Salin Artikel

Menelusuri Tempat Naskah Proklamasi Disusun: Dulu Kediaman Perwira Tinggi Jepang, Kini Museum

JAKARTA, KOMPAS.com - Kurang lebih 77 tahun silam, tepatnya pada 17 Agustus 1945 pukul 22.00 WIB, perwira tinggi Angkatan Laut Jepang Laksamana Muda Tadashi Maeda kedatangan tamu.

Mereka adalah Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subardjo. Tokoh Indonesia dari golongan pemuda ini tiba di rumah Laksamana Maeda di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) dari Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Mereka memberitahukan kepada Laksamana Maeda bahwa rumah itu akan dijadikan tempat pertemuan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Maeda pun kemudian melaporkan hal tersebut kepada "Gunseikan" (Pemerintah Militer Jepang).

Mayor Jenderal Otoshi yang menerima rombongan Maeda pun menjelaskan bahwa pihak Jepang yang ada di Indonesia tidak dapat membantu memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pasalnya, telah ada kesepakatan antara Jepang dengan Sekutu untuk mempertahankan Status Quo Indonesia, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945.

Saat itu Perang Dunia ke II tengah berkecamuk, dan Jepang menghadapi kekalahan setelah serangan bom atom yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.

Tak berhenti sampai di situ, pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 03.00 WIB, Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo kembali ke rumah Maeda untuk menyusun naskah proklamasi.

Maeda mempersilakan ketiga orang itu untuk menggunakan lantai satu rumahnya, sementara Maeda pergi ke lantai dua untuk tidur.

Ketiga tokoh itu kemudian duduk melingkar di ruang makan.

Bung Karno mempersiapkan draf naskah proklamasi, kemudian Bung Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.

Setelah berdiskusi, naskah proklamasi diberi judul "Proklamasi", lalu kalimat pertama hasil dari kesepakatan ketiga tokoh tersebut adalah "Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia".

Kemudian Bung Hatta menyumbangkan kalimat kedua berupa pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan. Pada naskah proklamasi itu terdapat beberapa coretan pertanda adanya pertukaran pendapat dalam merumuskannya.

Beberapa jam setelah itu, naskah proklamasi dibawa ke Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Di sana, Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Rumah Laksamana Maeda pun kemudian dialihfungsikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Sejarah bangunan museum

Dilansir dari laman resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi www.munasprok.or.id, bangunan tersebut didirikan pada tahun 1920 dengan gara arsitektur Eropa (Art Deco).

Luas tanah museum yakni 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi.

Ketika Perang Pasifik pecah, gedung ini digunakan British Consul General hingga Jepang saat menduduki Indonesia.

Pada masa kependudukan Jepang, gedung ini digunakan Laksamana Maeda sebagai kediaman pribadinya. Lalu setelah kekalahan Jepang, gedung ini menjadi Markas Tentara Inggris.

Tahun 1982, gedung ini sempat digunakan oleh Perpustakaan Nasional sebagai pusat perkantoran.

Dua tahun kemudian, di tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Nugroho Notosusanto menginstruksikan kepada Direktorat Permuseuman agar gedung bersejarah itu dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0476/1992 tanggal 24 November 1992, gedung itu resmi ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Menengok Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Pada Selasa (16/8/2022), Kompas.com berkesempatan berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Ada empat ruangan utama di lantai dasar museum tersebut. Rinciannya adalah ruang pra perumusan, ruang perumusan, ruang pengetikan, dan ruang pengesahan naskah proklamasi.

Ruang pra perumusan dahulu digunakan Laksamana Maeda sebagai kantor dan ruang tamu khusus. Ini merupakan tempat pertama Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo diterima Laksamana Maeda setibanya dari Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945.

Selanjutnya, ruang kedua merupakan tempat Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo mengadakan rapat sekaligus merumuskan naskah proklamasi.

Di ruang itu terdapat meja berbentuk bundar yang dilengkapi dengan lima kursi tanpa sandaran tangan.

Kemudian terdapat juga meja panjang yang dilengkapi dengan 12 kursi dengan sandaran tangan.

Meja dan kursinya bewarna coklat tua dan terdapat tiga patung Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo yang menggambarkan ketika ketiga tokoh itu sedang merumuskan naskah proklamasi.

Ruang ketiga adalah ruang pengetikan. Di ruang ini, naskah proklamasi diserahkan oleh Bung Karno kepada Sayuti Melik untuk diketik.

Setelah Sayuti Melik selesai mengetik naskah proklamasi. Pada tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 WIB, Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah proklamasi itu di ruangan ke empat.

Ruangan terakhir ini biasanya digunakan oleh Laksamana Maeda sebagai ruang rapat dan menerima tamu dalam jumlah yang banyak.

Kemudian, terdapat sebuah piano besar yang diletakkan di bawah tangga.

Sementara di dinding dekat meja tamu, ada delapan tombak bertangkai panjang yang berjejer rapi.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/17/15465121/menelusuri-tempat-naskah-proklamasi-disusun-dulu-kediaman-perwira-tinggi

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke