Salin Artikel

Pembunuhan Sadis di Jakarta 33 Tahun Silam, Agus Nasser Mutilasi Istrinya Jadi 10 Bagian

JAKARTA, KOMPAS.com - Bulan April, 33 tahun silam, pembunuhan sadis terjadi di Ibu Kota.

Agus Nasser Atmdadiwirya (54) menghabisi nyawa Diah Hodiah, yang tak lain adalah istrinya sendiri. Agus lalu memotong tubuh istrinya menjadi 10 bagian untuk menghilangkan jejak.

Dikutip dari Harian Kompas, insiden mengerikan itu terjadi tepatnya pada 7 April 1989.

Saat itu Agus dan Diah baru saja selesai makan sahur bersama di rumah mereka di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Di meja makan tersebut, pasangan suami istri yang sudah puluhan tahun menikah itu kembali bertengkar untuk kesekian kalinya.

Diah kembali mencecar Agus mengapa pendapatan bulanannya yang disetorkan berkurang. Sang istri mencium gelagat Agus mempunyai kekasih simpanan.

Namun, Agus yang bekerja sebagai kepala sekolah di Jakarta itu masih mengelak. Diah pun pada pagi buta itu hendak berangkat ke rumah teman Agus untuk mengecek penerimaan honor suaminya.

Saat itulah Agus langsung panik. Ia kemudian memukul Diah dengan botol berisi semen berkali-kali, sehingga korban langsung tewas seketika.

Lalu, korban diseret dan dibawa ke kamar tidur. Di situlah Agus memotong-motong tubuh istrinya menjadi 10 bagian. Setelah itu, Agus membuang potongan tubuh istrinya untuk menghilangkan jejak.

Tak membutuhkan waktu lama, mayat Diah yang sudah dipotong-potong pun ditemukan di dua tempat. 

Lokasi pertama ada di Jalan Pemuda, Jakarta Timur, atau tepatnya di depan Kampus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, yang kini sudah berganti nama jadi Universitas Negeri Jakarta.

Potongan tubuh lainnya ditemukan terdampar di Dermaga Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi akhirnya mengidentifikasi identitas korban adalah Diah Hodiah, seorang guru taman kanak-kanak.

Setelah polisi melakukan serangkaian penyelidikan, kecurigaan pun mengarah ke Agus Nasser, suami Diah. Kecurigaan itu semakin kuat saat polisi mengetahui bahwa Agus menghilang dari rumahnya di Jalan Percetakan Negara.

Polisi pun memburu Agus sampai ke rumah istri mudanya di Cisewu, Garut, Jawa Barat. Pada 1 Mei 1989, Agus yang sedang makan malam ditemani mertua dan istri mudanya hanya bisa pasrah saat ditangkap petugas. 

Dituntut Hukuman Mati 

Setelah menangkap Agus dan memastikan bahwa yang bersangkutan ialah pembunuh Diah Hodiah, polisi pun melimpahkan kasus ini ke pengadilan.

Dalam persidangan, Agus mengaku pemotongan mayat istrinya itu diilhami oleh kasus mayat potong 13 yang ditemukan di Jalan Sudirman, Jakarta, yang hingga kini masih belum terungkap.

Sedangkan motif yang melatarbelakangi tindakan Agus menghabisi nyawa Diah adalah karena terdakwa tak tahan terus-menerus bertengkar dengan istrinya. Apalagi, setelah korban mulai mencium adanya penyelewengan yang dilakukannya, terdakwa yang takut hubungannya dengan istri gelapnya terbongkar nekat membunuh Diah.

Jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan hukuman mati kepada terdakwa.

Menurut jaksa, terdakwa terbukti melakukan pembunuhan dengan lebih dulu merencanakannya. Buktinya, kata jaksa, ada tenggang waktu antara saat pertengkaran dengan peristiwa pembunuhan itu.

Paling tidak terdakwa masih mempunyai waktu untuk berpikir sebelum melakukan perbuatan tersebut. Argumentasi ini digunakan jaksa untuk membuktikan salah satu unsur dari Pasal 340 KUHP yang dijadikan dasar tuduhan, yakni adanya perencanaan.

“Perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat digolongkan sebagai perbuatan sadis dan kejam serta tidak berperikemanusiaan, sangat bertentangan dengan Pancasila,” demikian jaksa penuntut umum dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Apalagi, tambah jaksa, perbuatan tersebut dilakukan terhadap seorang perempuan, istrinya sendiri yang seharusnya dilindungi. Dalam pertimbangannya, jaksa menilai tak ada hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa.

Tuntutan dibacakan secara bergantian oleh jaksa Ny Siti Wardha Tori dan K Yahya Rahman.

Setelah mendengar isi tuntutan itu, terdakwa pun mendadak menjadi lemas, sehingga dia harus dipapah dua petugas polisi untuk meninggalkan ruang sidang.

Bacakan Pleidoi Sambil Menangis

Usai dituntut dengan hukuman mati, Agus pun membacakan pembelaan atau pleidoi di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai A Hutauruk.

Dengan pembelaan sepanjang dua setengah halaman, Agus menolak tuduhan bahwa pembunuhan itu disengaja dan direncanakan. Ia juga mengungkapkan bahwa selama pemeriksaan pendahuluan mendapat tekanan dari petugas Polri.

“Sehingga, karena saya takut mendapat siksaan, saya mengaku seakan-akan peristiwa pemukulan itu telah direncanakan, padahal tidak.”

Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan apa yang dikemukakan tersebut sebagai hal yang meringankan hukumannya nanti. Ia mengakui, mungkin ketika diperiksa hakim dan jaksa ada jawaban yang memberatkan.

"Tetapi, saya mengharapkan dan mohon dengan sangat supaya dipertimbangkan karena unsur disengaja dan direncanakan benar-benar tidak ada.”

Di lain bagian, ia membenarkan bahwa pemotongan mayat istrinya dilakukan sendiri dengan maksud menghilangkan jejak. Ia mengaku kematian almarhumah membuatnya panik.

Pemukulan terhadap istrinya tersebut dilaksanakan karena terdorong emosi yang memuncak dan kesabarannya sudah habis menghadapi istrinya yang mau menang sendiri.

Terdakwa AN menyampaikan penyesalannya atas peristiwa tersebut, yang akhirnya menyengsarakan ketiga anaknya.

Divonis Seumur Hidup

10 Februari 1990, Majelis hakim PN Jakarta Pusat pun akhirnya membacakan vonis untuk Agus. 

Disaksikan sekitar 200 pengunjung sidang, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup buat Agus Nasser. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan hukuman mati dari jaksa.

Meski demikian, Agus tetap tak puas dengan keputusan majelis hakim. Sesaat setelah vonis dibacakan, Agus mengatakan, “Saya naik banding”.

Terdakwa yang hari itu mengenakan baju putih, celana abu-abu, serta kopiah hitam tampak sangat tenang menerima vonis itu. Sebentar saja mulutnya komat-kamit, seperti orang membaca doa. Selain itu, tidak tampak perubahan ekspresi wajahnya.

Dalam putusannya, majelis yang diketuai A. Hutauruk didampingi oleh hakim anggota Justin Sirait dan Imam Sutikno sependapat dengan jaksa yang mengatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan terdakwa didahului oleh perencanaan sebelumnya.

“Majelis sependapat dengan jaksa bahwa tidak ada alasan hukum untuk menyatakan terdakwa saat melakukan pemukulan terhadap Ny. Diah Hodiah tersebut dalam keadaan emosi memuncak serta dalam keadaan tidak ingat apa-apa,” demikian majelis hakim menolak argumentasi terdakwa dan penasihat hukumnya.

Belakangan, Pengadilan Tinggi Jakarta menolak permintaan banding Agus Nasser. Majelis hakim tinggi yang terdiri dari AM Manispi, Ny. Wardiati S dan AO Simarmata, menguatkan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan pengadilan negeri.

Pengadilan tinggi sependapat dengan majelis pengadilan negeri yang menyatakan bahwa Agus Nasser telah melakukan pembunuhan berencana terhadap istrinya sendiri.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/13/14444401/pembunuhan-sadis-di-jakarta-33-tahun-silam-agus-nasser-mutilasi-istrinya

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke