Kepala Seksi Lalu Lintas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur, Bernhard L. Tobing mengatakan, awalnya di jalan itu sudah terpasang speed trap sekitar bulan Juni atas musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Speed trap yang terpasang awalnya sesuai spek teknis, yakni dengan ketebalan sekitar 9 milimeter.
Namun, warga menilai speed trap kurang tinggi karena masih ada balap liar. Warga kemudian menambahkan ketebalan speed trap sehingga jadilah polisi tidur.
Warga resah
Lurah Kayu Putih Tuti Sugihastuti mengatakan, warga sengaja meninggikan speed trap sehingga menjadi polisi tidur karena keresahan atas gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Melalui musrenbang, warga selalu mengusulkan pembangunan speed trap dengan tujuan menghambat gangguan kamtibmas, tetapi sulit terealisasi.
"Jadi ini sudah berpuluh-puluh tahun, di sini ini ajang salah satunya balap liar, selain itu juga gangguan kamtibmasnya tinggi, berupa penjambretan," kata Tuti saat ditemui di lokasi, Senin (27/9/2021).
Warga kemudian memutuskan membangun speed trap sendiri dengan dana swadaya.
"Gangguan (kamtibnas) semakin tinggi. Dalam seminggu ada satu orang meninggal, dia pelaku balap liar," kata Tuti.
"Selang satu minggu ada insiden lagi kecelakaan dikarenakan balap liar, dua orang bocor kepalanya. Alhasil, warga di sini inisiatif sendiri, berdasarkan sepengetahuan mereka," tutur dia.
Tuti mengatakan, awalnya warga berniat membangun speed trap.
Namun karena tidak berkoordinasi dengan Dishub DKI, jadilah polisi tidur dengan tinggi 4 sentimeter. Warna polisi tidur pun hitam.
Diprotes pesepeda
Bernhard mengatakan, polisi tidur yang dibangun warga itu mengganggu dan membahayakan pengguna jalan.
Ia mengetahui adanya protes terkait polisi tidur dari komunitas sepeda.
“Saya baca berita di media sosial itu terganggu para pesepeda. Secara teknis speed trap itu 9 mm itu untuk hilangkan balap liar. Kalau untuk pesepeda itu enggak masalah setebal itu,” kata Benhard.
Benhard menambahkan, pembangunan polisi tidur itu tanpa berkoordinasi dengan aparat terkait. Oleh karena itu, harus dibongkar.
“Penambahannya polisi tidur itu tak ada koordinasi dengan kami. Artinya atas inisiatif warga. Kan harus ada spek teknis yang sesuai,” ujar Bernhard.
Adapun pembongkaran dilakukan pada Minggu pagi oleh Suku Dinas Bina Marga Jakarta Timur, RT dan RW setempat, anggota kepolisian, Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur, dan PPSU.
Diganti speed trap
Setelah dibongkar, 10 titik polisi tidur di Jalan Pulomas Raya itu kemudian diganti dengan speed trap.
Pembangunan speed trap warna putih mulai dilakukan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur dan Suku Dinas Bina Marga Jakarta Timur, serta didampingi pihak Kelurahan Kayu Putih.
Speed trap yang dibangun di Jalan Raya Pulomas berjumlah 7 dengan ketinggian 12 milimeter, sesuai aturan yang berlaku.
"Hari ini dibangun lagi (speed trap). Yang kemarin 10 titik, sekarang 7 titik dengan ketinggian 12 milimeter," kata Tuti di lokasi, Senin kemarin.
Tuti menyatakan, pembangunan speed trap warna putih ini telah melibatkan aparat berwenang, termasuk Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur dan Suku Dinas Bina Marga Jakarta Timur.
"Kami cari solusi, hari Minggu dibongkar Bina Marga, kemudian ini dibangun lagi," kata Tuti.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/28/05240171/warga-bangun-polisi-tidur-di-pulomas-diprotes-pesepeda-lalu-diganti-speed
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan