaktif Covid-19 dan masih menunggu hasil tes usap keluar.
"Hasil tes cepat non-reaktif dan hasil tes usap belum keluar. Tapi anggota keluarga saya malah dirujuk ke sini dan diminta tanda tangan untuk persetujuan," ujar Rozak.
Rozak mengatakan, kakaknya dirawat di RSUD Koja karena memiliki penyakit infeksi paru. Namun pukul 02.00 WIB, kakaknya itu diminta dipindahkan ke RSUD Cengkareng.
Pihak keluarga hanya diberi waktu 30 menit untuk menyepakati perpindahan itu.
"Kami dipaksa tanda tangan. Kalau tidak tanda tangan tengah malam itu juga oksigen kakak saya dilepaskan," kata Rozak.
Karena panik, perwakilan keluarga terpaksa menyepakati rujukan tersebut. Namun setelah dibawa ke RSUD Cengkareng, pasien ternyata dimasukkan ke ruang khusus Covid-19.
Pihak keluarga menyatakan tidak terima, karena hasil laboratorium belum dapat membuktikan hal itu.
Mereka mengkhawatirkan kondisi Muhammad yang semakin parah jika dirawat di ruang khusus Covid-19, dan mengganggu kejiwaannya.
Hal itu disebabkan rumah keluarga pasien ada di Jakarta Utara dan keluarga dilarang menjenguk, sehingga pihak keluarga menginginkan pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Aturan perda
Warga DKI Jakarta yang dinyatakan positif Covid-19 wajib melaksanakan isolasi mandiri yang telah ditentukan.
Apabila pasien Covid-19 menolak untuk diisolasi mandiri, maka petugas kesehatan bisa menjemput paksa pasien tersebut.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Penanggulangan Covid-19 yang baru disahkan dalam rapat paripurna di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (19/10/2020).
"Setiap orang yang tidak melaksanakan isolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f dikenakan upaya paksa untuk ditempatkan pada lokasi isolasi yang ditentukan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat provinsi," bunyi Pasal 9 Ayat 2 seperti dikutip Kompas.com.
Jika pasien melarikan diri dari tempat isolasi mandiri, maka mereka bisa dikenakan denda administratif maksimal Rp 5 juta.
"Setiap orang terkonfirmasi Covid-19 yang dengan sengaja meninggalkan fasilitas isolasi atau fasilitas kesehatan tanpa izin petugas, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5 juta," bunyi Pasal 32.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/22/11314921/penjelasan-dirut-rsud-cengkareng-insiden-massa-jemput-paksa-pasien