TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Pendaftaran vaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang Selatan dimanfaatkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga aparatur sipil negara (ASN) untuk mendaftarkan kerabatnya.
Anggota DPRD dan ASN memang menjadi kelompok sasaran vaksinasi Covid-19 tahap kedua, karena termasuk bagian dari petugas pelayanan publik.
Akan tetapi, kerabat atau keluarga para wakil rakyat dan pegawai pemerintahan tidak termasuk dalam sasaran. Sehingga, tidak seharusnya bisa menjadi peserta vaksinasi pada kedua.
Ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, kerabat atau keluarga ASN dan DPRD tergolong dalam kategori masyarakat umum dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Menurut dia, mereka tidak termasuk dalam kategori petugas pelayanan publik ataupun berkaitan langsung dalam pelayanan publik.
"Keluarga, misalnya istri atau suami, yang memang tidak termasuk pekerja publik, tidak memiliki masalah kesehatan atau tidak termasuk disabilitas, berarti masuk kategori masyarakat umum," ujar Dicky kepada Kompas.com, Kamis (18/3/2021).
Merugikan masyarakat
Dicky berpandangan, pemanfaatan jatah vaksin Covid-19 untuk kerabat atau keluarga para pejabat dalam pelaksanaan vaksinasi tahap kedua sangat merugikan masyarakat umum.
Sebab, anggota keluarga ASN dan DPRD seakan diperlakukan khusus agar mendapat jatah vaksin Covid-19 lebih awal. Seharusnya, mereka baru bisa menjalani vaksinasi Covid-19 pada tahap terakhir.
"Selain menjadi pertanyaan publik dan dunia akademis juga, hal seperti itu merugikan masyarakat, merugikan kita semua," kata Dicky.
"Ya dia (keluarga DPRD dan ASN) akan menjadi posisi terakhir menerima vaksin. Itu urutan yang berlaku universal," sambungnya
Penyalahgunaan jatah vaksin Covid-19 untuk keluarga ASN dan DPRD juga membahayakan kelompok rentan terpapar Covid-19 yang sebenarnya telah dijadikan sebagai kelompok prioritas penerima vaksin.
Hal tersebut berpotensi mengurangi jatah vaksin yang seharusnya ditujukan untuk kelompok masyarakat dan pekerja yang lebih rentan terpapar Covid-19.
"Ini yang berbahaya. Karena berarti gagal melindungi kelompok masyarakat ataupun pekerja, yang sebetulnya memiliki risiko sangat tinggi untuk terpapar dan mengalami derajat parah akibat terinfeksi Covid-19," ungkapanya.
Mengganggu target jangka pendek
Selain itu, pemanfaatan jatah vaksin untuk kelompok yang belum diprioritaskan dapat mengganggu proses pencapaian target jangka pendek dari pelaksanaan vaksinasi Covid-19 nasional.
Dicky mengungkapkan, kategori peserta yang menjadi sasaran prioritas penerima vaksin di setiap tahapan sudah ditetapkan berdasarkan risiko penularan Covid-19.
Penentuan prioritas penerima itu dilakukan karena mempertimbangkan masih terbatasnya ketersediaan vaksin Covid-19.
Sementara target jangka pendek dari pelaksanaan vaksinasi adalah menekan tingkat kesakitan dan kematian akibat Covid-19.
"Artinya harus kita manfaatkan optimal untuk mencapai target, terutama jangka pendek. Apa itu target jangka pendeknya, yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sehingga harus ada yang diprioritaskan," tutur Dicky.
Jika sasaran prioritas itu diabaikan, kata Dicky, pemerintah daerah sama saja mengabaikan kesehatan kelompok masyarakat atau pekerja yang paling berpotensi terpapar Covid-19.
"Karena itulah tujuan dari vaksinasi yaitu untuk melindungi kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Kalau itu diabaikan, maka yang terjadi berarti mengabaikan kesehatan masyarakat itu," ungkap Dicky.
Dia berharap pemerintah tetap fokus menyelesaikan vaksinasi bagi kelompok prioritas yang telah ditentukan berdasarkan tingkat risiko penularan Covid-19.
Hal tersebut agar target jangka pendek untuk menekan tingkat kesakitan dan kematian akibat Covid-19 bisa tercapai.
"Dalam situasi pandemi ini perlu ada sasaran prioritas pemberian vaksin. Itu karena adanya keterbatasan supply atau ketersediaan dari vaksin itu sendiri," pungkasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/19/09511481/keluarga-dprd-dan-asn-ikut-vaksinasi-covid-19-tahap-kedua-merugikan