Salin Artikel

Mengenal Sosok Ismail Marzuki, Maestro Itu Tak Pernah Merasakan Kasih Sayang Ibu

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Ismail Marzuki kembali menyeruak setelah komunitas masyarakat Betawi mengusulkan perubahan nama sejumlah jalan di Ibu Kota.

Jalan Cikini Raya, misalnya, diusulkan untuk berubah nama menjadi Jalan Ismail Marzuki.

Nama Ismail Marzuki sebelumnya juga sudah terpatri di pusat kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), di Jalan Cikini Raya.

Lantas, siapa sebenarnya sosok pria yang begitu diagungkan masyarakat Betawi ini? Kompas.com merangkum profil Ismail Marzuki di sini.

Tokoh komponis besar Indonesia

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Ismail Marzuki merupakan pria kelahiran Jakarta pada 1914.

Seumur hidupnya, Ismail Marzuki mendedikasikan dirinya untuk membuat karya-karya musik yang berperan besar dalam kemajuan musik Tanah Air.

Ismail Marzuki tumbuh besar dalam asuhan ayahnya, Marzuki, yang merupakan seorang wiraswasta kecil di wilayah Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.

Sejak pertama kali ia membuka mata, Ismail Marzuki tak pernah sama sekali melihat senyuman sang ibu dan merasakan hangatnya kasih sayang dari sosok yang melahirkannya ke bumi itu.

Pasalnya, ibunda tercinta meninggal saat sedang berjuang melahirkan Ismail.

Bakat musik dari sang ayah

Musik sudah menyelimuti hari-hari Ismail kecil. Selain berwiraswasta, sang ayah juga merupakan pemain rebana dan menguasai seni berdendang.

Sambil melantunkan dzikir dan menabuh rebananya, suara Marzuki menggema begitu syahdu.

Ada pesona di cengkoknya yang khas.

Karenanya, Marzuki biasa diundang tampil di acaraa sunatan, perayaan pernikahan, dan lain-lain.

Ibarat peribahasa "buah jatuh tak jauh dari pohonnya", kemampuan seni Marzuki kemudian turun kepada anaknya, Ismail yang akrab disapa Ma’ing.

Rajin berlatih dan mengembangkan bakat bermusik

Kemampuan Ismail Marzuki dalam menciptakan ratusan lagu tidak datang secara instan.

Sejak usia 17 tahun, Ma’ing rajin mengasah kemampuannya dengan berlatih. Ia bahkan menjadi anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.

Dalam perkumpulan ini bakatnya berkembang dengan baik sebagai instrumentalis, penyanyi, penyair, dan juga pengarang lagu.

Jika sebagian orang hanya mendengarkan lagu yang senatiasa baru, Ismail Marzuki senang mendengarkan sebuah lagu secara berulang-ulang dan meresapinya.

Bukan cuma musik Hollywod dan jazz, ia juga menjadikan lagu-lagu daerah sebagai sumber inspirasi dalam bermusik.

Lagu dari daerah Maluku, Minahasa, Bugis, Melayu, Minang, serta lagu-lagu ciptaan komponis agung bangsa Eropa dari Schubert, Mozart, Schumann, dan Mendellshon menjadi sumber keindahan baginya.

Semasa hidupnya, Ismail Marzuki menghasilkan ratusan karya, baik hasil ciptaannya sendiri ataupun lagu yang ia aransemen ulang.

Beberapa diantaranya adalah Oh Sarinah, Rayuan Pulau Kelapa, Melancong di Bali, Halo-halo Bandung, Mars Arek-arek Surabaya, Indonesia Tanah Pustaka, Gugur Bunga di Taman Bhakti, Sepasang Mata Bola, Selamat Datang Pahlawan Muda, Selendang Sutra dan sebagainya.

Meninggal di pangkuan istri

Tahun 1950-an menjadi tahun-tahun yang cukup sulit bagi Ismail Marzuki. Terlebih, saat itu ada beberapa pihak yang berusaha untuk memecah usahanya dalam mengembangkan kesenian daerah.

Berulang kali, ia dicecar dengan kata-kata dan kalimat yang sinis.

Beruntung, ada sang istri, Eulis, dan anak adopsi mereka bernama Rahmi Asiah yang selalu menghiburnya.

Di masa-masa sulit itulah, kesehatan pria tamatan sekolah belanda Hollandsch Inlandsche School (HIS) ini mulai terganggu, hingga akhirnya ia mengundurkan diri dari kegiatan orkestra.

Aktivitasnya pun hanya terbatas pada karya komposisi saja.

Rupanya, siang hari pada 25 Mei 1958 menjadi hari terakhir Ismail bertatap muka dengan keluarga kecilnya.

Usai makan siang sang komponis ini bercengkrama dengan Rahmi anaknya, sambil berbaring di pangkuan sang istri seperti kebiasaanya yang sudah-sudah.

Saat Ismail mengembuskan napas terakhirnya, Eulis merasa Ismail masih tertidur pulas. Dibelai rambut suaminya dengan penuh kehangatan, tetapi pria itu tak lagi bergerak.

Ismail kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa tanpa pamit dan meninggalkan pesan. Ia meninggal di usia 44 tahun.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/10/29/14491681/mengenal-sosok-ismail-marzuki-maestro-itu-tak-pernah-merasakan-kasih

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke