JAKARTA, KOMPAS.com - Toleransi beragama di Kota Depok, Jawa Barat, kembali diuji dengan adanya isu penggerudukan sebuah kapel di Jalan Bukit Cinere Raya, Gandul, pada Sabtu (16/9/2023).
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sejumlah warga setempat mendatangi rumah ibadah umat nasrani itu hingga aksi dorong-mendorong pagar kapel terjadi.
Aksi ini dikecam oleh Setara Institute karena dinilai sebagai tindakan main hakim sendiri.
"Apa pun yang terjadi pada Kapel Depok sebenarnya sebuah bentuk intoleransi, cenderung main hakim sendiri," ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, Kamis (21/9/2023).
Halili menambahkan bahwa penggerudukan itu merupakan bentuk intimidasi terhadap kaum minoritas.
Tanggapan Wali Kota Depok
Wali Kota Depok M Idris membantah adanya penggerudukan di kapel tersebut. Menurutnya, warga hanya ingin melihat-lihat situasi di sana.
"Mereka penasaran untuk melihat kayak apa sih kapel, mau lihat doang, bukan untuk nyeruduk. Bahasa media kadang-kadang nyeruduk, nyeruduk tempat ini, kalau nyeruduk kan ganas," urai Idris kepada awak media, Selasa (19/9/2023).
Pihak kapel sendiri mengakui ada persoalan administrasi yang memang belum dituntaskan, dan mereka berniat untuk menyelesaikan hal tersebut secepatnya.
Menurut Idris, proses ibadah di kapel itu akan dilakukan secara virtual sementara waktu hingga seluruh proses administrasi rampung.
Pengecekan bangunan kapel akan dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok.
Hasil pengecekan akan diserahkan kepada forum komunikasi umat beragama (FKUB) dan Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Idris, FKUB dan Kemenag merupakan pihak yang nantinya akan mengeluarkan keputusan apakah kapel itu dapat beroperasi atau tidak.
"Dengan itu (keputusan FKUB-Kemenag), dia (pihak kapel) mendapatkan izin dari kepala daerah. Kepala daerah tinggal mengizinkan," urainya.
Predikat sebagai kota intoleran
Selama beberapa tahun belakangan, Depok dinobatkan oleh Setara Institute sebagai kota dengan skor indeks toleransi yang rendah.
Dengan kata lain, Depok disebut sebagai kota intoleran.
Berdasarkan laporan Indeks Kota Intoleran (IKT) 2022 yang dirilis Setara Institute, Depok menempati posisi dua terbawah setelah Kota Cilegon, Banten.
Salah satu faktor yang menyebabkan Depok masuk ke dalam daftar kota intoleran adalah karena adanya penyegelan rumah ibadah.
Wali Kota Depok Mohammad Idris sempat menyangkal hasil laporan Setara Institute tersebut.
Idris berpandangan hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) Kota Depok dalam suasana damai," kata Idris, Selasa (11/4/2023).
(Penulis: Muhammad Naufal, Ivany Atina Arbi/ Editor: Nursita Sari, Jessi Carina)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/09/22/13473401/saat-toleransi-di-depok-kembali-diuji-dengan-adanya-penggerudukan-kapel