"Yayasan yang mempekerjakan orang di sana, harus punya peraturan yang menyangkut persyaratan kesehatan calon pegawainya. Jika ada indikasi deviasi (penyimpangan) seksual, pintu sekolah harus tertutup rapat jangan beri peluang sama sekali," kata Dirjen Paudni Lydia Freyani Hawadi di Jakarta, Senin (14/5/2014).
Lydia menegaskan, sekolah adalah pihak pertama yang harus bertanggung jawab terhadap kasus kekerasan seksual yang menimpa peserta didik. Pasalnya, semua peraturan yang berlaku adalah produk sekolah, semisal rekruitmen dan seleksi pendidik.
"Jadi bila dalam kasus ada pelanggaran tatib atau peraturan, bisa diambil sanksi. Sanksi bisa berupa pemecatan atau dilaporkan ke polisi agar dihukum sesuai hukum yang berlaku," kata Lydia.
Sekolah, sambungnya, seharusnya berfungsi sebagai rumah kedua anak. Sekolah juga merupakan tempat yang aman bagi semua siswanya. "Kasus-kasus kejahatan seksual pada anak ini seharusnya tidak terjadi di sekolah. Hal yang membuat aman itu mustinya orang-orang dewasa yang ada di situ," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.