JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan anak buahnya memberikan pernyataan berbeda soal pencabutan izin organisasi non-profit Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Anak buah Gubernur sebelumnya sudah menyatakan proses evaluasi terhadap izin operasional ACT di Jakarta sedang berjalan setelah munculnya dugaan penyelewengan donasi dana umat.
Namun, Anies belakangan menegaskan pihaknya belum melakukan langkah apapun karena masih menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Evaluasi Sedang Berjalan
Pernyataan terkait evaluasi izin operasional ACT Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Benni Aguschandra, Kamis (7/7/2022).
Benni menyebut evaluasi itu dilakukan setelah setelah muncul dugaan penyelewengan donasi dana umat oleh ACT.
"Sedang proses evaluasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait," kata Benni, dikutip dari Antara.
Adapun SKPD yang sedang memproses evaluasi izin ACT salah satunya dari Dinas Sosial DKI Jakarta.
Benni tidak mengungkapkan lebih lanjut kapan hasil evaluasi perizinan ACT akan diungkapkan ke publik.
Berdasarkan laman ACT, Yayasan Aksi Cepat Tanggap memiliki izin kegiatan beroperasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui surat nomor 155/F.3/31.74.04.1003/-1.848/e/2019 yang berlaku sampai dengan 25 Februari 2024.
"Izin diterbitkan oleh PTSP berupa tanda daftar yayasan sosial dan izin kegiatan yayasan," tutur Benni.
ACT juga memiliki izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) dari Kementerian Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum dan nomor 241/HUK-UND/2020 untuk kategori Bencana.
Namun, Kementerian Sosial telah mencabut izin PUB tersebut pada Selasa (5/7/2022).
Tunggu Proses Hukum
Belakangan, Gubernur Anies Baswedan justru menyatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Oleh karena itu, Pemprov DKI tak akan terburu-buru melakukan langkah terkait pencabutan izin operasional ACT.
"Kami menghormati proses hukum, apalagi proses audit. Biarkan aturan hukum yang menjadi rujukan," ujar Anies, Minggu (10/7/2022).
Kami ingin menghormati aparat penegak hukum, menghormati aparat audit yang sedang melakukan prosesnya dan baru melakukan tindakan setelah ada kesimpulan-kesimpulan," sambungnya.
Anies menambahkan, ia tidak mau bertindak atau mengambil keputusan sebelum ada data.
Sebagai penyelenggara negara, lanjut Anies, dirinya harus mengambil sikap yang bertanggungjawab dan berdasarkan data.
"Dan salah satu sikap bertanggungjawab adalah mengambil keputusan berbasis data, berbasis kelengkapan informasi, seperti ketika menangani Covid-19 lah. Menangani Covid-19 kan pakai data, pakai informasi lengkap," tutur Anies.
Proses Hukum yang Berjalan
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri saat ini masih terus mendalami dugaan penyelewengan dana sumbangan oleh ACT.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, dana donasi ACT diduga digunakan untuk kepentingan pribadi para pengurus yayasan.
“Dalam penggunaan dana hasil donasi tersebut diduga pihak yayasan ACT menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi bagi seluruh pengurus yayasan yang ada di dalamnya,” ujar Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Selain itu, menurutnya, dana donasi itu juga digunakan untuk kepentingan aktivas terlarang.
Namun, Ramadhan tidak menjelaskan lebih lanjut soal rincian aktivitas tersebut.
“Serta diduga terdapat diduga indikasi bahwa penggunaan dana tersebut digunakan untuk kepentingan aktivitas terlarang,” ucapnya.
Pendalaman soal dugaan penyalahgunaan dana ini berdasarkan laporan informasi nomor LI92/VII/Direktorat Tindak Pidana Eksus dan surat perintah penyelidikan dan surat perintah tugas.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir 60 rekening atas nama ACT terkait dugaan penggunaan dana yang melanggar perundang-undangan.
"Per hari ini, PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan, sudah kami hentikan," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Rabu (6/7/2022).
PPATK juga telah menganalisis transaksi keuangan ACT dan hasilnya ada indikasi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan ada dugaan aktivitas terlarang.
Ditemukan ada karyawan ACT yang mengirimkan dana ke negara yang disebut PPATK berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme dengan rincian 17 kali transaksi dengan nilai total Rp 1,7 miliar.
(Penulis Nirmala Maulana Achmad | Editor Irfan Maullana)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/07/11/06554181/beda-pernyataan-anies-dan-anak-buahnya-soal-pencabutan-izin-act