Salin Artikel

Penipuan "Like" dan "Subscribe" Banyak Makan Korban, Pakar: Pelaku Manfaatkan Kelemahan "FOMO" Anak Muda

JAKARTA, KOMPAS.com - Penipuan bermodus menyukai (like) ataupun mengikuti (follow/subscribe) akun Youtube bertambah. Mayoritas mereka berusia relatif muda.

Kini, penipuan itu menimpa seseorang berinisial COD (24) dengan kerugian mencapai Rp 48,8 juta. Sebelumnya, enam warga Depok juga melaporkan kasus serupa.

Salah satu korban berinisial SNA (24) juga tertipu hingga jutaan rupiah setelah tergiur dengan pekerjaan like dan subscribe akun tertentu dengan komisi Rp 15.000 untuk satu akun.

Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, jatuhnya banyak korban penipuan ini tak lepas dari kelemahan anak muda zaman sekarang.

"Pelaku memanfaatkan kelemahan psikologis anak muda zaman sekarang yang dikenal dengan FOMO alias fear of missing out atau ketakutan untuk tertinggal dari tren terkini," ujar Alfons dalam penjelasannya kepada Kompas.com, dikutip Jumat (23/6/2023).

Saat menjalankan siasatnya, kata Alfons, pelaku akan menjadikan seseorang sebagai sosok yang sangat aktif melakukan transaksi dan mendapatkan uang.

Dalam situasi ini, Alfons berujar, korban akan terbawa dan ikut mengambil paket yang ditawarkan. Ketika melakukan transaksi, korban akan merasa seperti sedang investasi.

"Ia (seolah) akan mendapatkan konsol yang keren dan sangat mirip dengan konsol investasi saham atau keuangan yang sebenarnya konsol abal-abal," kata Alfons.

Ketika korban menyetorkan uang dalam jumlah besar, maka uang setoran itu akan ditahan dengan berbagai alasan.

Tak jarang, setoran itu justru digunakan sebagai senjata agar korbannya menyetorkan uang kembali apabila tidak mau setoran awalnya hangus.

"Pada titik tersebut adalah saat penipu memanen hasil kerja kerasnya sudah jelas uang korban akan hilang dan tidak mungkin kembali lagi," kata Alfons.

Grup Telegram yang digunakan sebagai komunikasi selama ini akan ditutup. Penipu akan menghilang. Alhasilnya, korban hanya bisa terkejut kembali ke dunia nyata dan menyadari kalau dirinya sudah menjadi korban penipuan.

Skema ponzi

Alfons Tanujaya menjelaskan, taktik dasar yang digunakan pelaku mirip dengan skema ponzi dalam robot trading.

Pada awalnya korban akan dibuai dengan penghasilan sesuai dengan yang dijanjikan. Setelah terlena, korban akan ditawari kesempatan untuk mendapatkan hasil lebih besar lagi.

Tetapi kali ini tidak gratis. Korban harus menginvestasikan uangnya guna mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan dan ia tetap harus melakukan pekerjaannya.

"Berikan ikan kecil untuk memancing ikan besar, kira-kira seperti inilah teknik yang digunakan untuk mengelabui korban," ujar Alfons.

Supaya korbannya lebih percaya lagi kepada metode ini,kata dia, maka pelaku akan dimasukkan ke dalam satu grup Telegram bersama dengan member lain yang terlihat bersemangat.

"Ketika ditawarkan tugas baru dan harus menyetorkan sejumlah uang, member itu seolah akan sangat bersemangat dan langsung mengambil kesempatan yang diberikan," kata dia.

Modus cenderung sama

Cara penipuan modus like dan subscribe untuk menjaring satu korban ini nyaris sama pada korban lainnya. Awal mula, korban dihubungi via Whatsapp, lalu dimasukkan ke dalam grup Telegram.

Para korban akan diminta mengerjakan tugas sesuai arahan pelaku, dengan catatan harus mengeluarkan sejumlah uang jika ingin mendapatkan keuntungan lebih.

Cara penipu menjerat korban itu dialami COD. Korban ditawari upah sebesar Rp 500.000 sampai dengan Rp 1,4 juta per harinya.

Setelah menyelesaikan tugas, COD mulai mendapatkan keuntungan. Setelah itu, tak terasa korban masuk tugas keempat. Pada tahap itu, COD harus menyetorkan deposit.

Pelaku meminta COD untuk membayar deposit dengan angka yang bertambah, bahkan hingga Rp 44 juta. Lama-lama kelamaan, COD merasa tidak sanggup membayar deposit.

"Di misi terakhir ini saya tidak sanggup dan saya membayar Rp 25 juta," kata COD.

Ia pun menaruh curiga saat pelaku menolak memberikan komisi yang dijanjikan. Pelaku meminta korban harus membayar pajak OJK sebesar Rp 44 juta. Hal itu agar uang komisi bisa dicairkan.

Hal itu juga terjadi dengan enam korban di Depok pada Mei lalu. Korban diminta mengerjakan tugas dan harus mengeluarkan sejumlah uang jika ingin mendapatkan keuntungan lebih.

Pelaku meminta korban harus membayar pajak OJK sebesar Rp 44 juta. Hal itu agar uang komisi bisa dicairkan.

Hal sama juga dialami enam korban di Depok. Korban masih terus mendapatkan komisi hingga menyelesaikan tugas kedelapan dengan nilai deposit yang terus bertambah.

Rupanya, uang yang sudah dikeluarkan korban hingga kini masih ditahan pelaku.

Pelaku diduga sindikat

Berdasarkan penelusuran polisi pada Mei lalu, pelaku penipuan dengan modus like-subscribe ini masuk ke dalam sebuah jaringan atau sindikat.

Sebab, polisi menemukan beberapa nomor rekening yang pemiliknya berdomisili di berbagai daerah, di antaranya Banjarmasin di Kalimantan Selatan dan Cianjur di Jawa Barat.

"(Pelakunya sudah kami identifikasi) kemungkinan sindikat," kata Kasatreskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno, Kamis (11/5/2023).

Meski demikian, Yogen menegaskan kepolisian masih perlu memastikan kesesuaian identitas pelaku dengan identitas yang terdaftar dalam rekening tersebut.

"Sudah kami lacak semua, ada dua sampai tiga rekening sama beberapa nomor HP. Tapi, kami harus pastikan apakah dia menggunakan identitas yang asli atau palsu," ucap dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/23/08192721/penipuan-like-dan-subscribe-banyak-makan-korban-pakar-pelaku-manfaatkan

Terkini Lainnya

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Megapolitan
Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Megapolitan
Warga Cilandak Tangkap Ular Sanca 4,5 Meter yang Bersembunyi di Saluran Air

Warga Cilandak Tangkap Ular Sanca 4,5 Meter yang Bersembunyi di Saluran Air

Megapolitan
Dijanjikan Diberi Pekerjaan Usai Ditertibkan, Jukir Minimarket: Jangan Sekadar Bicara, Buktikan!

Dijanjikan Diberi Pekerjaan Usai Ditertibkan, Jukir Minimarket: Jangan Sekadar Bicara, Buktikan!

Megapolitan
Soal Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Pengamat Pendidikan : Kegiatan 'Study Tour' Harus Dihapus

Soal Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Pengamat Pendidikan : Kegiatan "Study Tour" Harus Dihapus

Megapolitan
FA Nekat Bunuh Pamannya Sendiri di Pamulang karena Sakit Hati Sering Dimarahi

FA Nekat Bunuh Pamannya Sendiri di Pamulang karena Sakit Hati Sering Dimarahi

Megapolitan
Minta Penertiban Juru Parkir Liar Dilakukan secara Manusiawi, Heru Budi: Jangan Sampai Meresahkan Masyarakat

Minta Penertiban Juru Parkir Liar Dilakukan secara Manusiawi, Heru Budi: Jangan Sampai Meresahkan Masyarakat

Megapolitan
Tabrak Separator 'Busway' di Buncit, Pengemudi: Ngantuk Habis Antar Katering ke MK

Tabrak Separator "Busway" di Buncit, Pengemudi: Ngantuk Habis Antar Katering ke MK

Megapolitan
Pemkot Depok Janji Usut Tuntas Insiden Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang

Pemkot Depok Janji Usut Tuntas Insiden Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang

Megapolitan
Dibawa ke Pamulang untuk Kerja, FA Malah Tega Bunuh Pamannya

Dibawa ke Pamulang untuk Kerja, FA Malah Tega Bunuh Pamannya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke