Salin Artikel

Cerita Kantor Gubernur DKI yang Dulunya Bekas Rumah "Burgemeester"

JAKARTA, KOMPAS.com - Bangunan bergaya Tuscan di Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8 itu tampak kokoh dan anggun meski telah berdiri sejak abad ke-19.

Pilar-pilar besar pada serambi muka gedung tua berwarna putih itu masih perkasa seolah menegaskan ”kekuasaan” orang yang bernaung di bawahnya.

Gedung ini menjadi tempat para Gubernur DKI Jakarta berkantor. Di sinilah para pemimpin Jakarta dari waktu ke waktu bekerja mengatur kota.

Gedung Balai Kota Jakarta ini semula merupakan rumah dinas burgemeester (wali kota) sekaligus kantor pemerintahan.

Ketika terjadi pemekaran kota Batavia ke arah selatan, kantor pemerintahan juga ikut berpindah.

Balai Kota (Stadhuis) yang semula berada di Batavia Lama berpindah ke Tanah Abang pada 1913 dan kemudian ke Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8-9 pada 1919.

Rumah nomor 8, yang sekarang menjadi kantor Gubernur DKI Jakarta adalah kantor dan kediaman Residen van West Java. Artinya, rumah nomor 8 adalah tempat tinggal bagi pejabat setingkat gubernur saat ini.

Dikutip dari arsip Kompas, Adolf Heuken SJ dalam buku berjudul Medan Merdeka-Jantung Ibukota RI (Yayasan Cipta Loka Caraka, 2008), menyebutkan, rumah Residen van West Java adalah perpaduan gaya klasisisme dengan unsur gaya pesisir.

Ini ditandai dengan atap rendah sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan, serta teritisan lebar di bagian samping yang ditopang tiang besi berukir ragam hias sulur-suluran.

Rumah residen, tulis Heuken, terdiri atas rumah induk (sekarang kantor gubernur), diapit bangunan samping. Ruang-ruangnya disusun secara simetris.

Di belakang tiga pintu di serambi muka ada ruang tamu luas. Di sampingnya ada dua ruang kerja.

Di bagian belakang terdapat serambi yang luas dengan dua kamar tidur besar di kanan dan kirinya. Di belakang rumah pernah terbentang taman yang luas untuk pesta.

Rumah nomor 9 adalah gedung Stadsgemeente Batavia. Masih menurut Heuken, pada akhir masa Hindia Belanda, rumah ini fungsinya sama dengan gedung pemerintahan Jakarta sekarang.

Walaupun berhubungan dengan sejarah kota, rumah ini dipandang kurang bernilai dari segi arsitektur. Akhirnya rumah nomor 9 ini dirobohkan dan diganti dengan bangunan modern setinggi 23 lantai pada 1972 saat pemerintahan Gubernur Ali Sadikin.

Gubernur Jakarta yang pernah berkantor di rumah nomor 9, seperti dituturkan arkeolog Candrian Attahiyat, adalah Suwiryo (ketika itu masih wali kota), Soemarno, dan Henk Ngantung.

Gubernur pertama yang berkantor di rumah nomor 8 adalah Ali Sadikin. Para Gubernur Jakarta berikutnya, kecuali Fauzi Bowo, juga menempati rumah nomor 8 ini. Mereka menempati ruangan di sisi kiri gedung.

Masih berfungsi baik

Ruangan-ruangan di dalam gedung tua itu sampai kini masih berfungsi dengan baik. Ruang depan digunakan sebagai ruang tunggu tamu. Dua ruangan lainnya menjadi ruang tamu dan ruang kerja gubernur.

Serambi belakang kini menjadi Balairung, tempat berbagai acara resmi, seperti penandatanganan perjanjian kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pihak lain. Ruang tidur di sisi kiri dan kanan kini berfungsi sebagai ruang rapat.

Mansur, pegawai protokol DKI Jakarta, yang sejak 1990-an hilir mudik mengurus protokoler di dalam gedung, menuturkan, bangunan lama hanya berhenti sampai Balairung. Balai Agung, semacam aula, adalah bangunan baru.

”Dulu masih ada pintu kaca yang membatasi Balairung. Pada era Pak Soerjadi (1992-1997) pintu itu dihilangkan,” ujarnya kepada Kompas.

Di Balairung juga berdiri pilar-pilar besar, mirip seperti di pendopo Balai Kota. Menurut Mansur, pilar itu juga hasil renovasi.

Pintu-pintu ruang rapat pun tinggi dan besar sehingga terkesan kuno, meskipun pintu itu dibuat pada 1990-an.

Mansur menambahkan, di ruang kerja gubernur terdapat pintu kaca dengan pemandangan tambahan yang modern berupa taman dan kolam ikan.

”Taman itu dibuat di zaman Pak Sutiyoso. Ada burung di sangkar, ada ikan koi di kolam, jadi suasananya segar, tidak seperti di dalam gedung tua,” ujarnya.

Selain membangun Balai Kota, Pemerintah Provinsi DKI juga membangun Gedung DPRD baru di Jalan Kebon Sirih yang sebelumnya bekas kantor Kedutaan Besar Belanda di Jakarta akhir 1980-an.

Kebijakan ini makin mengikis keberadaan gedung-gedung tua di Jalan Kebon Sirih dan Jalan Medan Merdeka Selatan.

Gedung Balai Kota Jakarta ini terbuka bagi masyarakat luas. Setiap hari, tamu gubernur datang silih berganti.

Warga yang ingin mengadu pun setiap hari mengantre di gedung tua ini. Tak ada salahnya untuk tahu latar belakang kisah gedung ini agar kita dapat sekalian menikmati aroma sejarahnya.

(Kompas: Fransisca Romana Ninik | Kompas.com: Nirmala Maulana Achmad)

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/17/15291181/cerita-kantor-gubernur-dki-yang-dulunya-bekas-rumah-burgemeester

Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke