Dalam video rekaman yang diterima Kompas.com, Ellyson menyampaikan bahwa permasalahan yang terjadi sudah diselesaikan secara musyawarah.
"Saya sampaikan persoalan ini telah diselesaikan. Kesalahpahaman antara saya sendiri dengan Pak RT, sudah diselesaikan pada musyawarah hari ini juga," kata Ellyson, dikutip dari video tersebut, Rabu (21/6/2023).
Dalam video tersebut, Ellyson mengakui bahwa ada kesalahpahaman soal adanya anggota TNI yang ikut menolak kegiatan ibadah di rumah Doa Fajar Pengharapan.
Keberadaan TNI yang juga merupakan Ketua RW setempat itu, kata dia, untuk melerai aksi penolakan warga.
"Yang kenyataannya adalah keberadaan daripada TNI itu adalah untuk melerai daripada apa yang terjadi saat itu dan dalam kapasitasnya sebagai Ketua RW di tempat itu," sambung dia.
Jemaat tetap bisa ibadah
Setelah permasalahan diselesaikan, Ellyson memastikan bahwa para jemaat di Rumah Doa Fajar Pengharapan bisa tetap melakukan kegiatan ibadah.
"Saya sampaikan pada kita semua, bahwa kegiatan pelaksanaan ibadah dilaksanakan seperti biasanya," tutur Ellyson.
Sebagai informasi, keberadaan Rumah Doa Fajar Pengharapan yang berada di Perumahan Graha Prima, Blok S2, Desa Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sempat ditolak oleh warga.
Ketua RW 027 di lingkungan sekitar yang juga seorang anggota Babinsa bahkan disebut ikut menolak.
Pendeta Ellyson Lase sebelumnya mengatakan, oknum Ketua RW sekaligus Babinsa yang menolak keberadaan rumah doa adalah Serka S, anggota TNI AD yang bertugas di Koramil Tambun, Kabupaten Bekasi.
Penolakan yang ikut dilakukan oleh Ketua RW pertama terjadi di bulan Mei.
"Pertama saya dipanggil di bulan Mei. Dipanggil oleh RT, RW. Di situ ada pemilik rumah, saya dan juga ibu pendeta," ujar Ellyson, Senin (19/6/2023) malam.
Ia lalu menjelaskan, rumah doa adalah sebuah rumah yang ia kontrak untuk beribadah.
Rumah itu tidak ia alih fungsikan sebagai gereja.
Di rumah itu, Ellyson memberikan pendidikan agama untuk anak-anak yang di sekolahnya tidak dilengkapi kurikulum agama kristen.
Penjelasan Ellyson tak digubris. Pihak RT dan RW tetap ingin aktivitas rumah doa tetap dihentikan. Namun, pendeta itu tak mau aktivitas dihentikan.
Ia juga sempat menanyakan, jika tidak boleh beribadah satu minggu sekali, maka harus berapa kali dalam satu bulan kegiatan itu bisa dilaksanakan.
Pihak RT dan RW kembali tak memberi jawaban. Mereka hanya ingin aktivitas di rumah doa dihentikan.
Ellyson saat itu sempat menegur soal status Serka S sebagai TNI. Namun, dirinya justru dibentak.
"Saya juga sampaikan ke ketua RW waktu itu, 'Bapak juga masih aktif sebagai anggota TNI yang melekat di diri Bapak. Walaupun ketua RW, begitukah seorang TNI'," ucap Ellyson.
"Dia kemudian gebrak meja, dia tunjuk saya. Dia marah dan bilang, 'Ini wilayah saya. Saya yang berkuasa. Ikuti aturan saya. Jangan buat aturan sendiri'," sambung dia menirukan ucapan Ketua RW itu.
Penolakan kembali terjadi pada Minggu (19/6/2023). Puluhan warga didampingi Ketua RT dan RW setempat tiba-tiba menggeruduk rumah doa tersebut.
Mereka meminta aktivitas di sana dihentikan.
"Kasus di Rumah Doa kemarin itu, tiba-tiba di sekitar jam 10.00 WIB, kami sudah di dalam. Ketua RT membawa beberapa orang. Dia masuk ke dalam, sudah sampai di teras. Nah, terus saya tanya ke dia, maksudnya apa," ujar Ellyson.
(Penulis: Joy Andre | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina, Irfan Maullana).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/21/23540961/masalah-di-rumah-doa-tambun-selesai-kegiatan-ibadah-bisa-tetap-dilakukan