Dari sejumlah titik di Ibu Kota, orang-orang seperti itu juga terlihat di Pasar Koja Baru, Tugu Utara, Jakarta Utara.
Meski demikian, masih sedikit orang yang belum mengetahui lebih jauh profesi jasa penukaran uang.
Beberapa dari mereka yang menjalani pekerjaan musiman ini memiliki latar belakang ekonomi yang masih jauh dari kata ideal.
Dian (41) dan Risma (49), dua dari sekian banyak jasa penukaran uang ini menceritakan kisahnya bisa mengambil proFesi ini.
Latar belakang ekonomi
Berdasarkan pantuan Kompas.com di Pasar Koja pada Kamis (20/4/2023) sekitar pukul 12.47 WIB, terik matahari tidak menyurutkan semangat Dian untuk tetap menjajakan uang lembaran baru.
Ya, Dian saat itu tengah duduk mengemper di pinggir Jalan Bhayangkara, kawasan Pasar Koja Baru dengan menggunakan kaus putih dan celana pendek oranye.
Meski keringat bercucur, Dian menjelaskan kepada calon pelanggan yang hendak menukarkan uang.
Sesekali, Dian terlihat menyeka keringat yang ada di dahu dengan punggung tangannya. Tetapi, karena sangat terik, keringat kembali muncul.
Pria dengan perawakan gempal ini mengaku rela panas-panasan demi menafkahi istri dan ketiga anaknya di rumah.
Ia tidak ingin istri marah ketika melihatnya bermalas-malasan di rumah. Oleh karena itu, Dian untuk pertama kalinya mengambil pekerjaan musiman ini setelah diberitahu seorang teman.
"Karena memang enggak ada pekerjaan lagi. Jadi, apapun dikerjakan, jangan sampai menganggur di rumah,” ungkap Dian .
"Kalau di rumah, enggak bekerja, otak buntu, istri marah-marah, kan repot, bisa-bisa cerai lagi dah nanti. Apalagi Covid-19 kemarin yang tingkat perceraiannya tinggi gara-gara semua di-PHK," imbuh dia melanjutkan.
Jajan anak
Berbeda dengan Dian, Risma mengaku sudah dua kali menjalani pekerjaan jasa penukaran uang ini.
Tujuan mengambil pekerjaan ini juga berbeda dengan Dian. Risma justru mencari tambahan untuk jajan anaknya.
Pasalnya, menurut Risma, gaji suami yang masih di bawah upah minimum regional (UMR) ini terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhn sehari-hari.
"Gara-gara kami bagaimana ya, suami cuma gaji di bawah UMR, kalau kami enggak begini (jasa penukar uang) yang sekali satu tahun, kn sayang. Lumayan buat jajan anak," imbuh Risma.
Rp 50.000 per hari
Dian dan Risma memiliki atasan atau bos sama yang memberikan modal mereka Rp 20 juta untuk satu hari.
Sudah sepekan terkahir, setiap harinya Dian dan Risma mangkal di Jalan Bhayangkara sejak pukul 08.00 WIB.
"Biasanya paling malam jam 22.00 WIB atau 23.00 WIB,” ucap Risma.
Tetapi, hal tersebut tergantung situasi yang ada di lapangan. Pasalnya, mereka juga takut dirampok mengingat membawa uang yang cukup banyak.
Sementara, upah yang didapatkan mereka terbilang kecil. Keduanya hanya mendapatkan Rp 50.000 dan satu kali makan untuk satu hari.
"Saya pernah dua hari enggak laku, tetap dikasih Rp 50.000. Kalau misalnya laku banyak, ya tetap, Rp 50.000 juga," ungkap Risma.
Tanggung jawab besar
Profesi jasa penukaran yang tampaknya memiliki risiko yang cukup tinggi dari tindak pidana perampokan.
Sebab, mereka bekerja di pinggir jalan. Terlebih, jika uang tersebut lenyap, Dian dan Risma akan mengganti rugi.
“Ya ganti rugi, karena itu tanggung jawab kami,” pungkas Dian.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/21/06043381/kisah-dian-dan-risma-layani-jasa-penukaran-uang-demi-jajan-anak-dan-upah