JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang warga Depok bernama Anto (30) mengisahkan bagaimana perjuangannya menghidupi keluarga dengan profesi yang terpaksa dijalaninya sejak enam bulan terakhir.
Anto yang merupakan kepala rumah tangga sekaligus ayah dari tiga anak ini hanya mengandalkan belas kasihan dari pengendara atau pejalan kaki yang tengah melintas.
Bermodalkan kostum boneka bebek warna oranye, pria yang memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) itu hanya duduk di pinggir jalan bersama anak keduanya.
"Ya seperti ini (duduk saja). Iya, Bang (duduk di pinggir jalan sambil mengharapkan belas kasihan). Malu juga sih kayak begini. Tapi mau bagaimana?" kata Anto saat ditemui Kompas.com di pinggir jalan, Jalan Pejaten Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Jumat (17/3/2023).
Anto kemudian menjelaskan rutinitas setiap harinya yang berprofesi sebagai orang berkostum boneka.
Ia bersama sang buah hati berangkat dengan angkutan kota alias angkot atau kereta rel listrik (KRL) Commuter Line jurusan Pasar Minggu pada pukul 11.00 WIB.
Setibanya di Pasar Minggu, Anto langsung melangkahkan kaki untuk berjalan menyusuri jalan-jalan yang ada di Jakarta Selatan sambil menggandeng anak dan menggunakan kostum bonekanya.
“Enggak (mendatangi orang lalu joget-joget). Ya nongkrong saja di pinggir jalan. Nanti kalau sudah enggak capek, jalan lagi,” ucap Anto.
Pria asal Sumatera Utara itu berujar, rute yang digunakan setiap harinya tidak sama. Dia hanya jalan sesuka hati tanpa arah tertentu.
“(Intinya) Kami muter-muter, kadang sampai ke Buncit Raya lalu ke Kalibata, nanti ke mana lagi gitu. Pokoknya, enggak menentu (arahnya),” ungkap Anto.
Anto terus berjalan tanpa arah hingga waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB. Setelahnya, ia pulang ke rumah kontrakannya, menemui istri dan dua anaknya yang lain sambil memberikan rezekinya pada hari itu.
“Daripada di rumah, Bang. Mau ngapain lagi? Enggak ada pemasukan kalau di rumah. Karena kan kami juga sudah berkeluarga. Makanya terpaksa kayak begini,” keluh Anto.
Mengenai pendapatan setiap hari, Anto mengatakan hal tersebut tidak menentu, mengingat profesinya ini hanya mengandalkan belas kasihan orang lain.
Jika beruntung, Anto akan membawa pulang uang Rp 100.000. Jika sedang apes, ia pulang dengan tangan hampa.
“Kalau hujan, biasanya enggak dapat sama sekali,” ujar Anto.
Kata Anto, tidak apa-apa pulang dengan tangan kosong. Setidaknya hari esok masih bisa berusaha lagi.
Tetapi, saat ditanya apakah penghasilannya itu dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, mata Anto langsung berkaca-kaca.
“Ya kalau begini, ya dicukup-cukupi, mau bagaimana lagi, Bang. Ya begitulah. Yang penting anak bisa makan, saya sudah bahagia. Bisa makan, ya kalau minta jajan, dikasih uang jajan,” imbuh Anto.
“Enggak ada libur. Ya kalau ada duit, kami makan, kalau enggak ada duit, kami enggak makan. Makanya kami jalan terus setiap hari, supaya anak sekolah, uang jajannya ada. Ini saja kontrakan sudah menunggak dua bulan,” kata Anto lagi.
Kemudian Anto merinci mengenai pengeluaran sehari-hari.
“Kalau naik kereta, sekali isi saldo Rp 20.000, itu untuk 3 sampai 4 hari. Kalau angkot, Rp 10.000 berdua untuk pergi dan pulang,” tuturnya.
Mengenai jarak yang Anto tempuh setiap harinya, ia memperkirakan bisa mencapai angka 20 kilometer.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/18/05310021/curhat-orang-berkostum-boneka-cari-nafkah-di-pinggir-jalan--malu-juga-sih