JAKARTA, KOMPAS.com - Masjid Istiqlal tak bisa dilepaskan dengan makna kemerdekaan. Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti kemerdekaan dalam bahasa Indonesia.
Dalam buku yang ditulis Solichin Salam berjudul "Masjid Istiqlal Sebuah Monumen Kemerdekaan", sebelum Indonesia merdeka, tepatnya di masa pemerintahan Kolonial Belanda, umat Islam di Jakarta memiliki harapan untuk bisa membangun sebuah masjid agung di tengah-tengah kota Batavia.
"Karena di waktu itu pada umumnya masjid-masjid hanya terdapat di kampung-kampung, dan itupun berbentuk kecil serta sangat sederhana," tulis Solichin.
Tidak ada satupun masjid yang dinilai berada di tempat strategis di tengah kota Batavia. Namun, angan-angan tersebut hanya sekadar menjadi angan-angan belaka.
Pemerintahan Hindia Belanda tidak memberikan kesempatan berdirinya sebuah sebuah masjid di tengah-tengah kota Batavia.
Beralih pada masa pemerintahan Jepang menduduki kota Batavia, beberapa tokoh umat Islam sempat berharap agar angan-angan pembangunan masjid agung bisa terwujud.
"Sekitar tahun 1944, beberapa ulama dan tokoh Islam berkumpul di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi 56 Gedung Perintis Kemerdekaan) Jakarta," tulis Solichin.
Para tokoh Islam mengajak Soekarno yang dikenal sebagai tokoh pergerakan pribumi saat itu mendirikan sebuah masjid agung yang bisa menampung banyak jamaah di tengah kota Jakarta.
Meski belum merdeka, Soekarno merasa ide tersebut perlu untuk diwujudkan. Namun, ada keinginan Soekarno yang akhirnya harus membuat rencana tersebut tertunda
Sebab, Soekarno meminta agar ide masjid besar tersebut tidak hanya didirikan menggunakan kayu dan genteng yang mudah roboh dan lapuk, tetapi dibangun dengan arsitektur megah menggunakan besi dan beton agar terlihat gagah dan tahan selama ratusan tahun.
"Ide Bung Karno ini baik sekali, akan tetapi sulit dilaksanakan, karena selain masih dalam masa penjajahan, juga kemampuan umat Islam sendiri tidak memungkinkan."
Ide pembangunan masjid agung kemudian kembali tertunda, pertemuan berakhir hanya di sebuah kertas catatan, tanpa ada rencana pembangunan masjid agung yang diinginkan umat Islam Jakarta.
Harapan setelah kemerdekaan
Berselang setahun dari perbincangan tokoh-tokoh Islam dengan Soekarno, kemerdekaan Republik Indonesia resmi diproklamasikan. Angan-angan berdirinya masjid agung di tengah kota Jakarta kembali dimunculkan.
Ide membangun masjid agung tersebut kembali dibicarakan lima tahun setelah kemerdekaan, tepatnya di tahun 1950.
Ide kembali diangkat oleh Menteri Agama saat itu KH Wahid Hasyim yang saat ini dikenal sebagai ayah dari Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid.
Bersama 300 tokoh Islam lainnya di Gedung Pertemuan Umum Deca Park, ide pembangunan masjid Istiqlal tersebut menemui titik terang.
Pertemuan yang dipimpin Taufiqurahman tersebut kemudian memilih nama Masjid Agung dengan nama Masjid Istiqlal yang berarti Masjid Kemerdekaan.
Pertemuan tersebut sekaligus membentuk sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Masjid Istiqlal untuk mewujudkan Masjid Agung Istiqlal menjadi nyata.
"Maka ide tersebut direstui dan dibantu sepenuhnya oleh Bung Karno, Presiden RI yang pertama. Maka Yayasan Masjid Istiqlal disahkan berdirinya di depan notaris Elisa Pondaag pada tanggal 7 Desember 1954," tulis Solichin.
Tema ketuhanan di balik terpilihnya Friedrich Silaban sebagai arsitek Masjid Istiqlal
Setelah Yayasan Masjid Istiqlal resmi mendapat akta notaris dan diberikan lampu hijau oleh Soekarno, dibentuk pengurus harian yang mulai bergerak untuk merancang pembangunan Masjid Istiqlal.
Adapun Anwar Tjokroaminoto ditunjuk sebagai Ketua Umum, Sjarifuddin Prawiranegara sebagai Ketua I, HAMKA sebagai ketua II, Sekretaris Umum Moh Hasmoeni, Sekretaris I Moh Choerasanie, Sekretaris II Ghozali Ismail, Bendahara I: Abd Manaf, Bendahara II Ali Sasmitaatmadja.
Dua bulan berjalan setelah pengurus Yayasan Masjid Istiqlal terbentuk tepatnya pada 22 Februari 1955, pengurus yayasan menggelar sayembara rancangan bangunan Masjid Istiqlal ke seluruh surat kabar yang ada saat itu.
Dewan juri dari sayembara itu langsung diketuai oleh Soekarno, bersama Djuanda, Soosseno, Soewandhi, Hamka, Soeratmoko,Ukar Bratakusumah, Abu Bakar, dan Oemar Amin Hoesin.
Setelah penutupan sayembara pada 30 Mei 1955, terdapat 27 gambar rancangan pembangunan masjid Istiqlal yang diterima panitia sayembara, 5 di antaranya dinilai tidak memenuhi syarat.
Setelah mengadakan rapat beberapa kali di Istana Bogor, 5 Juli 1955 ditetapkan tiga orang pemenang dalam sayembara tersebut.
Pemenang ketiga adalah Groenewegen cs dengan tema gambar yang diangkat menggunakan kata "Salam".
Pemenang kedua adalah R Utoyo, gambar dengan tema "Istigfar" tersebut berada di bawah posisi pertama milik Fredrich Silaban.
Sedangkan Fredrich Silaban sendiri menjadi juara utama dalam sayembara dan terpilih menjadi arsitek yang menukangi pembangunan masjid terbesar di Indonesia dengan tema "Ketuhanan".
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/22/07255621/masjid-istiqlal-harapan-umat-islam-yang-terwujud-setelah-kemerdekaan
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan