Salin Artikel

Kisah PKL di Jalan Wahid Hasyim, Puluhan Tahun Setia Jajakan Kardus Bekas

JAKARTA, KOMPAS.com - Ibu Kota menyimpan sejuta cerita. Kisah-kisah perjuangan warganya tak pernah padam. Segala upaya dilakukan untuk bertahan, menyambung hidup.

Misalnya seperti yang Kompas.com rekam di pinggir Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di sepanjang trotoar jalan, berdiri puluhan tenda berisi tumpukan kardus bekas.

Kardus-kardus itu disusun sedemikian rupa, sehingga terlihat mencolok bagi pengguna jalan. Ada yang terlipat, ada pula yang sudah berbentuk kotak.

Kawasan ini memang terkenal sebagai salah satu lokasi pedagang kaki lima mengais rezeki, utamanya menjajakan kardus bekas.

Meski sering kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP, namun aktivitas jual-beli kardus ini tetap eksis sejak puluhan tahun lalu. Para pedagang terlihat menggelar lapaknya di bawah tenda.

Salah satu pedagangnya adalah Ani. Wanita berusia 39 tahun ini duduk menunggu pembeli di depan tumpukan kardus jualannya.

Ia sesekali membenahi kardus-kardus yang tertiup angin. Ani berkisah, awalnya ia datang ke Jakarta bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kemudian pekerjaan apa pun ia lakoni.

"Sudah di Jakarta dari tahun 1998. Awalnya saya pekerja perumahan, PRT," kata Ani

Setelah itu dia beralih profesi dengan berjualan makanan dengan menggunakan gerobak.

Akan tetapi pekerjaan ini hanya ia lakukan sebentar, sebab Ani mengaku tak sanggup bila harus mendorong gerobaknya menjauh apabila ada razia Satpol PP.

Setelah menikah, ia lalu beralih menjajakan kardus bekas di pinggir Jalan Wahid Hasyim pada awal tahun 2000.

Ani diajak oleh salah satu saudaranya, yang telah lebih dulu melakoni profesi ini. Saat itu, lokasi di sepanjang jalan telah ramai dijejali oleh pedagang kardus.

Ani beralasan, meski sama-sama berjualan di pinggir jalan dan rawan terkena razia, namun berjualan kardus lebih memudahkannya saat memindahkan barang dagangan.

"Capek sebenernya, barangnya suka dibawain (sama Satpol PP). Tapi mau gimana lagi, kalau kita bisa selametin, kita selametin (kardus)," tutur dia.

Meski sering terkena razia, Ani enggan alih profesi atau memindahkan barang dagangannya ke lokasi lain.

Dia berujar, lokasi yang ditempati sekarang merupakan area strategis. Sebab banyak perkantoran yang membutuhkan kardus, baik baru maupun bekas dengan harga miring untuk menyimpan atau mengirim barang.

Selain itu, area ini juga dekat dengan perusahaan-perusahaan pengiriman barang.

Bukan sekadar kardus bekas

Ani menuturkan, barang yang ia jual bukan sekadar kardus bekas. Meski berjualan di pinggir jalan, dia memastikan bahwa kardus-kardus itu dalam kondisi prima.

Tak hanya itu, dia juga menjual kardus baru kepada pelanggan.

Profesi ini ia lakoni dengan senang hati. Setiap hari, Ani rata-rata mampu menjual hingga 150 kardus, baik bekas maupun baru.

Harga tiap kardusnya pun beragam, mulai dari Rp 15.000 untuk kardus bekas rokok hingga Rp 40.000 untuk kardus bekas kulkas.

Bukan hanya Ani yang menggantungkan rezeki dari penjualan kardus bekas. Rizal, yang juga pedagang kardus, pun berharap mendapatkan untung dari dagangannya.

Pemuda 31 tahun tersebut mengaku berjualan kardus lantaran orangtuanya menggeluti profesi serupa.

"Saya bantu doang sih sebenarnya. Awalnya dari orangtua saya dulu, sudah berjualan kira-kira sudah 20 tahunan," kata Rizal.

Menurut dia, untung dari berjualan kardus bisa dibilang cukup besar. Dalam satu hari Rizal bisa menjual hingga 300 buah kardus dengaan harga bervariasi. yakni antara Rp 12.000-Rp 45.000.

Omzetnya bisa mencapai Rp 1 juta per hari. Setiap kardus dagangannya, ia hanya mengambil untung sekitar Rp 3.000.

Setiap kardus yang datang ia sortir, karena tidak semua kardus datang dalam kondisi baik. Rizal mengaku mendapatkan barang dagangannya dari Tangerang.

"Ini kardusnya pilihan semua, dari pabriknya. Kalau yang bekas, yang masih bisa dipakai," ucap Rizal.

Banyak suka-duka yang ia ceritakan saat meneruskan usaha orangtuanya ini.

Rizal menceritakan, ia pernah mendapatkan pesanan hingga 2.000 buah kardus yang ia dapatkan dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi di Pulogadung.

Meski sering mendapatkan pesanan dalam jumlah besar, namun ia masih melayani penjualan eceran.

Dampak pandemi

Pandemi tentu berdampak pada setiap sektor baik kesehatan maupun ekonomi, tak terkecuali bagi Ani.

Omzet dagangannya perlahan mulai berkurang saat virus Covid-19 merebak di Indonesia. Situasi ini diperparah dengan perkantoran yang mulai mempekerjakan karyawannya dari rumah. Hal ini otomatis memengaruhi pendapatannya.

"Waktu normal sehari bisa sampai 150 buah. Sekarang pas Corona jualannya bisa di bawah 50 buah," tutur Ani.

Rizal juga mengatakan demikian. Dia yang biasanya bisa menjual ratusan buah tiap harinya, kini hanya bisa memasarkan paling banyak 100 buah kardus.

Rizal berharap, pandemi segera berlalu dan tetap dapat berdagang di lokasi ini.

Setelah dua dekade menggelar lapaknya, kini Ani hanya berharap agar usahanya masih berlanjut. Dia ingin melihat anak-anaknya dapat bersekolah tinggi.

Melalui usahanya dalam berdagang kardus, anak tertuanya kini berhasil mengenyam pendidikan tinggi di sebuah kampus swasta di Kota Solo.

"Penginnya dagangnya sampai anak kita kerja lah, penginnya aman-aman saja," ucap dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/30/15225111/kisah-pkl-di-jalan-wahid-hasyim-puluhan-tahun-setia-jajakan-kardus-bekas

Terkini Lainnya

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke