JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek pembangunan fasilitas Jalan Layang Non Tol (JLNT) di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, yang diinisiasi sejak 2015 masih mangkrak hingga saat ini.
Proyek warisan eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang belum beroperasi itu tidak terawat sama sekali. Dari pantauan Kompas.id, banyak sampah dan tumbuhan liar berserakan di sana.
Tumbuh-tumbuhan liar menjalar pada pembatas jalan layang. Meski Suku Dinas Sosial Jakarta Utara telah menertibkan gelandangan yang sempat menghuni proyek itu, kondisi JLNT Pluit masih dipenuhi sampah.
Padahal, apabila proyek selesai, jalan layang tersebut ditargetkan membentang sejauh 10,1 kilometer.
Selain tak terurus dan sempat dijadikan tempat tinggal pemulung, jalan layang tersebut juga dijadikan tempat pembakaran sampah oleh orang tak dikenal.
Berdasarkan pantauan TribunJakarta.com, beberapa titik di JLNT tersebut gosong. Titik-titik jalan yang gosong itu berada dekat akses masuk awal ke JLNT Pluit.
Di sekitar area yang menghitam, berbagai jenis sampah dibakar di sana. Saat dikunjungi pada Selasa (30/5/2023), masih ada sisa-sisa pembakaran sampah yang belum sepenuhnya padam.
Umi Yanah, salah seorang pemulung yang sempat tinggal di JLNT Pluit mengatakan, pembakaran sampah itu dilakukan oleh orang yang biasa berjaga di lokasi.
"Masih ada yang jaga, ada empat orang lah. Soalnya banyak juga yang ngambilin besi (jalan layang dan jembatan), makanya dijagain," tuturnya.
Umi sendiri sudah satu tahun menempati proyek mangkrak tersebut di dalam sebuah bedeng yang ia bangun bersama keluarganya. Umi tinggal bersama suami dan dua orang anaknya.
Adapun proyek JLNT Pluit dibangun pada 2015 itu untuk menghubungkan kawasan Pluit dengan akses tol Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Namun, pembangunan JLNT tersebut mangkrak alias tidak diteruskan. Proyek itu semakin memprihatinkan akibat dibiarkan terbengkalai selama bertahun-tahun.
Adapun pembangunan jalan ini disebut sempat ditolak oleh warga Pluit. Ratusan orang yang tergabung dalam Forum Warga Pluit, berunjuk rasa di Jalan Pluit Barat Raya, Jakarta Utara, Sabtu (24/10/2015).
Mereka mendesak Ahok mengkaji kembali rencana pembangunan JLNT Pluit. Namun, Ahok saat itu menegaskan tetap akan membangun jalan layang itu.
"Makanya saya bilang kalau cuma nolak gitu, warga Pluit yang mana? Jadi Presiden saja syaratnya cuma 50 persen plus 1," kata Ahok di Balai Kota, Senin (26/10/2015).
Alasan penolakan
Adapun beberapa alasan penolakan pembangunan jalan layang tersebut karena warga tidak dilibatkan dalam penyusunan dan sosialisasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Kemudian pembangunan JLNT Pluit mempergunakan sebagian besar badan Tanggul Pluit sehingga sangat potensial menyebabkan jebolnya tanggul yang mengakibatkan banjir.
Bila banjir, bukan hanya berdampak buruk pada warga, melainkan juga mengganggu pasokan listrik ke PLTU Muara Karang yang merupakan sumber listrik untuk Jawa-Bali.
Ketiga, pembangunan jalan di atas tanggul adalah melanggar hukum. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, khususnya Pasal 15.
Kendati demikian, Ahok berkukuh proyek JLNT itu tidak melanggar aturan apa pun, termasuk kebijakan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Ahok menjelaskan, lokasi pembangunan JLNT memang awalnya merupakan trase jalan. Karena itu, lanjut dia, tak ada yang salah dengan pembangunan JLNT.
Bahkan, kata Ahok, pembangunan JLNT Pluit dapat mengurai kemacetan di wilayah sekitar. "Sekarang dibikin jalan, mau dinaikin supaya langsung naik masuk ke tol," kata Basuki.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/04/12544251/mirisnya-kondisi-proyek-jlnt-pluit-warisan-ahok-yang-mangkrak
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.