Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Optimisme dari Tepi Pesanggrahan

Kompas.com - 29/11/2013, 09:08 WIB
Oleh: Neli Triana/B Josie Susilo/Ambrosius Harto Manumoyoso

SAAT pemerintah pusat dan daerah kebingungan mengatasi kerusakan sungai, saat uang triliunan rupiah tak mampu menjamin warga Jakarta bebas banjir, dari tepi Sungai Pesanggrahan di Hutan Kota Sangga Buana, angin optimisme berembus. Modalnya cuma bambu, pohon, dan omelan tanda cinta pada sungai, pada sesama manusia, pada masa depan.

Sebelum tahun 1997, Sungai Pesanggrahan yang melintasi kawasan Karang Tengah, Jakarta Selatan, penuh tumpukan sampah, bantaran tandus, airnya keruh kehitaman, dan berbau busuk.

Fakta itu membuat Chaerudin (57) alias Bang Idin kesal. Ia tak terima tempatnya bermain, mandi, dan memancing semasa kecil itu rusak parah. ”Itu awal gue kesel banget,” katanya saat ditemui di Hutan Kota Sangga Buana, Sungai Pesanggrahan, Karang Tengah, Rabu (20/11).

Dari kekesalan itu, Bang Idin melancarkan protes. ”Bukan demonstrasi, kagak gitu cara gue,” katanya. Bersama beberapa teman sekampung yang juga merasa kehilangan sungai, mereka melampiaskan kekesalan dengan menyusuri Sungai Pesanggrahan mulai hulu hingga ke muara sungai di Jakarta Utara. Sebagian mereka susuri dengan berjalan kaki, sisanya menggunakan rakit.

Dari penyusuran itu, mereka mendapati ribuan rumah dibangun membelakangi sungai. Sempadan dan bantaran tak luput dari penyerobotan. Plastik dan limbah rumah tangga bertebaran, menjadikan Sungai Pesanggrahan mirip tempat pembuangan sampah. Dalam penyusuran itu, ia mencatat jenis pohon, ikan, dan satwa yang tersisa.

Banyak yang telah hilang, terutama tumbuhan khas seperti gandaria, menteng, dan bintaro. Di sisi lain, ia mendapati rumpun bambu dengan aneka manfaat sebagaimana ia kenal dulu dan dimanfaatkan untuk merehabilitasi sungai yang telah rusak.

Dalam tradisi yang dihidupinya, rumpun bambu mampu menjaga kelestarian mata air sekaligus penyaring dan penyerap racun. Dari penyusuran itu, ia berkesimpulan, alam bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan anak-cucu. ”Karena titipan, makanya (sungai) kudu dijaga.”

Menjaga Pesanggrahan

Seusai penyusuran, Bang Idin yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas IV sekolah dasar bertekad menjaga Sungai Pesanggrahan. Ia memungut dan menimbun sampah di bantaran sungai. Banyak orang menegur, tetapi ia tak surut. Sebaliknya, ia justru mengingatkan mereka agar tak membuang sampah di sungai.

”Ya, gue diomelin. Siapa saja yang salah, gue kasih tahu, diomongin. Memang enggak bisa langsung benar, ini proses,” katanya.

Ia juga giat menanami kembali bantaran itu dengan aneka tanaman, terutama bambu. Perlahan-lahan bantaran yang semula gersang berangsur menghijau dan menjadi cikal bakal Hutan Kota Sangga Buana. Bersama 17 petani, ia membentuk Kelompok Tani Bambu Kuning.

Selain bertani, mereka juga memunguti dan mencoba mengolah sampah secara sederhana. Mereka juga mencari bibit tumbuhan dan menanami bantaran. Gerakan ini membesar dan pada 1998 melahirkan Kelompok Tani Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana yang beranggotakan 80 orang. Gerakan menyelamatkan Pesanggrahan menguat dan kerja keras mereka membuahkan hasil.

Pesanggrahan tak lagi tandus. Airnya tak lagi hitam, tetapi kecoklatan. Bau busuk pun hilang. Kini di kawasan seluas 120 hektar yang dikelola KTLH Sangga Buana itu bantaran Pesanggrahan menjadi rimbun.

Rumpun bambu tumbuh subur tak hanya mampu mempertahankan mata air yang ada, tetapi juga menyaring dan menyerap racun yang terbawa aliran sungai. Rumpun itu memadati bantaran dan berkembang subur bersama tegakan pohon durian, rambutan, menteng, nangka, dan belinjo. Secara berkala, Bang Idin melepaskan aneka jenis ikan lokal ke sungai.

Dari pengalaman, dia belajar. Dari apa yang dipahaminya itu, dia menganjurkan agar normalisasi sungai tak menggunakan turap beton.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com