JAKARTA, KOMPAS.com - Mata yang kurang awas akibat penyakit katarak tak halangi Sudarman (68) untuk tetap terus menjalani profesinya sebagai seorang marbut di Masjid Al-Falaah Manggarai Jakarta Selatan (Jaksel).
Meski matanya tak lagi seperti dulu, ia tak mau menganggap hal tersebut sebagai kendala ketika ia menjalani tugas.
"Mata yang kurang awas tapi kayak enggak ada kendala. Datang seperti biasa aja buka pintu segala macam enggak mau dijadiin kendala," ucapnya ketika diwawancarai oleh Kompas.com, Selasa (19/3/2024).
Di usianya yang sudah tak muda lagi, Sudarman mengakui, seringkali merasa lelah ketika melakukan pekerjaannya menjadi seorang marbut masjid.
Namun, ia selalu berusaha untuk menjalani tanggung jawabnya semaksimal mungkin.
Sudarman selalu merasa tidak tenang jika meninggalkan masjid Al-Falaah dalam kondisi berantakan.
“Ya, dibilang capek ya capek, tapi bagaimana, sudah tanggung jawab. Mau ninggalin pas lagi berantakan rasanya enggak enak,” sambungnya.
Kondisi sakit tak menghalangi datang ke masjid
Sudarman juga mengakui, dirinya seringkali memaksakan diri untuk tetap datang ke masjid meski dalam kondisi sakit.
Ia bercerita, saat matanya baru saja menjalani operasi katarak, dokter menyuruhnya untuk beristirahat di rumah lebih dari satu bulan.
Namun, baru hari keempat beristirahat, Sudarman melihat kondisi Masjid Al-Falaah yang justru berantakan dan tidak ada yang mengurus.
“Waktu operasi mata harus lebih dari sebulan enggak boleh kena debu dan banyak gerak. Tapi, baru empat hari ditinggal, lihat ke masjid ya Allah berantakan banget, enggak ada yang nyapuin,” ungkapnya.
Padahal sebelum menjalani operasi, Sudarman berusaha melakukan upaya agar kondisi masjid Al-Falaah tetap rapih dan bersih selama ia tinggal.
Upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan sebagian gajinya kepada rekan sesama marbut agar ia bisa menggantikan tugas Sudarman sementara waktu.
Namun, sang rekan justru tidak menjalani apa yang diharapkan Sudarman.
Karena kondisi masjid kotor, banyak jemaah atau warga sekitar melakukan protes kepada Sudarman.
“Padahal saya sudah kasih uang supaya masjid enggak berantakan, eh malah berantakan dan jemaah pada ngomong,” jelasnya.
Sejak itu pula, Sudarman sulit untuk mempercayai orang lain untuk membantunya mengurus Masjid Al-Falaah.
Sudarman berharap, suatu saat orang yang menggantikannya menjadi marbut di Masjid Al-Falaah bisa bekerja secara jujur dan ikhlas.
Kemudian, bisa selalu memegang tanggung jawab penuh agar kondisi Masjid Al-Falaah bisa terus terawat.
Dapat dukungan dari keluarga
Di tengah kesehatannya yang sudah menurun, Sudarman mengaku kedua anaknya sampai saat ini tak pernah melarang ia untuk tetap bekerja sebagai seorang marbut masjid.
Sudarman menjelaskan, anak keduanya yang bernama Mulyadi beberapa kali menyuruhnya untuk berhenti menjadi seorang marbut.
Pasalnya, Mulyadi sendiri masih sanggup menanggung biaya hidup Sudarman selama ini.
Namun, Sudarman tetap bulat dengan tekadnya untuk mengabdi kepada Masjid Al-Falaah.
Sudarman mengatakan, kedua anaknya kini hanya mampu mengingatkan dirinya agar bisa lebih menjaga diri dan tidak terlalu lelah setiap harinya.
“Anak enggak pernah ngomelin, yang penting saya bisa jaga diri aja dibilangin supaya enggak terlalu cape banget,” tutupnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/25/13422111/pengabdian-jadi-marbut-masjid-meski-sakit-katarak-sudarman-sudah-tanggung