Salin Artikel

Bayi 7 Bulan Dipukuli Ayah Kandung, Saatnya Depok Evaluasi Status Layak Anak?

DEPOK, KOMPAS.com - Seorang ayah berinisial EP dilaporkan ke Polres Metro Depok oleh istrinya sendiri karena kedapatan memukuli anaknya yang masih berusia tujuh bulan.

"Berawal hari Jumat kejadiannya, istrinya pulang kantor melihat anaknya lebam-lebam," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreksrkim) Polres Metro Depok, AKBP I Made Bayu Sutha, kepada wartawan pada Selasa (16/3/2021).

"Ternyata yang memukuli itu bapaknya. Alasannya, anaknya nangis-nangis terus, dia jadi dongkol. Laporannya baru hari Minggu," jelasnya.

Anak tersebut, menurut Bayu, adalah anak kandung EP. Bayu juga tak menutup kemungkinan bahwa EP pun berbuat kasar terhadap istri.

"Pernah ya pernah dia memukul istrinya, tapi kapannya kita enggak tahu karena dia enggak laporan," kata Bayu.

Bayu mengeklaim jajarannya langsung mencari keberadaan EP di rumahnya, namun pelaku tidak ada.

"Anggota langsung cek TKP ke rumahnya di Tapos tapi, bapaknya ini sudah kabur, enggak ada," ungkap Bayu.

Ditangkap

Bayu rupanya ada di tempat kerjanya sebagai binatu di bilangan Citereup, Kabupaten Bogor. Di sana akhirnya ia diringkus polisi pada Selasa (16/3/2021).

EP menolak disebut kabur.

"Saya lagi kerja. Empat hari saya kerja. Enggak kabur," kata EP kepada wartawan, Rabu (17/3/2021).

"Waktu ibunya pulang saya mengaku habis mukul, terus kepala saya dipukul istri," imbuhnya.

EP mengaku dirinya kerap tidak sreg dengan istrinya dan sering cekcok. Akan tetapi, soal penganiayaan terhadap bayi kandung ya itu, EP mengaku khilaf.

Ia merasa kesal lantaran istrinya belum juga pulang dan anaknya tak kunjung tidur, sementara ia mengaku sedang capek.

“Kan saya belum tidur sama sekali, kepala pusing waktu pulang kerja. Itu yang membuat saya kesal," kata EP.

"Saya pukul doang, dua kali di wajah. Saya menyesal banget. Saya khilaf, tahu-tahu emosi begitu," lanjutnya.

Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar mengatakan, polisi menjeratnya dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

"Korban luka di mata, pecah mulut, terus lutut memar karena dibanting, punggungnya dicubit," jelas Imran kepada wartawan, Rabu.

“Ancaman hukumannya 10 tahun penjara,” tutupnya.

Saatnya evaluasi status kota layak anak?

Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, mendesak Pemerintah Kota Depok supaya segera mengevaluasi status "kota layak anak" yang disandang Depok menyusul peristiwa ini.

"Ini sudah dinyatakan 3 tahun yang lalu, kalau tidak salah, menjadi kota layak anak. Apa yang layak, karena kasus-kasus kekerasan (terhadap anak-anak) yang dilakukan oleh masyarakat di Depok sendiri cukup tinggi," jelas Arist kepada wartawan, Kamis (18/3/2021).

"Pertanyaan saya, apa yang dilakukan pemerintah Depok terhadap kasus dan data-data yang terus meningkat?" tambahnya.

Insiden pemukulan oleh EP dianggap jadi momen yang tepat, sebab kekerasan itu dianggap Arist sebagai "kejahatan luar biasa".

"Anak seperti itu kan tidak mungkin melawan atau memberikan reaksi terhadap kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Atas dasar itu lah, ini merupakan kejahatan luar biasa," ia menambahkan.

"Apalagi karena itu orangtua kandung. Ancamannya, berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dapat diancam minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, apalagi jika dilakukan oleh orangtua, bisa ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya," ungkap Arist.

Arist yang juga warga Tapos mendorong Pemerintah Kota Depok agar mengundang berbagai pihak terkait di luar pemerintah, seperti penegak hukum, aktivis perlindungan anak, dan para pakar dari universitas.

Hal itu supaya evaluasi status kota layak anak dapat dilakukan secara terbuka, bukan hanya dilakukan di internal Dinas Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, dan Keluarga (DPAPMK).

"Sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak dan warga Tapos, saya minta wali kota untuk mengevaluasi kota layak anak itu sebagai bagian dari memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Depok, melibatkan semua komponen yang peduli termasuk saya, mungkin saya sebagai warga Kecamatan Tapos ikut terlibat untuk memikirkan ini," katanya.

"Jadi duduk bersama membicarakan soal meningkatnya angka kekerasan terhadap anak, dihubungkan dengan program di mana Kota Depok itu statusnya kota layak anak," lanjut Arist.

"Ini kan tidak ada evaluasi sampai sekarang tidak ada evaluasi. Tidak pernah saya dilibatkan juga."

Terpisah, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DPAPMK Kota Depok, Mamik Juniarti, menyebut bahwa jajarannya telah mendampingi korban setelah insiden pemukulan oleh EP.

"Penanganan dari awal, begitu ada terima telepon dari hotline kami, terutama saya sendiri langsung datang ke TKP. Kami langsung mendampingi pelaporan pada hari Minggu (14/3/2021) kemarin," kata Mamik.

"Pada hari itu juga kami mendampingi untuk visum di RSUD Kota Depok," imbuhnya.

Selepas itu, lanjut Mamik, pihaknya segera membuat situasi aman dan nyaman sebab ibunya masih menyusui korban.

"Kakaknya korban kan juga melihat ( pemukulan) itu, jadi untuk kakak korban ke psikolog anak, untuk ibu korban itu psikolog dewasa, sudah kita mulai," jelasnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/19/06290091/bayi-7-bulan-dipukuli-ayah-kandung-saatnya-depok-evaluasi-status-layak

Terkini Lainnya

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke