”Daripada pakai beton, lebih baik pakai beronjong, lalu di atasnya ditanami bambu supaya ikan, bulus, dan biawak dapat berkembang biak,” kata Bang Idin.
Impiannya, ingin mengembalikan kejayaan Pesanggrahan seperti yang tercatat dalam sejarah sejak abad ke-8 Masehi, ketika Pesanggrahan menjadi jalur khusus penguasa kala itu untuk mengontrol wilayah. Tindakan sederhana yang setia dijalaninya hingga kini menjadikan Sangga Buana ibarat kemustahilan di tengah hiruk-pikuk Jakarta.
Boleh jadi, itulah hasil dia bertahun-tahun belajar dan mencoba memahami apa yang diinginkan oleh alam. Ia teguh mempertahankan keberadaan palung-palung sungai karena itu menjadi tempat ikan berpijah. Ia gigih memopulerkan kembali penanaman bambu karena mempunyai banyak manfaat dan memainkan banyak fungsi untuk mempertahankan ekosistem sungai.
Tak ragu belajar
Apa yang dipahaminya itu diperkuat aneka diskusi yang diikutinya. Selain dari alam, ia tak ragu belajar dari siapa saja, termasuk mahasiswa dan ilmuwan yang dia jumpai. Ketertinggalan pendidikan formal tak menghalanginya belajar dari apa pun dan siapa pun.
”Dipati Ukur, pemimpin kerajaan Sunda awal abad ke-17, mengatakan, sungai tak boleh diutak-atik karena di sanalah kehidupan manusia bergantung,” ujarnya.
Dari Dipati Ukur pula, Bang Idin belajar bahwa rakyat adalah raja sesungguhnya. Untuk itu, pemerintah seharusnya jadi pelayan yang ngayomi, bukan membangun dengan aturan simpang siur.
Tak mau pusing memikirkan soal bagaimana pemerintah bersikap, KTLH fokus mengelola sampah selain berupaya menghijaukan bantaran di Sangga Buana dan mengajak warga menertibkan bangunannya sendiri.
Salah satunya, KTLH membujuk PT Intiland Development Tbk untuk tetap mempertahankan keaslian bantaran sungai. Perumahan dan jaringan saluran air dibangun dan ditata dengan konsep hijau. Pengembang pun bersedia menyerahkan sebagian lahan untuk sekolah sepak bola yang dikerjasamakan dengan Pro Soccer Academy dari Inggris.
”Kerja sama dengan kelompok Bang Idin membuat kami yakin kompleks hunian yang dibangun selaras dengan alam sehingga layak bernilai jual tinggi,” kata General Manager Serenia Hills Permadi Indra Yoga.
KTLH tengah getol bereksperimen mengolah sampah. Dengan alat yang dia sebut washer, sampah dibakar dan material sisa pembakaran dipadatkan menjadi batu api yang bernilai ekonomis. Berbekal pengalaman yang diwariskan dari kakeknya, Bang Idin ”membusukkan” sampah plastik dengan kapur. Hasil fermentasi itu dia gunakan sebagai media untuk menanam bambu.
”Ilmu begini gue dapat bukan dari sekolah,” kata Bang Idin. Ia menyebutnya sebagai ilmu paham….
—————————————————————————
Chaerudin
♦ Usia: 57 tahun