Ia bersama teman seperjuangannya pertama kali berangkat dari Kediri, Jawa Timur, pada 1995 lalu.
Sudarsono nekat merantau mencari peruntungan di Ibu Kota tanpa persiapan apa pun, termasuk keahlian atau pengalaman kerja.
Pada saat itu, hanya temannya saja yang sudah mempersiapkan diri.
Dia kemudian membuka warung tenda dan menjual nasi uduk di kawasan Jakarta Pusat.
"Saya dulu hanya bantuin aja, namanya masih nganggur belum dapat kerja. Bayarannya sesuap nasi dan tempat untuk tidur," ungkap Sudarsono di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, Jumat (28/4/2023).
Selama membantu temannya berdagang nasi uduk, Sudarsono tidak andil dalam kegiatan belanja bahan pangan.
Ia hanya ditugaskan untuk membantu melayani para konsumen membeli nasi uduk yang dahulu dibanderol seharga Rp 5.000 per bungkus.
Meski hanya melayani para pembeli, Sudarsono merasa cukup kesulitan lantaran tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
"Sebelumnya saya enggak punya pengalaman dagang di kampung halaman. Makanya saya bilang, jangan berani-beraninya ke Jakarta biar enggak kesusahan kayak saya dulu," kata dia.
Pernah ditodong celurit
Lokasi Sudarsono dan temannya berjualan nasi uduk berada di dekat sebuah diskotik.
Tak heran kalau mereka kerap berhadapan dengan beberapa pembeli yang dalam kondisi mabuk.
Namun, satu ketika Sudarsono pernah ditodong celurit oleh beberapa orang yang sedang bertengkar.
Saat itu, salah satu dari mereka memanggil Sudarsono dan menanyakan mengapa ia berada di lokasi kejadian.
Sudarsono pun menjawab bahwa ia sedang berjualan nasi uduk bersama temannya.
"Saya langsung disuruh minggir dan pergi dari sana. Celurit saat itu ditempel ke leher dan perut, saya diancam. Katanya, kalau enggak lari, saya bakal dihabisi. Ya saya langsung lari," ucap dia.
Sudarsono dan temannya langsung bergegas merapikan seluruh dagangan dan beranjak kabur dari sana.
Selain ditodong celurit, Sudarsono juga pernah dipalak oleh preman.
"Kalau sekarang, Jakarta enggak kayak waktu saya pertama kali datang pas 1995. Masih banyak preman dulu, di mana-mana bakal dipalak," tutur dia.
Jadi pelayan
Dari pengalamannya membantu teman berdagang nasi uduk, Sudarsono berhasil mendapat pekerjaan sebagai pelayan di sebuah restoran.
Restoran itu masih berlokasi di Jakarta Pusat. Sudarsono hanya bekerja selama enam bulan.
"Gaji per bulannya Rp 700.000-Rp 800.000, itu termasuk besar gajinya di tahun 1995," kata Sudarsono.
Lantaran ingin mencari gaji yang lebih besar demi bisa hidup di Jakarta, Sudarsono kerap berganti-ganti pekerjaan.
Usai memiliki tabungan yang cukup, Sudarsono berhasil memiliki tempat tinggal sendiri di Jakarta Utara.
"Awal tinggal di Jakarta Pusat, sampai pada tahun 2000-an, baru pindah ke Jakarta Utara dan langsung urus KTP Jakarta Utara," Sudarsono berujar.
Kerja di perusahaan konstruksi
Keberuntungan berpihak pada perantau asal Kediri ini.
Pasalnya, Sudarsono berkesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi pada 2007.
Perekonomiannya mulai meningkat. Bahkan, kehidupan percintaannya pun bersemi.
"Dulu, ketemu dan nikah dengan istri di Jakarta. Kami sama-sama perantau. Istri asli dari Tegal, Jawa Tengah," kata Sudarsono.
Saat Sudarsono bekerja di bidang konstruksi, kebetulan istrinya bekerja sebagai pedagang di depan perusahaan tempatnya bekerja.
Selama bertahun-tahun mereka hanya berinteraksi sebagai pedagang dan pembeli.
"Bisa dibilang cinta lokasi karena ketemu setiap hari. Dulu saya dilayani sebagai pembeli, lama-lama dia jadi istri saya," terang Sudarsono sambil tertawa.
Saat ini, Sudarsono dan istrinya telah dikaruniai tiga anak yang bersekolah di jenjang TK, SMP, dan kuliah.
Sudarsono juga masih bekerja di perusahaan konstruksi yang sama. Gajinya semakin meningkat.
"Saya masih kerja di bidang konstruksi di perusahaan yang sama. Sekarang pendapatan per bulan Rp 5 juta," jelas dia.
"Alhamdulillah gaji saya cukup untuk menafkahi keluarga. THR untuk anak-anak juga lancar termasuk untuk yang udah kuliah," sambung Sudarsono.
Menilik pengalamannya, Sudarsono mengimbau para perantau baru untuk mempersiapkan diri sebelum berangkat ke Jakarta.
Menurut Sudarsono, hal yang harus disiapkan oleh calon perantau sebelum mengadu nasib di Jakarta adalah keahlian atau pengalaman kerja.
Ia tidak menyarankan para perantau untuk asal berangkat ke Jakarta jika tidak ingin hidup sengsara.
"Jakarta pendatangnya kan dari wilayah mana aja. Supaya tidak kalah saing, kalau bisa udah punya pengalaman kerja juga sebelumnya," imbau Sudarsono.
Ia melanjutkan, perantau yang tidak memiliki kemampuan apa pun hanya akan merasa kesulitan untuk bertahan di Jakarta.
Jika diterima bekerja pun, mereka hanya akan menyulitkan para rekan kerjanya.
"Kalau ke Jakarta belum ada pengalaman apa aja, cuma ngerecokin orang kerja aja. Saya pribadi terbuka dengan perantau asalkan mereka punya keahlian," ujar Sudarsono.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/30/13055921/kisah-sudarsono-merantau-ke-jakarta-jadi-pedagang-nasi-uduk-hingga-kerja