”Waktu pakai bus, sekali jalan tidak sampai Rp 10.000. Sekarang dengan taksi, ongkosnya membengkak hampir 10 kali lipat,” ujarnya, Rabu (20/8).
Namun, dia memilih mengorbankan uang demi mendapatkan kenyamanan. Dia tidak harus berganti kendaraan dan bisa beristirahat.
”Sudah lelah seharian bekerja. Pulangnya ingin sedikit nyaman,” kata Tasia yang saban hari masuk kerja pukul 06.30 dan pulang pukul 18.00 itu.
Sewaktu masih memakai bus, dia harus menggunakan transjakarta dari depan kantornya hingga ke Karet. Dari situ, perjalanan dilanjutkan dengan mikrolet 44 sampai Kampung Melayu, dilanjutkan dengan mikrolet 32.
Waktu tempuh dengan bus mencapai 2 jam. Selain harus memutar, dia harus mengantre dan menunggu bus. Adapun dengan taksi, waktu tempuhnya antara 1-1,5 jam.
”Dulu saya pernah dimarahi penumpang lain di transjakarta karena bawaan saya banyak. Saya dianggap memenuhi tempat karena bus di sore hari sangat padat,” kenangnya.
Dengan menenteng bawaan yang banyak, Tasia harus berjalan untuk berganti bus. Hal ini kerap merepotkannya. Dia berharap, transportasi massal bisa dibenahi sehingga orang tidak kesulitan mencapai tempat tujuan.
Kekecewaan yang sama juga dialami Naomi. Ia menghabiskan waktu sampai 1 jam untuk menunggu bus transjakarta di Halte Cawang. ”Saya transit di halte itu dari Koridor IX ke Koridor X. Busnya sangat lama di siang hari. Akhirnya saya putuskan untuk menggunakan bus reguler saja,” ujarnya.
Dia berharap, penumpang yang harus berganti bus tidak menunggu lama untuk mendapatkan bus berikutnya. Jika waktu menunggu bus lanjutan ini lama, ditambah jalan macet, betapa pengguna angkutan massal dirugikan.
Pada suatu malam, Naomi juga pernah menjumpai empat bus transjakarta yang tidak mengangkut penumpang lewat secara berurutan di Halte Dukuh Atas. Sementara penumpang harus menunggu lebih dari 15 menit. ”Kalau bus akan isi BBG atau pulang ke pul, sebaiknya juga mengangkut penumpang sehingga enggak lewat begitu saja, sementara penumpang harus menunggu lama bus berikutnya,” katanya.
Penggunaan tiket elektronik di transjakarta, menurut Naomi, sudah mengurangi antrean penumpang yang akan masuk halte.
Binar, warga Cipinang Muara, Jakarta Timur, memilih memakai mikrolet dan kopaja untuk pergi ke tempat kerja di daerah Tebet. Angkutan umum tanpa jalur khusus dan tanpa pendingin ruangan ini masih digunakan karena jalurnya pas dengan kebutuhan. Sementara transjakarta tidak memiliki akses sampai ke kawasan Tebet dan menyulitkan untuk berpindah-pindah angkutan.
”Kalau naik transjakarta, saya harus ganti kendaraan tiga kali. Jadi, mending naik mikrolet dan kopaja saja,” kata Binar.
Sebagai konsekuensi, bus yang ditumpanginya kerap terkena macet. Perjalanan ke kantor ditempuh selama 1,5 jam. ”Kalau lagi menumpang kawan dengan sepeda motor, lama perjalanan 20 menit saja,” ujarnya.
Dia juga harus merogoh uang lebih banyak dibandingkan ongkos transjakarta, yakni Rp 6.000 sekali jalan. Adapun tarif transjakarta Rp 3.500.
”Saya berharap angkutan umum ini bisa dibenerin, enggak jelek begini kondisi busnya. Minimal seperti Kopaja yang sudah ganti bus dengan bus baru dan ada penyejuk ruangannya,” katanya.
Beda lagi persoalan yang dihadapi Andriani (19) yang biasa memakai KRL. Dia juga menggunakan kartu multitrip untuk tiket KRL.
Saat Andriani menggunakan moda transportasi Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway dari halte Tosari, kartu multitrip miliknya tidak bisa digunakan untuk masuk halte.
Andriani pun harus membeli kartu uang elektronik yang dikeluarkan perbankan agar bisa masuk ke halte transjakarta yang berada di koridor satu tersebut. Untuk mendapatkan kartu ini, dia harus membayar Rp 40.000.
”Saya bukan pengguna rutin transjakarta. Tetapi, karena harus masuk ke halte transjakarta, saya harus membeli lagi kartu uang elektronik ini,” kata Andriani.
Andriani menyayangkan kartu multitrip yang dimilikinya belum bisa terintegrasi dengan moda transportasi transjakarta sehingga ia harus memiliki beberapa jenis kartu. (*/ART/A05)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.