Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi DKI Mengakar

Kompas.com - 26/10/2013, 10:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —
Praktik korupsi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah lama mengemuka. Namun, baru sebagian kasus yang ditangani aparat berwajib. Tahun ini ada 12 pejabat dan mantan pejabat yang terjerat kasus korupsi proyek senilai Rp 454 juta sampai Rp 5,3 miliar.

”Kami mengapresiasi langkah kejaksaan memeriksa sejumlah kasus korupsi di DKI Jakarta. Namun, jangan berhenti pada kasus yang nilai proyeknya kecil. Semangat pembersihan praktik korupsi harus diteruskan ke kasus lain yang lebih besar,” kata Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Cinta Mega, Jumat (25/10), di Jakarta.

Menurut Mega, kasus korupsi yang sudah ditangani kejaksaan saat ini bisa menyeret pejabat terkait yang lebih tinggi. Sementara ini, penyidik kejaksaan negeri di setiap wilayah baru menetapkan pejabat eselon III dan IV sebagai tersangka. ”Ada kemungkinan pejabat eselon yang lebih tinggi ikut terlibat,” kata Mega.

Dengan APBD puluhan triliun rupiah, kata Mega, DKI punya banyak program pembangunan yang perlu diawasi. Jika tidak, akan memperbesar peluang terjadinya penyimpangan.

Dia mengingatkan, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan paling tidak 14 transaksi mencurigakan dengan nilai Rp 10,3 miliar pada Dharma Jaya, salah satu BUMD DKI. Namun, hingga kini belum ada kelanjutan penanganan kasus itu.

Di tengah temuan BPK itu, tim penyidik kejaksaan menyidik enam kasus korupsi di DKI dengan 12 tersangka. Mereka terdiri dari pejabat dan mantan pejabat Pemprov DKI Jakarta. Kasus terbaru yang ditangani tim penyidik kejaksaan adalah dugaan korupsi dana kegiatan Kelurahan Pulogadung sebesar Rp 621 juta dari 14 mata anggaran.

Penyidik menetapkan TY dan NS sebagai tersangka kasus itu. TY sebelumnya Lurah Pulogadung, yang saat ini menjabat Kepala Subbagian Protokol Pemkot Jakarta Timur. Sementara NS saat ini masih aktif sebagai Bendahara Kelurahan Pulogadung.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jaktim Silvia Desty Rosalina mengungkapkan, kedua tersangka melakukan korupsi pada anggaran kegiatan Kelurahan Pulogadung tahun 2012. ”Keduanya kami tahan saat mereka memenuhi panggilan kami sebagai tersangka,” kata Silvia.

Modus tersangka memberikan laporan fiktif pada 14 mata anggaran kelurahan. Di beberapa kegiatan belanja barang, laporan dibuat dengan menggunakan kuitansi dan stempel palsu. ”Saat kami menggeledah kantor Kelurahan Pulogadung, ditemukan stempel, kuitansi, dan nota dari beberapa perusahaan. Peralatan ini diduga yang digunakan tersangka untuk memalsukan laporan kegiatan,” kata Silvia.

Kamera pemantau Monas

Sementara terkait kasus korupsi kamera pemantau dan sarana pendukungnya senilai Rp 1,7 miliar, sejumlah saksi masih mempertanyakan status hukum mereka.

DS, Direktur PT Harapan Mulya Karya (HMK), heran baru dua kali diperiksa penyidik kejaksaan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kepada DS, penyidik menanyakan profil perusahaan, informasi tentang lelang pengerjaan proyek, jenis pekerjaan, dan proses pelaksanaan. ”Setelah itu, saya dijadikan tersangka,” katanya. PT HMK adalah pemenang tender pengadaan kamera dan sarana pendukungnya tahun 2010.

Begitupun dengan YI, tersangka yang juga menjabat Kepala Suku Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Jakarta Selatan. YI keberatan dan meluruskan informasi yang diberitakan Kompas, Jumat. YI menyatakan, ia bukan panitia pengadaan barang dan jasa dalam program pembangunan sistem pemantauan situasi di kawasan Monas tahun 2010. ”Saya waktu itu menjabat kepala suku dinas di Jakarta Pusat. Sudah ada aturan jelas, kepala suku dinas tidak boleh menjadi panitia program apa pun. Saya tidak melanggar aturan itu,” katanya.

Merespons maraknya penyidikan kasus korupsi, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan mengevaluasi pejabat tersangka korupsi.

”Pejabat yang tidak peduli lingkungan dan masyarakat akan kami evaluasi. Nanti akan kelihatan mana yang bersih dan mana yang tidak,” kata Basuki.

Pemprov DKI Jakarta akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai upaya antisipasi dan pencegahan tindak korupsi, terutama terhadap lurah dan camat hasil seleksi jabatan.

”Kalau kasus lama, silakan saja. Itu anggaran tahun 2012, kan? Kami baru masuk Oktober 2012. Itu anggaran sebelum Oktober,” ujar Basuki. (FRO/K02/ART/NEL/NDY/MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com