Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Kontraktor Alat Berat Waduk Pluit Harus Diaudit

Kompas.com - 19/11/2013, 13:22 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengerukan Waduk Pluit telah dihentikan sejak 9 November 2013 lalu. Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta mengungkapkan kalau pemutusan kerja itu dihentikan sepihak oleh pihak kontraktor.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendukung dilakukannya audit terhadap kontraktor penyewa alat berat, PT Bramaputra. "Iya harus diaudit. Kita tinggal hitung saja. Namanya tender kan memang begitu," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (19/11/2013).

Terkait terhentinya pengerjaan pengerukan Waduk Pluit, ia mengungkapkan, sebenarnya pengerjaan normalisasi tidak berhenti. Hanya, kontrak sewa alat berat untuk mengeruk Waduk Pluit telah usai. Pengerjaan dan pembayarannya sesuai pembuangan lumpur per kubik. Apabila kontraknya sudah selesai, maka pekerjaannya juga sudah selesai.

Adapun APBD yang dialokasikan untuk pengerjaan pengerukan Waduk Pluit oleh PT Bramaputra sebesar Rp 20 miliar. Kelanjutan pengerukan Waduk Pluit itu akan menunggu penambahan alokasi di APBD 2014.

Apabila anggaran tahun 2014 untuk pengerukan Waduk Pluit tidak disetujui oleh DPRD, maka DKI akan bekerja sama dengan pihak swasta. Basuki pun mengklaim tak sedikit perusahaan swasta yang mau bekerja sama dengan DKI untuk melakukan pengerukan Waduk Pluit.

"Kita enggak ada kerugianlah. Palingan nanti pengen beli alat sendiri aja," kata Basuki.

Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta menilai, operator normalisasi Waduk Pluit melakukan pemberhentian sepihak. Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Manggas Rudy Siahaan mengatakan, walaupun kontrak kerja DKI sudah berakhir pada 9 November 2013 lalu, operator tetap harus dinilai melalui tiga alat ukur. Tiga alat ukur yang menyatakan pengerjaannya selesai antara lain jam sewa alat, volume kubikasi, dan pengukuran sonar (kedalaman).

Dalam waktu dua hingga tiga hari ke depan, Dinas PU DKI akan melakukan evaluasi terhadap PT Bramaputra selaku operator. Evaluasi itu untuk mengetahui apakah kontrak kerja sama sesuai dengan kegiatan yang telah dikerjakan berdasarkan tiga alat ukur tersebut.

Jika dari hasil evaluasi ada pekerjaan yang belum sebanding dengan kontrak kerja sama, maka pihak operator diminta untuk segera menyelesaikannya. Mereka harus menurunkan alat beratnya kembali untuk mengeruk.

Berdasarkan kontrak, lumpur yang harus dikeruk mencapai 140 ribu kubik. Jika operator nantinya diketahui menyalahi aturan karena berhenti sepihak, maka operator bisa didenda maupun di-black list sebagai rekanan Pemprov DKI Jakarta.

"Walaupun sudah habis kontrak, bisa diperpanjang. Tapi jika ditemukan kesalahan, kita kembali ke aturan di Perpres, mereka bisa denda atau di-black list," kata Manggas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com