JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib getir dirasakan Sukardi (73) yang masih harus bekerja sebagai kuli panggul di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur saat usianya tak lagi muda.
Keadaan dan tanggung jawab untuk menafkahi keluarga lah yang membuat semangat bekerja Sukardi terus berkobar hingga saat ini.
Ia sudah menjalani profesi sebagai seorang kuli panggul di Terminal Kampung Rambutan kurang lebih selama 30 tahun.
Usianya yang sudah tua, membuat kondisi fisik Sukardi juga ikut menurun. Dengan langkah tertatih-tatih, dan mata penuh harap, Sukardi selalu menunggu penumpang yang ingin menggunakan jasa kuli panggulnya di depan bus yang baru saja tiba di Terminal Kampung Rambutan.
Namun, karena usia Sukardi tak lagi muda, banyak penumpang yang tak percaya menggunakan jasanya.
"Ada penumpang yang menolak, saya coba yakinin saya kuat. Dia bilang enggak ah, kasihan bapak sudah tua," kata Sukardi kepada Kompas.com di Terminal Kampung Rambutan, Senin (15/4/2024).
Sukardi mengaku, sering kali merasa begitu sedih ketika banyak penumpang yang tak percaya menggunakan jasanya.
Namun, penolakan itu tak melunturkan semangat Sukardi dalam mencari nafkah untuk keluarga.
"Saya coba terus, namanya cari nafkah buat istri, kadang penumpang ngizinin buat bawa aja barangnya kalau kuat," sambungnya.
Perantau asal Solo ini mengatakan, tak pernah mau memaksa penumpang untuk menggunakan jasanya.
Jika ia diberikan izin untuk membantu bawa barang penumpang maka akan dilakukan.
Namun, jika tidak mendapatkan izin maka Sukardi tak akan mau memaksa dan meminta belas kasihan.
Karena tawaran jasanya kerap ditolak penumpang, membuat pendapatan Sukardi lebih sedikit dibanding kuli panggul lainnya.
Ia mengaku, pendapatannya hanya sekitar Rp 30.000 saja per hari.
Pendapatan itu sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangganya.
Kata Sukardi, pendapatan Rp 30.000 hanya cukup untuk membeli beras saja.
Ia tak mampu untuk membeli lauk bergizi dari pendapatannya itu
"Kadang-kadang, ya, begitu makan pakai cabai doang," ucapnya.
Ditambah lagi, Sukardi dan istrinya yang bernama Ernawati (60) harus membayar kontrakan sebesar Rp 500.000.
Beruntungnya, Ernawati tak mau berdiam diri dan coba membantu perekomian keluarganya dengan bekerja sebagai buruh cuci dan gosok pakaian.
Penghasilan Ernawati sebagai buruh cuci sebesar Rp 1.100.000 per bulan, yang ia gunakan untuk membayar kontrakan dan keperluan lainnya.
Sementara pendapatan Sukardi digunakan untuk makan sehari-hari.
Dengan pendapatan yang minim, Sukardi dan Ernawati juga sering kali menaggung biaya hidup cucu-cucunya.
Pasalnya, kedua anak Sukardi dan Ernawati sama-sama mengalami keterbatasan ekonomi dan tidak memiliki pekerjaan pasti.
Karena hal itu yang membuat Sukardi tak pernah lelah untuk bekerja meski kondisi fisiknya sudah mengalami penurunan.
Ia selalu berdoa agar lebih banyak penumpang yang mau dan percaya menggunakan jasanya.
"Doanya begitu supaya banyak penumpang yang percaya kalau saya masih kuat meski sudah tua," tutup Sukardi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/04/17/11552971/kisah-kuli-panggul-sering-ditolak-pelanggan-karena-sudah-tua-sukardi-saya