"Ini bukan soal jatah atau tidak. Emangnya nasi uduk. Kalau nasi uduk boleh bagi-bagi jatah. Tapi kita ini bicara mengenai undang-undang. Secara UU yang berhak mengusulkan harus dari partai pengusung, yakni PDIP dan Gerindra," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jumat (29/8/2014).
Taufik menilai, pihak yang menganggap pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai ajang bagi-bagi jatah partai, adalah mereka yang salah menafsirkan undang-undang. Menurutnya, pihak-pihak tersebut menganggap, ketika Wakil Gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama naik jabatan, maka orang yang mengisi posisi Ahok harus dari PDIP.
"Ini kan undang-undang. Undang-undang itu jangan ditafsirkan. Ada jatah-jatahan ini kan hanya karena ada pihak yang menafsirkan lain Undang-undang," ujar Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu.
Maka itu, lanjut Taufik, sesuai Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta idealnya harus terdiri atas dua calon, yang masing-masing mewakil PDIP dan Gerindra.
"Jadi, PDIP ngusulin, kami ngusulin. Kalau dalam voting yang diusulkan PDIP menang, ya akan kita terima," tukas Taufik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.