Salin Artikel

Kisah Pemilihan Desain Lokomotif MRT, Hampir Berbentuk "Jangkrik Tidur"

JAKARTA, KOMPAS.com -  PT Mass Rapid Transit (MRT) merayakan hari jadi ke-13 pada Kamis (17/6/2021).

Perseroan terbatas yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ini telah mencetuskan alat transportasi massal bernama MRT.

Pada 24 Maret 2019, Presiden Joko Widodo meresmikan pengoperasian perdana fase I MRT yang memiliki panjang rute 15,7 kilometer, terbentang dari selatan Jakarta di Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI) di Jakarta Pusat.

Sementara hingga saat ini, pembangunan fase II MRT sepanjang 11,8 kilometer dari Bundaran HI hingga Ancol Barat di Jakarta Utara sedang berlangsung dan ditargetkan selesai Maret 2025.

Dalam perjalanannya, desain MRT pernah menimbulkan polemik, yakni desain pada bagian lokomotiv-nya.

Polemik desain lokomotiv berawal dari ucapan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Sumarsono.

Sumarsono mengaku kurang menyukai desain MRT. Dari gambar yang ditunjukkan Sumarsono, desain gerbong lokomotif sepintas terlihat seperti kepala seekor jangkrik.

Sumarsono menginginkan agar desain MRT terlihat lebih sporty dan aerodinamis.

"Kayaknya enggak pas, kurang sreg, makanya kami lihat kembali, kan harus gagah. Ini kayak jangkrik tidur. Kalau bisa, diminta yang agak sporty, kayak Apollo. Ini kayak jangkrik. Kok enggak pas ya desainnya," ujar Sumarsono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2017).

Sumarsono mengatakan, pihaknya memanggil perusahaan pembuat MRT tersebut, Nippon Sharyo Ltd dan Sumitomo, untuk membicarakan perubahan desain. 

Meski ada perubahan desain MRT, lanjut Sumarsono, hal tersebut tidak akan mengganggu penyelesaian proyek itu. Pemerintah menargetkan penyelesaian pembuatan MRT pada 2019.

"Ini enggak (mengganggu), ini masih simultan. Paling nunggu perubahan desainnya enggak sampai satu bulan," ujar Soni, sapaan akrabnya.

Sehari berselang, Sumarsono menyebut, Pemprov DKI mengirimkan tim ahli ke Jepang guna mendesain ulang bentuk lokomotif MRT.

Sumarsono menjelaskan, tim ahli yang beranggotakan Bappeda DKI Jakarta, PT MRT, serta Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta bakal kembali membicarakan desain lokomotif yang dinilai Sumarsono terlihat seperti "jangkrik".

"Kami suruh ke Jepang. Ada Prof Sutanto Deputi Bidang Industri, bersama Bappeda dan MRT akan ke Jepang untuk bicarakan desain," ujar Sumarsono di Balai Kota, Selasa (17/1/2017).

Sumarsono menjelaskan, desain ulang lokomotif itu tidak akan mengubah kontrak yang telah disepakati. Ia mengatakan terdapat klausul kesepakatan untuk membicarakan ulang hal-hal yang sebelumnya telah disepakati dengan sejumlah konsekuensi.

Dampak perubahan desain

Berdasarkan data PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang diperoleh Kompas.com, desain panjang rangkaian kereta sesuai kontrak yang dinilai mirip "jangkrik tidur" adalah 20,5 meter.

Perubahan bentuk kepala menyebabkan akan ada lengkungan yang membuat bagian depan kereta bertambah maju sekitar 75 milimeter.

Agar panjang kereta tetap 20,5 meter, maka harus dilakukan penghilangan pintu masinis dan pintu pertama penumpang.

"Pintu masinis dan pintu penumpang pertama yang terhilangkan berdampak terhadap kapasitas kereta, design station, dan signaling system agar panjang kereta tetap 20,5 meter," tulis data tersebut.

Perubahan bentuk kepala tidak akan berdampak terhadap jadwal produksi. Namun, akan ada penambahan biaya produksi sehingga menjadi Rp 64 miliar.

"Penambahan biaya produksi. Perkiraan Rp 64 M untuk perubahan total," bunyi informasi dalam data tersebut.

Data yang sama juga dicantumkan estimasi biaya perubahan seniai 156 juta yen atau setara Rp 18,3 miliar yang akan di-review lebih lanjut dengan substansi dan penjabaran yang lebih rinci.

Bantahan Sumarsono

Sumarsono membantah, Pemprov DKI tidak berencana untuk mengubah desain lokomotif MRT.

Namun, yang dia maksud adalah memilih dua desain lokomotif MRT yang telah ada.

Dua pilihan desain MRT yang dimaksud ialah desain MRT berwarna hijau yang disebut mirip "jangkrik" dan MRT berwarna biru dengan bentuk kepala lokomotif lebih aerodinamis.

Pernyataan Sumarsono itu untuk meralat pernyataan dia sebelumnya yang menyebut akan melakukan desain ulang kepala lokomotif MRT.

"Bukan kami lakukan redesign, bukan, melainkan adalah mukanya ada dua pilihan, kami bikin (minta) yang aerodinamis. Bukan me-redesign ya, tetapi memilih dua," ujar Sumarsono seusai mendatangi RSUD Tarakan, Rabu (18/1/2017).

Sumarsono menjelaskan, desain lokomotiv MRT awalnya langsung ditentukan PT MRT tanpa berkoordinasi dengan Pemprov DKI.

Dalam diskusi, tim memutuskan untuk membuat desain lokomotif yang lebih sporty dan aerodinamis. Akhirnya, lokomotif yang semula berwarna hijau dengan desain yang disebut mirip jangkrik diubah menjadi warna biru.

"Dua desain inilah yang kemudian belum diputuskan yang 'jangkrik' atau yang biru," ujar Sumarsono.

Hasil diskusi tim dibawa ke dalam rapat yang dihadiri oleh Sumarsono. Dalam rapat itu, disepakati untuk menggunakan desain kereta berwarna biru.

Sumarsono pun menegaskan, perubahan desain itu bukan berasal dari kemauan pribadinya, melainkan keputusan tim.

"Jadi yang lihat kurang bagus, kurang sreg, bukan saya saja, tetapi tim juga," ujar Sumarsono.

Tanggapan masyarakat

Pemilihan desain lokmotiv MRT ini mengundang komentar masyarakat, salah satunya dari Maria.

Perempuan yang bekerja sebagai penjual kosmetik kecantikan di Mal Central Park, Jakarta Barat itu menilai bahwa desain lama lebih bagus daripada yang baru. Ibu tiga anak itu malah menganggap persoalan desain bukan masalah utama.

"Desain itu nomor dua yang penting keselamatan dan kenyamanan penumpang serta tidak cepat rusak," ujar Maria kepada Kompas.com, Kamis (19/01/2017).

Lagipula, lanjut dia, pergantian desain malah akan membuat boros anggaran. Menurut Maria, perubahan tersebut biasanya diikuti dengan penambahan biaya.

Pendapat berbeda datang dari Anton. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai desain proyek di sebuah perusahaan di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat ini mengaku bahwa desain model baru lokomotif MRT lebih bagus.

"Desain yang lama jelek banget, nilainya sekitar 6. Sementara desain baru lebih bagus dan nilainya 8," ujar Anton.

Bagi dia, desain lokomotif MRT dan fungsinya sebagai kendaraan transportasi umum massal merupakan satu kesatuan.

Meski begitu, Anton berharap agar tidak ada penambahan biaya dalam perubahan desain kereta kepala MRT.

Senada dengan Anton, Miko, mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta itu, juga menganggap desain kepala MRT yang baru lebih bagus.

"Paling penting nanti adalah soal ketepatan waktu setelah MRT beroperasional nanti. Lalu, seberapa besar kapasitasnya dan berapa harga tiketnya, " ujar Miko saat ditemui di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Desain baru dikirim ke Jokowi

Setelah polemik desain tersebut, Pemprov DKI kemudian mengirimkan desain lokmotiv terbaru ke Presiden Joko Widodo.

"Nggak tahu apa sudah (ada masukan), yang penting sudah dikirim ke sana (Presiden)," ujar Sumarsono, di Balai Kota, Jumat (20/1/2017).

Sumarsono yakin, Jokowi akan memberikan pertimbangan terkait desain transportasi massal tersebut.

Tak hanya Jokowi, Sumarsono mengatakan Gubernur-Wakil Gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat juga diminta memberi masukan terkait desain baru lokomotif MRT.

"Dia akan memberikan alternatif, satu atau dua, bahkan kemungkinan tiga alternatif. Namanya juga pertimbangan dan masukan, apapun juga kami minta masukan dari Pak Ahok dan Pak Djarot atau orang-orang yang tahu mengenai teknis desain, arsitektur dan struktur MRT," ujar Sumarsono.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/18/15383031/kisah-pemilihan-desain-lokomotif-mrt-hampir-berbentuk-jangkrik-tidur

Terkini Lainnya

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri May Day Fiesta, Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri May Day Fiesta, Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Ribuan Buruh Ikut Aksi 'May Day', Jalanan Jadi 'Lautan' Oranye

Ribuan Buruh Ikut Aksi "May Day", Jalanan Jadi "Lautan" Oranye

Megapolitan
Bahas Diskriminasi di Dunia Kerja pada Hari Buruh, Aliansi Perempuan: Muka Jelek, Eh Tidak Diterima...

Bahas Diskriminasi di Dunia Kerja pada Hari Buruh, Aliansi Perempuan: Muka Jelek, Eh Tidak Diterima...

Megapolitan
Ribuan Polisi Amankan Aksi 'May Day', Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Ribuan Polisi Amankan Aksi "May Day", Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Megapolitan
Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Megapolitan
Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Megapolitan
Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi 'May Day'

Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi "May Day"

Megapolitan
Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke