Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (27/8/2021), Nadia mengatakan bahwa para pemilik kafe tersebut bukan warga asli Kampung Bayam.
"Keputusan tidak memasukkan 26 kafe ke dalam RAP Kampung Bayam ini sangat tepat dan akuntabel. Pasalnya, para pemilik kafe bukan merupakan warga Kampung Bayam," kata Nadia.
"Para pemilik kafe bukan bagian dari komunitas warga Kampung Bayam. Jika mereka mendapatkan kompensasi, justru Jakpro yang melanggar Undang-undang," sambungnya.
Sebanyak 26 bangunan kafe di Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, ditertibkan petugas Satpol PP pada Selasa lalu.
Para pemilik kafe tersebut mengaku, mereka telah dijanjikan dana ganti rugi oleh pihak Jakpro untuk meninggalkan kawasan Kampung Bayam. Mereka bahkan klaim memiliki surat keterangan yang berisi data luas bangunan beserta jumlah uang yang mesti mereka terima dari pihak Jakpro.
Nadia kemudian menjelaskan alasan Jakpro tidak memasukan 26 kafe ke dalam program RAP.
"Sebab, praktik usahanya ilegal serta tergolong bidang usaha yang dilarang oleh pemerintah karena terindikasi oleh aparatur kewilayahan setempat kafe-kafe tersebut menjual minuman keras hingga adanya praktik prostitusi," ujar Nadia.
"Hal ini sangat kontraproduktif karena hadirnya kafe-kafe ini lebih banyak menimbulkan mudarat dibanding manfaat bagi warga Kampung Bayam. Seiring berjalannya waktu, kafe-kafe tersebut menuntut juga ganti untung kepada Jakpro," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/27/15465731/jakpro-26-pemilik-kafe-ilegal-di-kampung-bayam-tak-dapat-ganti-rugi