Kebanyakan orangtua akan membantah atau tidak mau percaya ketika anaknya terindikasi stunting.
"Mayoritas, ibu yang mendapatkan anak dengan diagnosis stunting, memang sangat sensitif. Kita enggak tutup mata itu. Malah, kadang-kadang, mereka denial, tidak mengakui, 'oh enggak, memang keturunan saya kecil, pendek'," ujar Kepala Puskesmas Sunter Jaya II, Artika T, saat ditemui Kompas.com di Jalan Kenanga, RT 013/RW 07, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (3/4/2023).
Sebagai informasi, untuk mengetahui balita stunting atau tidak, biasanya dilihat dari masa pertumbuhan anak yang tercatat di posyandu.
Saat tenaga kesehatan mengetahui ada anak yang berat dan tingginya tidak mengalami perubahan setiap bulannya, mereka akan merekomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahli gizi di puskesmas.
"Mereka kebanyakan bilang, 'pemantauan gizinya lanjut di puskesmas ya'. Jadi, memang dari awal, kader-kader kami tidak ada yang berani menyampaikan langsung, karena sensitif," ucap Artika.
Artika menyampaikan, banyak orangtua yang tidak menerima dengan kondisi anak stunting setelah mengetahui dari dokter spesialis anak.
Mereka, kata Artika, kerap kali membandingkan dengan keturunan yang sebelumnya.
Terlepas dari keahlian dari bidang kesehatan, menjadi petugas kesehatan juga akan bersinggungan dengan masalah simpati atau empati.
Maka dari itu, Artika berujar, tidak sedikit petugas kesehatan merasa sedih dengan orangtua yang memiliki anak stunting.
"Memang penyampaiannya itu harus pelan-pelan, dengan memberikan semangat, juga penyampaian kepada warga itu enggak cukup sekali. Dan diusahakan yang menyampaikan diagnosa itu adalah bukan dari tetangga," ungkap Artika lagi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/03/16423681/tantangan-nakes-di-puskesmas-banyak-orangtua-denial-saat-anaknya