Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur Jokowi dan Wakil Rakyat soal Tarif Angkot

Kompas.com - 06/07/2013, 08:33 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Hampir dua pekan pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, tarif angkutan kota di Jakarta tak kunjung disesuaikan. Penyebabnya tidak lain adalah tarik ulur antara dua pihak, yakni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

Tarik ulur antara dua lembaga negara itu dimulai sejak Pemprov DKI mengusulkan tarif baru angkutan kota pada Selasa (25/6/2013) lalu. Kala itu, atas usulan dari Dinas Perhubungan DKI, Organisasi Angkutan Darat, dan Dewan Transportasi Kota Jakarta, disepakati penyesuaian tarif berlaku terhadap tiga kategori moda transportasi, yakni bus kecil, bus sedang, dan bus besar yang masing-masing naik menjadi Rp 3.000 atau sebesar 30 persen. Adapun tarif bus transjakarta tetap Rp 3.500.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, tarif baru yang diusulkan hanya diperuntukkan bagi angkutan kota kelas ekonomi. "Kalau yang bukan ekonomi, diserahkan kepada mekanisme pasar yang ada," ujar Joko Widodo.

Sesuai mekanisme berlaku, hari itu juga Pemprov DKI mengirimkan usulan tarif baru itu pada DPRD DKI untuk dibahas di tingkat komisi terlebih dulu. Anggota DPRD DKI Komisi B, Selamat Nurdin, mengatakan bahwa usulan tersebut telah selesai dibahas. Komisi B sepakat atas usulan Gubernur. Salah satu alasan Komisi B menyepakati usulan itu adalah insentif Pemprov DKI pada pengusaha angkot dalam bentuk pembebasan retribusi kir, retribusi keluar-masuk terminal, dan retribusi lain.

Pimpinan bersikap lain

Mulus di tataran komisi, usulan tarif kemudian dibawa ke rapat pimpinan komisi DPRD yang diselenggarakan pada Jumat (28/6/2013). Dalam rapat itu, sejumlah pimpinan komisi merasa tak puas atas usulan Pemprov DKI.

Setidaknya ada tiga hal yang diminta Dewan untuk diperbaiki oleh lembaga eksekutif. Pertama, pimpinan Dewan menganggap usulan itu harus mencantumkan aspirasi masyarakat, misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Permintaan kedua, eksekutif harus memberi jaminan perbaikan pelayanan dan fasilitas. Ketiga, eksekutif juga wajib mencantumkan hasil evaluasi tarif angkutan antarpulau dalam usulan tarif baru. Singkat kata, usulan itu tak jadi diketuk palu dan dikembalikan kepada eksekutif untuk dilengkapi terlebih dahulu.

Kondisi itu menjadi ironi karena para pengusaha angkot sudah sangat kepepet dan telah menaikkan tarif secara sepihak. Padahal, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama telah menginstruksikan kepada Dinas Perhubungan untuk menilang angkot yang menaikkan tarif sepihak.

"Harusnya cabut izin trayek. Tapi sulit, armada kita terbatas. Ini dimanfaatkan mereka," ujar Basuki.

Saling lempar

Hingga Sabtu (6/7/2013), tarif angkutan kota di DKI tak kunjung diputus. Hal itu jelas melanggar imbauan pemerintah pusat yang mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif angkot dilakukan maksimal 10 hari setelah pengumuman kenaikan harga BBM. Namun, eksekutif dan legislatif di Jakarta seakan saling menunjukkan kekuasaan masing-masing.

Gubernur Joko Widodo menganggap tidak perlu melengkapi permintaan DPRD DKI. Alasannya, usulan itu disepakati stakeholder transportasi. Perbaikan pelayanan transportasi, seperti yang diminta DPRD, sudah pasti dilakukan. Oleh sebab itu, perbaikan itu tak perlu dicantumkan dalam pengajuan usulan tarif baru.

Angkutan antarpulau yang menggunakan bahan bakar tak bersubsidi diserahkan ke mekanisme pasar dan tak harus dicantumkan. Jokowi pun membiarkan kondisi itu berlarut-larut tanpa penyelesaian. "Biar yang mendesak masyarakat sendiri," ujar Jokowi.

Di lain sisi, Wakil Ketua DPRD DKI Tri Wisaksana menilai Pemprov DKI menggantungkan keputusan penyesuaian tarif angkutan kota di DKI. Sebab, permintaan DPRD DKI tidak kunjung dipenuhi sehingga keputusan tarif angkot luntang-lantung.

Pada Kamis (4/7/2013), pimpinan DPRD DKI telah mengirimkan surat ke Pemprov DKI agar segera menjawab permintaan Dewan untuk bisa diputuskan. "Itu akan jadi lampiran surat rekomendasi DPRD agar kepentingan penumpang atau konsumen juga dilindungi oleh pemerintah," ujar Wisaksana.

Lantas, kapan tarif angkutan kota di Jakarta bisa diputuskan jika kedua institusi tersebut saling lempar? Entahlah, yang jelas rakyat tak bisa menunggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER JABODETABEK] Protes Jukir Liar Minimarket Saat Ditertibkan | Pengakuan Jukir Uang Parkir Masuk Kas RT dan Ormas

    [POPULER JABODETABEK] Protes Jukir Liar Minimarket Saat Ditertibkan | Pengakuan Jukir Uang Parkir Masuk Kas RT dan Ormas

    Megapolitan
    Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

    Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

    Megapolitan
    Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

    Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

    Megapolitan
    Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

    Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

    Megapolitan
    Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

    Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

    Megapolitan
    Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

    Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

    Megapolitan
    RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

    RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

    Megapolitan
    KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

    KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

    Megapolitan
    Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

    Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

    Megapolitan
    Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

    Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

    Megapolitan
    Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

    Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

    Megapolitan
    Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

    Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

    Megapolitan
    Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

    Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

    Megapolitan
    Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

    Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

    Megapolitan
    Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

    Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

    Megapolitan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com