Salin Artikel

Kisah Pak Kentir, Setiap Hari Berenang di Sungai Ciliwung Cari Sampah dan Rongsokan

JAKARTA, KOMPAS.com - Tangan Suparno (69) mengaduk-ngaduk aliran Sungai Ciliwung pada Jumat (12/3/2021) sore. Ia mengambil sejumput barang dari dasar Sungai Ciliwung. Di depannya ada pelampung dengan karung penuh sampah dan rongsokan di atasnya.

Suparno sudah melabuhkan pelampung yang berbentuk seperti perahu yang terbuat dari sterofoam bekas pembungkus kulkas. Ukurannya sekitar satu meter dikali setengah meter. Dengan pelampungnya, itu setiap hari mengais rezeki dari Sungai Ciliwung yang keruh.

"Setiap pagi mulai jam 8 pagi naik bajaj (ke Cawang)," ujar pria yang sehari-hari dipanggil dengan sebutan Pak Kentir oleh warga sekitar Jalan Manggarai Selatan itu.

Pak Kentir sudah bergantung kepada sungai sejak tahun 1989. Biasanya ia mencari sampah dan rongsokan di Sungai Ciliwung. Bahkan, ia pernah berenang di Sungai Ciliwung dari Cawang, Kalibata, dan Pasar Minggu.

"Pernah di Pulo Gadung, Kali Sunter. Pernah juga cari di Mampang Prapatan, Pondok Karya di Komplek Polri," ujar Pak Kentir.

Tiga tahun Pak Kentir tinggal di pinggir Jalan Manggarai Selatan. Ia hanya tidur di gerobak.

Banyak hal yang ditemukan Pak Kentir selama memungut barang rongsok di Sungai Ciliwung.

"Pernah nemu perak, emas," ujarnya.

Bagi Pak Kentir, perhiasan yang ditemukan itu adalah rejeki baginya. Mulai dari kalung hingga cincin kawin, pernah ia temukan. Namun, temuan seperti itu tidak tentu.

"Kalau nemu (perhiasan) sih namanya milik, rejeki. Udah lama sih (nemu perhiasan). Waktu habis banjir gede, tahun 2007," kata Pak Kentir.

Jika menemukan perhiasan, Pak Kentir biasanya langsung menjualnya. Bahkan, ia pernah menemukan emas seberat dua gram. 

Selain emas dan barang rongsok, seperti besi, seng, botol plastik minuman, tak jarang ia juga menemukan mayat manusia.

"Kalau mayat sih sering namanya kali, kali gede," tambah Pak Kentir.

Meski begitu, hal tersebut tak membuatnya takut. Walupun tak jarang kakinya harus terluka karena terkena pecahan benda tajam seperti seng, beling atau paku.

Pak Kentir mengaku tak mampu bila harus mengais rejeki di jalan karena kemampuan penglihatannya yang sudah terbatas. Selain itu, risiko untuk tekena beling dan paku bila mengumpulkan barang bekas dan sampah di kampung-kampung lebih besar dibandingkan di sungai.

"Namanya di kali, Mas. Nyarinya di lumpur. Terus kadang-kadang kena beling, seng, kena paku," ujar Pak Kentir.

Kerja keras dan hidup sebatang kara di ibu kota

Sembari duduk di samping gerobaknya yang terparkir di pinggir Jalan Manggarai Selatan, Pak Kentir bercerita bahwa dirinya telah merantau ke Jakarta sejak 1967. Awalnya, ia tinggal di desa Gudo, Jombang, Jawa Timur.

"Waktu itu ke sini (Jakarta) tahun 1967 abis G 30 S, takut sendiri. Masalahnya saya waktu itu kan (aktif) kesenian, itu dibilangnya PKI. Dulu ikut sempet ikut kesenian ludruk, di Jombang kan khasnya Ludruk," kata Pak Kentir.

Tahun 1987 pun menjadi tahun yang monumental bagi Pak Kentir. Istrinya meninggal dunia. Sementara itu, anak bontotnya masih bayi.

"Saya waktu itu saya lagi stres, mikirin anak, bini ga ada. Gini (cari sampah di sungai) ngikut temen," kata Pak Kentir.

Awalnya ia mencari barang-barang rongsok di Jakarta sejak tahun 1987. Pak Kentir diajak teman-temannya untuk mencari barang-barang rongsokan dan sampah. Pekerjaan yang jauh dari idaman para remaja ibu kota itu Pak Kentir jalani dengan penuh semangat.

"Yang penting saya ga melanggar hukum. Apalagi waktu itu anak-anak masih kecil-kecil semua. Yang satu kelas dua SD, satu TK, satu masih orok. Coba?," ujar Pak Kentir.

Periode tahun 1987-2004 adalah tahun-tahun kerja keras bagi Pak Kentir. Setiap subuh ia sudah keluar dari peraduannya untuk mencari barang-barang rongsok.

"Tahun 1987-2004 nyarinya mati-matian. Berangkat subuh, pulang dini hari. Abis itu timbang, abis makan, tidur. Ga dapat duit pulang," tambah Pak Kentir.

Penghasilan Pak Kentir tak tentu setiap harinya. Paling banyak Pak Kentir mendapatkan Rp 70.000. Setiap hari, uang sebesar Rp 20.000 harus ia sisihkan untuk membayar ongkos bajaj dari Manggarai Selatan ke Cawang.

Di usia senjanya, Pak Kentir akan terus semangat mencari nafkah. Sebagai seorang bapak, ia akan berusaha mandiri. Meskipun anak-anaknya sudah berkarir sukses. Pak Kentir mengaku dua anaknya bekerja sebagai pegawai negeri dan satu lagi bekerja di dealer kendaraan.

Bekerja bagi Pak Kentir lebih baik daripada diam diri di rumah. Pernah suatu saat ia berhenti bekerja, tetapi badannya malah sakit.

"Namanya orangtua pikirannya harus rangkep. Rangkep itu cabang dua. Yang satu anak sendiri, yang satu bukan. Otomatis kan kalau ikut, bisa gesek sama lakinya. Daripada gitu pisah sendiri. Saya masih kuat. Saya berhenti kalau kaki saya sudah tiga. Jalan sudah ga kuat dan pakai tongkat," kata Pak Kentir sambil menghisap rokok kretek kesukaannya.

Kentir dalam bahasa Jawa berarti kondisi pikiran agak tak waras. Sebutan kentir dari warga untuk Pak Suparno rasanya cukup untuk menggambarkan perjuangan hidupnya di ibu kota. Gilanya ibu kota harus dihadapi kaum marjinal seperti Suparno.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/14/09132981/kisah-pak-kentir-setiap-hari-berenang-di-sungai-ciliwung-cari-sampah-dan

Terkini Lainnya

Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke