Ia maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai Buruh di daerah pemilihan (dapil) VII Jakarta Selatan, yakni Cilandak, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Setiabudi, dan Pesanggrahan.
Ingin perjuangkan UU PPRT
Yuni mengaku bahwa alasannya maju sebagai caleg adalah untuk memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) jika ia terpilih nanti.
“Kalau terpilih, saya konsisten dengan niat saya, yakni mendorong disahkannya UU PPRT,” ujar Yuni saat ditemui di kontrakannya, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (1/2/2024).
Ia mengatakan akan mati-matian memperjuangkan pengesahan RUU PPRT.
Sebab, tak sedikit rekan sejawatnya di Jakarta yang mendapatkan perlakuan tak pantas dari majikan, antara lain jadi korban penganiayaan, pelecehan, dan diskriminasi.
“Selama ini kami tak ada perlindungan. Tak sedikit yang mendapatkan kekerasan dari majikannya. Makanya saya ingin mendorong disahkannya UU PPRT,” tutur dia.
Bayar Rp 500.000 untuk administrasi
Yuni mengatakan, dirinya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 500.000 untuk biaya administrasi.
Biaya administrasi yang dimaksud adalah biaya untuk mengikuti tes kecakapan sebelum didaftarkan secara resmi oleh partainya.
“Sebelum resmi jadi caleg kan ada beberapa tes, nah jadi saya keluar uang pribadi juga di sini, selain biaya kampanye ya,” tutur dia.
Tak punya modal kampanye
Keputusan Yuni untuk maju sebagai caleg bukan berarti bahwa ia memiliki banyak modal untuk kampanye. Ia mengecap dirinya sebagai caleg duafa.
“Kalau saya mah bisa dibilang caleg duafa, istilahnya enggak punya modal buat kampanye,” ujar Yuni
Yuni menyampaikan, dirinya tak banyak membuat alat peraga kampanye (APK) sejak masa kampanye dimulai.
Ia hanya membuat beberapa poster, stiker, dan gantungan kunci.
“Kalau yang keluar dari kantong saya cuma itu (poster, stiker, dan gantungan kunci). Ada juga spanduk dengan ukuran agak besar, tetapi itu jatuhnya kolaborasi sama caleg lain dan dia yang bayar,” tutur dia.
Caleg dari Partai Buruh ini mengaku hanya mengeluarkan dana Rp 2 juta untuk membuat seluruh APK yang didapat dari pekerjaannya.
“Saya sisihkan uang buat kampanye setiap gajian. Kebetulan saya part time jadi PRT di tiga majikan. Makanya alhamdulillah bisa bantu sedikit untuk kebutuhan pembuatan APK,” ungkap dia.
Tak boleh kampanye di sekitar kontrakannya
Meski sudah terdaftar sebagai caleg DPRS DKI, Yuni mengaku tak diperbolehkan untuk melakukan kampanye di sekitaran kontrakannya.
“Jujur saja, di sini, di kontrakan saya, saya tidak diperbolehkan untuk sosialisasi waktu minta izin,” kata Yunin
Yuni menyebut, dirinya tak diberi izin oleh salah satu perangkat wilayah setempat.
Alasannya, wilayah yang dihuni Yuni telah mendeklarasikan dukungan untuk beberapa caleg.
“Mereka bilang gini, ‘karena di sini sudah mendukung dua caleg, jadi enggak bisa sosialisasi’,” ungkap Yuni seraya menceritakan perkataan oknum tersebut.
Yuni yang berstatus sebagai pendatang akhirnya memilih untuk legawa.
Ia tak ingin membuat gaduh wilayah tempat tinggalnya gegara hal seperti ini dan memilih untuk berkampanye di lokasi lain.
“Karena aku pendatang, aku sadar diri dan menghargai aja. Toh kita bisa sosialisasi di tempat lain,” tutur dia.
(Tim Redaksi: Dzaky Nurcahyo, Nursita Sari, Jessi Carina)
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/02/16444001/ikhtiar-prt-di-jaksel-maju-jadi-caleg-dprd-dki-ingin-perjuangkan-uu-pprt