JAKARTA, KOMPAS.com - Di kawasan Ancol, Jakarta Utara, pernah berdiri sebuah gedung yang menyajikan beraneka ragam hiburan, termasuk perjudian.
Bangunan tersebut dikenal sebagai gedung Hailai. Di masa silam, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membangun gedung ini untuk mendongkrak anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta di sektor perjudian.
Ide meraup pendapatan dari sektor judi muncul karena saat pertama kali Ali Sadikiin dilantik sebagai gubernur oleh Soekarno sebagai Gubernur DKI, APBD DKI kala itu hanya Rp 66 juta.
Angka yang mustahil digunakan untuk membangun Jakarta. Akhirnya di era kepemimpinannya, Ali Sadikin melegalkan perjudian dan menarik pajak darinya untuk masuk APBD.
Nama Hailai sendiri berasal dari olahraga Jai Alai yang digemari bangsa Spanyol, Amerika Latin, dan Filipina kala itu.
Olahraga ini dimainkan dengan melemparkan pelonta (bahasa Spanyol bola) oleh pelontaris (pemain Jai Alai) sekeras-kerasnya ke dinding untuk ditangkap lawan.
Catatan pembangunan gedung Hailai
Harian Kompas pertama kali mencatat rencana pembangunan gedung Hailai tanggal 4 November 1969.
Dari 550 hektar proyek percontohan Ancol, 5 hektar didedikasikan untuk pembangunan Hailai.
Pelaksana pembangunan adalah PT Philindo Sporting Amusement and Tourism Corporation, yang tak lain adalah usaha bersama PT Pembangunan Jaya/Proyek Ancol dengan perusahaan asal Hong Kong, Seven Seas Finance and Trade Corporation Manila.
Dalam berita pada 18 November 1970, Direktur Proyek Ancol Ciputra menjelaskan, gelanggang olahraga Hailai berkapasitas 5.000 penonton duduk dan 1.000 penonton berdiri.
Fasilitas itu berpendingin udara, dilengkapi kelab malam serta kafetaria. Adapun biaya pembangunan kompleks ini sendiri kala itu menghabiskan Rp 800 juta.
Pusat hiburan di Jakarta
Hailai Ancol resmi dibuka 17 Mei 1971. Menteri Perhubungan kala itu, Frans Seda, menyampaikan, Hailai menjadi upaya membuat wisatawan betah dan makin banyak membelanjakan uang di Jakarta.
Kompleks Hailai menjadi bagian kompleks Taman Impian Jaya Ancol, yang juga berisi bioskop drive-in, arena boling, dan hotel dengan 300 kamar. Setelah semua terbangun, pelaksana proyek membuat sirkuit balap motor.
Setelah setahun beroperasi, General Manager Philindo Slamet B, Mei 1972, menyebutkan, omzet Hailai pada setengah tahun pertama sekitar Rp 10 juta per hari.
Kemudian pada semester kedua, dikarenakan pelayanan yang membaik dan adanya penambahan peralatan, omzet Hailai meningkat menjadi Rp 12,5 juta per hari.
Kawasan Ancol turut terkena imbasnya
Sejarawan Rushdy Hoesein mengatakan, Taman Impian Jaya Ancol kala itu belum menjadi tempat rekreasi keluarga dan sempat dipandang miring.
Ia menduga prostitusi juga berkembang di sana. Kebijakan Bang Ali, sapaan Ali Sadikin, membolehkan judi membuat ia dikagumi sekaligus dicerca.
Warga kagum dengan capaian pembangunan Jakarta di bawah kepemimpinannya, tetapi juga memprotes legalnya kegiatan yang melanggar norma.
Namun, Bang Ali bergeming. Tipisnya dana segar bagi pembangunan Ibu Kota membuat ia mengandalkan pajak dari perjudian.
”Dalam usaha melokalisasi penyelenggaraan judi, pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil pajak judi sebagai salah satu sumber keuangan daerah,” katanya, seperti tertulis dalam Catatan H Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977 (1977).
Beberapa kali terbakar
Masa keemasan Hailai berakhir di tahun 1981 saat judi kembali diharamkan di Jakarta. Penutupan ini sempat memunculkan gejolak saat para buruh kasino terpaksa kehilangan pekerjaan.
Gedung Hailai sempat beralih fungsi menjadi tempat untuk ring tinju. Gelaran berbagai kejuaraan tinju, antara lain Piala Sentot II, Kejuaraan Tinju Nasional Tinju Yunior IV, pernah berlangsung di sini
.
Beberapa tahun setelahnya Gedung Hailai kembali berubah fungsi. PT Jaya Ancol dan PT Philindo sempat menyewakan gedung tersebut.
Hasilnya gedung tiga lantai itu diisi oleh restoran, tempat hiburan malam, dan kantor Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Akan tetapi, pada tahun 1988, Gedung Hailai terbakar. Kebakaran itu benar-benar menghabisi seluruh isi gedung. Hanya ruangan sembilan meter persegi milik PBSI yang selamat dari bara api.
Kemudian pada tahun 2019, gedung Hailai yang sudah lama kosong dan tak berpenghuni kembali terbakar. Saat ini, gedung Hailai beserta beragam hiburan yang pernah tersaji di sana tinggal kenangan.
(Kompas.com: Jimmy Ramadhan Azhari/Kompas: Johannes Galuh Bimantara)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/19/06300011/riwayat-hailai-pusat-hiburan-dan-ladang-uang-pemprov-dki-era-ali-sadikin