Salin Artikel

Berbincang Kembali dengan Ibu dan Ayah Ade Sara, Delapan Tahun Setelah Kepergian Anak Semata Wayang...

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pembunuhan gadis muda, Ade Sara Angelina Suroto, oleh teman dan mantan kekasihnya pernah menjadi kasus yang banyak menarik perhatian publik pada 2014. Di tengah kehebohan kasus itu, orangtua Ade Sara yaitu Suroto dan Elisabeth turut menjadi sorotan.

Bukan hanya karena kesedihan mereka yang begitu dalam, tetapi juga karena belas kasih yang ditunjukkan kepada Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, dua orang yang membunuh anak semata wayang mereka.

"Saya yakin mereka anak yang baik. Hanya, saat itu mereka tidak bisa menguasai sisi jahat dari diri mereka,".

Begitu kata Elisabeth setelah pemakaman Sara di TPU Pondok Kelapa pada 7 Maret 2014.

Suroto dan Elisabeth begitu menarik perhatian, terlebih karena keduanya selalu hadir di setiap persidangan kasus pembunuhan Ade Sara.

Delapan tahun telah berlalu sejak kejadian tragis itu. Bagaimana kabar Suroto dan Elisabeth?
Kompas.com mendapat kesempatan untuk berbincang kembali dengan keduanya, Minggu (6/3/2022).

Bagaimana kabar Bapak, delapan tahun setelah kepergian Sara?

Suroto: Kabar kami baik, sekarang kami tinggal di Bekasi. Sebenarnya kami tidak akan pernah lupa dengan kejadian itu. Tapi dulu tahun 2014, memang merupakan awal mula masa transisi kami. Sekarang masa transisi sudah terlewati.

Bagaimana cara Bapak berdamai dengan kejadian itu hingga bisa bertahan sampai sekarang?

Suroto: Kalau dulu, waktu masih tahun 2014, saya pun bertanya-tanya. Tidak ada Sara, saya itu berpikir, bagaimana saya menjalaninya. Tapi setiap orang berbeda-beda. Ada yang menemukan kedamaian dengan penuh perjuangan. Di ajaran kami, berdamai itu kami harus memberi pengampunan kepada mereka (Hafitd dan Assyifa).

Dengan seperti itu, kami seperti melepaskan rasa benci kami kepada mereka. Dengan melepaskan, memang penderitaan dan kedukaan itu masih ada, tapi cara pandang kami menghadapi kedukaan itu menjadi berbeda. Serasa lebih ringan.

Apa yang Bapak dan Ibu lakukan untuk memaafkan mereka?

Suroto: Istri saya pernah beberapa kali bertemu Hafitd di penjara. Awalnya kami selalu gagal ketika ingin menjenguk Hafitd. Tapi istri saya berhasil bertemu untuk pertama kalinya kira-kira sebelum tahun 2016.

Elisabeth: Sebenarnya bertemu Hafitd ketika itu tidak mudah. Kenapa? Karena saya mamanya korban. Kemudian dari Hafitd juga waktu itu enggan bertemu. Lalu karena saya mama korban, dikhawatirkan melakukan hal yang tidak diinginkan. Makanya saya berturut-turut gagal.

Tapi semua karena kebaikan Tuhan, saya bertemu untuk yang pertama di Salemba. Saya modal nekat, enggak berhenti berusaha. Di situ saya nunggu 4 jam, Hafitd masih ragu. Saya titip pesan bahwa saya enggak punya niat apa-apa kok. Saya cuma mau nemuin.

Akhirnya Hafitd mau keluar. Di situ dia bilang dia enggak enak karena dia enggak punya cukup kekuatan untuk bertemu saya. Di sana saya nasihati dia. Banyaklah yang saya sampaikan saat itu.

Kenapa sebegitu gigihnya ingin bertemu Hafitd?

Elisabeth: Kan ada orang yang bilang, "saya maafkan, tapi saya enggak mau bertemu lagi". Kan ada tuh yang seperti itu. Tapi iman kekristenan saya menganggap yang seperti itu bukan memaafkan. Kalau kamu memaafkan, kamu mengasihi dia. Itu dorongan kuat saya ingin bertemu Hafitd.

Sekarang sudah cukup lama juga tidak bertemu karena pandemi. Terakhir bertemu itu yang sebelum pandemi.

Suroto: Mungkin bagi orang aneh, keluarga korban dan pelaku saling bertemu. Tetapi ajaran kami mengajarkan bahwa kasih bukan kata sifat, tetapi kata kerja. Harus dikerjakan agar ada artinya.

Apakah sempat menjenguk Assyifa juga?
Suroto: Kalau Assyifa, kami dengan dia dan keluarganya juga tidak ada kontak apa-apa. Sempat dijembatani beberapa pihak (untuk bisa menjenguk Assyifa), tetapi tidak berhasil. Sampai ke psikiater Assyifa juga belum berhasil.

Apakah Bapak dan Ibu juga masih berhubungan dengan keluarga Hafitd?
Suroto: Lebaran tahun lalu kami sempat ke tempat orangtua Hafitd. Dan sebenarnya Natal kemarin juga mereka ingin ke rumah kami, cuma buya (panggilan ayah Hafitd) sedang sakit dan tidak bisa ditinggal. Jadinya Umi (panggilan ibu Hafitd) tidak bisa ke sini. Mereka kirim makanan.

Istri saya pernah ketemu beberapa kali saat nengok Hafitd. Pernah dikasih rendang juga. Kalau dengan keluarga Assyifa sampai saat ini lost contact karena Assyifa belum pernah mau ditemui juga.

Elisabeth: Saya bisa punya kontak umi, mamanya Hafitd, karena bertemu waktu saya nengok Hafitd.

Suroto dan Elisabeth mengakhiri perbincangan hari itu dengan menceritakan hal-hal yang membuat mereka semakin kuat.
Bagi Suroto dan Elisabeth, dukungan untuk keluarganya yang tak pernah putus membantunya melewati masa-masa kelam.

"Kami melewati masa itu. Kadang temannya Sara juga suka ke sini, kadang kirim makanan. Kalau mereka menikah, mereka undang kami. Itu penghiburan buat kami. Sara enggak ada tapi mereka masih peduli sama kami," ujar Suroto.

Keyakinan bahwa apa yang telah mereka lakukan sesuai dengan yang diajarkan juga menjadi kekuatan untuk memaafkan Hafitd dan Assyifa.

"Tuhan aku berusaha jadi orang yang benar menurut Tuhan. Aku memaafkan," kata Elisabeth.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/07/06150091/berbincang-kembali-dengan-ibu-dan-ayah-ade-sara-delapan-tahun-setelah

Terkini Lainnya

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Megapolitan
Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Megapolitan
Kecelakaan Beruntun di 'Flyover' Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Kecelakaan Beruntun di "Flyover" Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Megapolitan
Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Megapolitan
Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Megapolitan
Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Megapolitan
Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Megapolitan
Pengakuan Zoe Levana soal Video 'Tersangkut' di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Pengakuan Zoe Levana soal Video "Tersangkut" di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Megapolitan
Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Begal Bikin Resah Warga, Polisi Janji Tak Segan Tindak Tegas

Megapolitan
PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

PSI Terima Pendaftaran 3 Nama Bacawalkot Bekasi, Ada Nofel Saleh Hilabi

Megapolitan
KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

Megapolitan
Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Megapolitan
3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke