JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memperluas cakupan ruas jalan yang menerapkan aturan ganjil genap guna mengantisipasi meningkatnya volume kendaraan di ibu kota.
Sayangnya, Direktur Eskekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suci Fitria Tanjung menilai kebijakan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengendalian polusi di Ibu Kota.
Dalam beberapa kajian yang dilakukan oleh Walhi, secara garis besar Suci menilai pembatasan kendaraan melalui nomor pelat kendaraan itu justru memicu munculnya kendaraan baru yang lebih banyak.
"Kebijakan ini justru bisa memicu masyarakat Jakarta untuk membeli kendaraan baru karena transportasi publik belum menopang kebutuhan mobilitas masyarakat," ujar Suci kepada Kompas.com, Kamis (23/6/2022).
Hal ini membuat suatu rumah tangga memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor dengan dua jenis nomor pelat yang berbeda, yaitu ganjil dan genap.
Padahal, kata Suci, tujuan dari penerapan aturan ganjil genap untuk mendorong masyarakat beralih kepada transportasi massal. Sayangnya, kondisi transportasi publi saat ini belum efisien dan afektif menuju titik tertentu.
"Akhirnya, masyarakat lebih memilih kendaraan bermotor dan ganjil genap belum efektif, bahkan jadi pemicu orang beli kendaraan baru dengan pelat nomor yang berbeda," tutur Suci.
Perlu ada jaminan fasilitas transportasi memadai
Suci berujar, agar masyarakat beralih kepada transportasi publik harus ada jaminan fasilitasnya, baik itu keamanan, kenyamanan, efisiensi, serta efektifitas perjalanan masyarakat.
Selain itu, kata Suci, pemberian insentif bagi masyarakat yang menggunakan transportasi publik juga perlu diinisiasi. Menurut dia, cara tersebut terbukti efektif membuat masyarakat pindah ke transportasi publik di Jerman.
"Di Jerman, insentif diberikan kepada masyarakat yang memang mau menggunakan transportasi publik dengan pemberian kartu senilai €9 per bulan," ujar Suci.
Selain itu, konektivitas transportasi di sana juga baik sehinga efisiensi waktu di perjalanan sangat optimal. Konektivitas yang baik ini membuat orang tidak terlalu lama di jalan.
"Hal seperti itu menurut saya bisa secara cepat dilakukan oleh pemerintah sambil perlahan kita bertransformasi dan mengkonversi penggunaan energi fosil," tutur Suci.
Adapun DKI Jakarta sempat menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia selama beberapa hari terakhir ini. Menurut Suci, energi fosil menjadi salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara Jakarta.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/23/16174821/ganjil-genap-tak-efektif-kurangi-polusi-udara-walhi-jakarta-justru-pemicu