Koordinator Lapangan GNPR Verry Koestanto mengatakan, bentrokan antara warga dengan aparat keamanan di Pulau Rempang merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manuasia (HAM).
"Proyek tersebut adalah bentuk nyata pelanggaran HAM," kata Verry kepada awak media di lokasi.
Karena itu, massa menuntut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menarik pasukannya dari Rempang.
Massa menuntut pemerintah bersikap humanis dalam menghadapi persoalan di Rempang.
"Menarik mundur pasukan serta mencopot aparat yang terlibat dalam kekerasan fisik terhadap masyarakat sipil," ujar Verry.
Selain itu, massa mendesak pemerintah menghormati hak penduduk asli Rempang. Massa meminta pemerintah membicarakan baik-baik proyek Rempang Eco City dengan warga terdampak, sebelum menjalankan proyek tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, persoalan Pulau Rempang menuai sorotan publik lantaran memicu bentrokan antara warga dengan aparat keamanan.
Ribuan warga menggeruduk kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam hingga menimbulkan kericuhan.
Kerusuhan di Pulau Rempang terjadi setelah warga menolak adanya proyek pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di wilayah tersebut.
Panglima TNI sebelumnya mengatakan, prajurit TNI di daerah Rempang diterjunkan oleh Komando Resor Militer (Korem) setempat yang dimintai bantuan oleh BP Batam.
Selain dari Korem setempat, prajurit di Rempang merupakan pasukan dari Panglima Komando Armada (Pangarmada), Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal), dan Komando Distrik Militer (Kodim) setempat.
Mereka bertugas di sejumlah pos penjagaan di wilayah tersebut.
Yudo pun menuturkan, sejak era Reformasi, TNI tidak lagi dilengkapi senjata ketika diminta memberikan pengamanan di suatu wilayah.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/09/20/17111681/demo-di-patung-kuda-massa-minta-tni-polri-tarik-mundur-pasukan-dari