Salin Artikel

Menjelajahi Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok, Cagar Alam Tertua di Indonesia

Setelah 15 menit berjalan kaki dari Stasiun KRL Depok dan bermodal peta digital, Rabu (11/10/2023) lalu, tibalah saya, jurnalis Kompas.com, di kawasan cagar alam yang sudah berusia ratusan tahun itu.

Cukup mudah menemukan cagar alam ini karena berada persis di tepi jalan raya.

Namun, saya tidak menemukan pintu masuk menuju area dalam cagar alam, sebab yang tampak hanyalah pagar-pagar besi tua setinggi satu meter dengan beberapa bagian "anjlok".

Pagar-pagar ini membatasi Taman Hutan Raya Pancoran Mas dengan jalan umum.

Saat berupaya mencari gerbang masuk, saya menghampiri Yossi (45), salah satu penarik becak yang mengetem di dekat pagar, untuk bertanya.

"Mau masuk, Neng? Enggak apa lewat sini saja, cuma harus permisi dulu sama orang yang enggak kelihatan di sini," ujar pria paruh baya itu sembari menunjuk celah pagar.

Kendati demikian, saya tetap bertanya di mana sebenarnya akses masuk cagar alam ini. Yossi pun mengarahkan saya menuju sebuah pos kecil.

Pos itu berukuran 3x3 meter. Di sana ada sejumlah petugas kebersihan berseragam hijau. Salah satunya Imam (38), penjaga Taman Hutan Raya Pancoran Mas.

Imam lalu mengajak saya mengitari sekitar 25 persen dari total luas 7,2 hektar area cagar alam ini.

Sementara itu, 75 persen area ini adalah kawasan konservasi yang tidak boleh dimasuki sembarang orang.

Imam mengatakan, kawasan konservasi hanya bisa dimasuki petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Yang boleh masuk itu di area sini saja, makanya ini kan kami bersihkan, kami tata. Tapi kalau di dalam sana yang hutan itu enggak boleh diganggu, benar-benar untuk konservasi alami. Daun gugur pun di dalam dibiarkan saja, nanti terurai kan jadi kompos alami juga," kata Imam saat memandu saya berkeliling.

Beberapa di antaranya, yakni mahoni, eboni, jati putih, kecapi, durian, rotan, bambu, kakilayu, aren, nangka, jengkol, murbei, hingga kayu laban mengakar di sana sejak puluhan tahun silam.

Tidak heran, meski langit Kota Depok sangat terik siang itu, rimbunnya dedaunan di sini memayungi saya dari paparan langsung sinar matahari.

"Ini pohon yang paling besar di tengah pohon jinjing, mungkin sudah lebih dari 20 tahun umurnya. Kayak mahoni, eboni, jati putih itu kan tanaman anak-anak IPB, sudah dari tahun 1995 tanamnya," papar Imam.

Selain flora, cagar alam tertua di Indonesia milik Kota Depok ini juga menjadi rumah bagi aneka satwa liar.

Di sini ada ular sanca kembang, kobra jawa, biawak, musang, burung kutilang, burung perenjak, burung kaca mata, burung puyuh, burung tekukur, burung perkutut, serta burung hantu.

Namun, warga tak perlu khawatir. Imam berkata, ia bersama petugas lain rutin melakukan patroli bergantian mengelilingi pagar, guna memastikan tidak ada satwa, khususnya ular, yang menuju permukiman.

"Kami setiap hari di sini, jadwalnya shift-shift-an dua orang. Jagain dari batas pagar juga, takut ada satwa yang keluar kan," terang pria asli Depok itu.

Melangkah lebih jauh, kian beragam pula keanekaragaman hayati yang saya temui. Sungguh menakjubkan rasanya, bisa menapaki akar-akar besar dari berbagai pohon raksasa ini.

"Kalau akar yang ini, kalau sudah besar nanti ada airnya, biasa itu yang diminum kalau di hutan. Nah kalau akar yang ini, yang biasa dipakai kayak di film Tarzan itu untuk gelantungan karena kuat. Yang akar ini namanya akar rotan, untuk bikin anyaman," papar dia sembari menunjuk aneka bentuk akar yang kami temui.

Tidak terasa, nyaris satu jam lamanya Imam mengenalkan satu per satu tanaman di Taman Hutan Raya Depok yang dulu disebut Cagar Alam Depok ini.

Kami pun kembali ke pos awal untuk mengakhiri perjalanan.

Meski sebagian besar orang berkunjung ke sini untuk melakukan penelitian, Imam berkata, Taman Hutan Raya Pancoran Mas terbuka bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dalam soal keanekaragaman hayati.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/10/16/17271681/menjelajahi-taman-hutan-raya-pancoran-mas-depok-cagar-alam-tertua-di

Terkini Lainnya

Tukang Tambal Ban Digeruduk Ojol, Diduga Sebar Ranjau Paku di Jalan MT Haryono

Tukang Tambal Ban Digeruduk Ojol, Diduga Sebar Ranjau Paku di Jalan MT Haryono

Megapolitan
Cabuli 5 Anak di Cengkareng, Pelaku Masuk Rumah Korban dan 'Ngaku' Ingin Beli Pulsa

Cabuli 5 Anak di Cengkareng, Pelaku Masuk Rumah Korban dan "Ngaku" Ingin Beli Pulsa

Megapolitan
Murid dan Guru SMK Lingga Kencana Trauma, Menangis Saat Ditanya Kronologi Kecelakaan

Murid dan Guru SMK Lingga Kencana Trauma, Menangis Saat Ditanya Kronologi Kecelakaan

Megapolitan
Kontennya Diduga Merendahkan Bahasa Isyarat, Komika Gerall Dilaporkan ke Polisi

Kontennya Diduga Merendahkan Bahasa Isyarat, Komika Gerall Dilaporkan ke Polisi

Megapolitan
Soal Dugaan Bus Pariwisata SMK Lingga Kencana Tidak Laik Jalan, Yayasan Harap Polisi Beri Info Seterang-terangnya

Soal Dugaan Bus Pariwisata SMK Lingga Kencana Tidak Laik Jalan, Yayasan Harap Polisi Beri Info Seterang-terangnya

Megapolitan
Pemkot Depok Beri Santunan Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Pemkot Depok Beri Santunan Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bangun RDF di Rorotan Cilincing, Tampung 2.500 Ton Sampah Per Hari

Pemprov DKI Jakarta Bangun RDF di Rorotan Cilincing, Tampung 2.500 Ton Sampah Per Hari

Megapolitan
Percaya Bus Laik Jalan, Yayasan SMK Lingga Kencana: Kalau Tak Yakin, Enggak Diberangkatkan

Percaya Bus Laik Jalan, Yayasan SMK Lingga Kencana: Kalau Tak Yakin, Enggak Diberangkatkan

Megapolitan
Ketika Janji Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Minimarket Dianggap Mimpi di Siang Bolong...

Ketika Janji Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Minimarket Dianggap Mimpi di Siang Bolong...

Megapolitan
Suprayogi, Guru SMK Lingga Kencana yang Tewas dalam Kecelakaan Bus, Dikenal Perhatian dan Profesional

Suprayogi, Guru SMK Lingga Kencana yang Tewas dalam Kecelakaan Bus, Dikenal Perhatian dan Profesional

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Pihak Yayasan Merasa Kondisi Bus Layak

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Pihak Yayasan Merasa Kondisi Bus Layak

Megapolitan
Tidak Cukup Dibebastugaskan, Direktur STIP Diminta Bertanggung Jawab secara Hukum

Tidak Cukup Dibebastugaskan, Direktur STIP Diminta Bertanggung Jawab secara Hukum

Megapolitan
Polisi Selidiki Penyebab Tawuran di Kampung Bahari yang Bikin Jari Pelaku Nyaris Putus

Polisi Selidiki Penyebab Tawuran di Kampung Bahari yang Bikin Jari Pelaku Nyaris Putus

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke