Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiada Hari Tanpa Berpuasa

Kompas.com - 29/07/2011, 03:52 WIB

Selain itu, ada kelompok yang berpandangan—implisit-eksplisit—bahwa puasa adalah mendekatkan diri kepada Tuhan yang harus direpresentasikan melalui ketekunan dalam beribadah yang bersifat ritual-vertikal. Bagi mereka, termasuk dalam takarub kepada Allah adalah menghilangkan dan menghancurkan segala sesuatu yang dalam anggapan mereka akan mengganggu kekhusyukan berpuasa. Untuk itu, mereka tak segan-segan merusak tempat hiburan dan sejenisnya.

Pola puasa semacam itu gejala umum dalam kehidupan umat hingga saat ini. Mungkin hanya sedikit yang mengembangkan keberpuasaan sesuai dengan substansi ajaran puasa itu sendiri.

Membangun komitmen

Kendati bulan puasa hanya satu bulan dalam setahun dalam hitungan yang bersifat lunar dan umat Islam hanya diwajibkan secara ritual serta fisik berpuasa pada satu bulan itu, mereka sejatinya dituntut secara teologis- sufistik melaksanakannya sepanjang tahun. Tentunya berpuasa selepas bulan Ramadhan lebih bersifat moral.

Dengan demikian, umat Islam pada bulan Ramadhan wajib beribadah puasa secara fisik dan moral. Melalui ibadah puasa, mereka pada siang hari tidak boleh makan dan minum, tidak boleh melakukan hubungan suami-istri, dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan agama. Selain itu, mereka juga harus menghindarkan diri dari segala perilaku hina dan tercela, terutama merugikan orang lain. Mereka wajib menahan amarah, iri, dan dengki, tidak menyakiti sesama, tidak main hakim sendiri, serta tak merusak alam dan menyebarkan keangkaramurkaan.

Pada saat yang sama, mereka mutlak mengembangkan sikap- laku sabar, arif, dan mengedepankan dialog dalam menyelesaikan segala persoalan. Setelah bulan puasa usai, mereka memang tidak diwajibkan berpuasa secara fisik, tetapi harus tetap mengembangkan keluhuran moral sekaligus berupaya keras untuk tidak berada dalam kungkungan hawa nafsu mereka.

Bulan Ramadhan bagi umat Islam, selain bersifat latihan pengendalian diri, juga senyatanya lebih bersifat upaya muhasabah al-nafs, refleksi diri untuk menelusuri sejauh mana selama sebelas bulan sebelum bulan puasa itu mereka sudah berada dalam bimbingan moral agama. Jika mereka relatif sudah berjalan di atas nilai dan ajaran agama substantif, tugas mereka adalah meningkatkan kualitas. Namun, andai pernah tergelincir, mereka dituntut secepatnya kembali ke dalam rangkulan kesejatian agama. Dalam konteks ini, puasa sejatinya setiap hari, sepanjang tahun, bahkan sepanjang usia.

Melalui penyikapan puasa semacam itu, kualitas keberagamaan umat Islam akan terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, model ini urgen untuk dikembangkan saat ini dan ke depan. Semoga kita, umat Islam Indonesia, masih memiliki kearifan untuk mengembangkan diri secara terus-menerus dan berkelanjutan, termasuk dalam berpuasa.

Abd A’la Pembantu Rektor Bidang Akademik IAIN Sunan Ampel, Surabaya; Guru Besar dalam Sejarah Pemikiran Islam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com