Dia mengatakan, Pemprov DKI hanya memberikan kesempatan kepada setiap komunitas yang akan melakukan kegiatan positif.
"Seperti yang kami sampaikan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada komunitas yang melaksanakan kegiatan positif," kata Riza saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Dia menilai, bersepeda dengan road bike termasuk kegiatan positif. Sehingga pesepeda road bike diberikan lintasan jalur yang saat ini digunakan kendaraan umum.
Meskipun dalam penerapannya, Riza berujar, ada batasan waktu yang diberlakukan.
"Namun diatur dan dibatasi jamnya, jam 05.00-06.30 WIB dimungkinkan di hari Senin-Jumat," kata Riza.
Pada prinsipnya, kata Riza, Pemprov DKI akan memberikan kesempatan kepada semua komunitas untuk melakukan kegiatan yang positif.
Dalam penerapannya, Riza menekankan, agar semua orang menghormati hak dan kewajiban masing-masing saat berada di jalan umum.
Dia juga mengatakan hal tersebut baru uji coba dan hasil evaluasi akan menentukan apakah kebijakan tersebut bisa diterapkan atau tidak.
"Kita lihat (hasil uji coba) dalam satu dua minggu ini. Saya kira cukup satu dua minggu ke depan," kata Riza.
Karpet merah yang diberikan Pemprov DKI kepada para pesepeda road bike dikritik banyak pihak.
Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mengatakan, kebijakan tersebut merupakan pemborosan energi dan sumber daya Pemprov DKI.
"Ini pemborosan energi, sumber daya karena hanya mengurus hobi bukan alat transportasi," kata Gilbert, Rabu.
Dia meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk fokus terhadap janji integrasi transportasi umum di Ibu Kota, bukan malah memuaskan hobi segelintir orang.
Langgar UU LLAJ
Kritik juga datang dari pengamat kebijakan transportasi Azas Tigor Nainggolan. Ia menekankan, kebijakan itu jelas melanggar UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Azas mempertanyakan dasar hukum Pemprov DKI Jakarta mengizinkan pesepeda road bike untuk melintasi jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin.
"Dasar hukumnya apa dulu? Itu kalau nggak ada (dasar hukum) ya liar namanya, nggak boleh! Polisi harusnya menindak, salah kalau diperbolehkan," kata Tigor.
Tigor menekankan, sudah ada aturan bagi pesepeda yang melintas di jalan umum seperti diatur dalam UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berdasarkan Pasal 122 UU tersebut, pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang menggunakan jalur kendaraan lain atau di luar jalur khusus yang sudah disiapkan.
Bila pengendara kendaraan tidak bermotor melanggar pasal tersebut, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 229 UU Nomor 22 tahun 2009.
Sanksi tersebut berupa kurungan penjara 14 hari atau denda paling banyak Rp 100.000. Sementara di Jalan Sudirman-Thamrin sudah disediakan jalur khusus sepeda.
Maka aturan tersebut, kata Tigor, harus dipatuhi pesepeda.
"Non-motor, sepeda itu jalur kiri, ya sudah, di jalur kiri. Mau sepeda yang sejuta, seratus juta, satu miliar, ya harus di sebelah kiri, di luar itu melanggar," tegas Tigor.
Tigor menjelaskan, jalan raya seperti Jalan Sudirman-Thamrin maupun Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Casablanka difungsikan untuk sarana transportasi dan bukan untuk olahraga.
Terkait wacana akan diterbitkannya Keputusan Gubernur tentang kebijakan ini, Tigor mengatakan, kepgub nantinya bakal mudah dibatalkan lewat uji materi di Mahkamah Agung.
"Kalau mau bikin Kepgub ya gampang diuji materil, itu ya jangan bertentangan dengan aturan yang ada. Regulasi itu engak boleh bertentangan dengan regulasi lebih tinggi," kata Tigor.
Selain memberi ijin pesepeda road bike melintas jalur kendaraan bermotor di Sudirman-Thamrin, Pemprov DKI juga memberi perlakuan istimewa lain.
Pemprov DKI Jakarta berencana membuat lintasan road bike permanen di Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang pada Sabtu dan Minggu pukul 05.00-08.00 WIB.
Lintasan tersebut sebelumnya sudah diuji coba selama dua minggu ketika akhir pekan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/02/20284131/tak-punya-dasar-hukum-ini-alasan-pemprov-dki-izinkan-pesepeda-road-bike