"Iya, semuanya terburu-buru. Semuanya itu ingin Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) senang. Pak Jokowi itu mendorong ada riset-riset, ada inovasi," ucap Pandu kepada Kompas.com, Selasa (26/1/2021).
"Jadi semua kementerian itu berlomba-lomba menghasilkan sesuatu yang sebenarnya yang dihasilkan itu seringkali menabrak prosedur-prosedur kehati-hatian dan tidak memikirkan segala konsekuensinya karena tidak sempurna," lanjut dia.
Pandu menuturkan, alat tersebut seharusnya disempurnakan terlebih dahulu, baru bisa dipakai secara luas.
Saat ini, Pandu menyebutkan, GeNose C19 masih dalam tahap eksperimental.
Dia pun mengingatkan agar pemerintah mengambil keputusan dengan hati-hati dan tidak menabrak prosedur.
Dengan demikian, masyarakat bisa yakin apakah keputusan yang telah diambil aman dan efektif.
"Jadi ini kan kalau menteri sudah ngomong, seakan-akan valid. Menurut saya sih enggak bisa, publikasinya saja belum ada. Jadi mereka harus open. Uji coba itu harusnya disebarkan ke masyarakat luas," tutur Pandu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya mengatakan, GeNose C19 akan digunakan mulai 5 Februari 2021.
Tak hanya stasiun, Budi menyebutkan, alat ini juga akan digunakan di terminal. Namun pengecekan di terminal akan dilakukan secara random.
"Sedangkan angkutan bus tidak wajib, tapi akan dilakukan pengecekan secara random menggunakan GeNose C19 mulai 5 Februari 2021, yang akan dimulai dari Pulau Jawa terlebih dahulu," ucap Budi dalam keterangan tertulis, Minggu (24/1/2021).
Keputusan untuk menggunakan GeNose C19 pada moda transportasi kereta api dan bus karena harga tiket para rute tertentu lebih murah daripada pengecekan tes Covid-19 melalui rapid test antigen maupun PCR test.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/26/20230501/soal-penggunaan-genose-di-stasiun-epidemiolog-terburu-buru-semuanya-ingin